Rabu, 02 Januari 2013

PO Bab XI dan XII


BAB XI
BUDAYA ORGANISASI/BUDAYA KORPORAT

A. Pendahuluan
            Budaya organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan internal organisasi, karena keragaman budaya yang ada dalam suatu organisasi sama banyaknya dengan jumlah individu yang ada di dalam organisasi. Umumnya suatu budaya organisasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal organisasi.
            Secara garis besar, salah satu aspek kepuasan kerja diperlihatkan dari ukuran respond dan sikap terhadap lingkungan kerja. Karena lingkungan kerja merupakan unsur budaya organisasi/budaya korporat yang telah disepakati bersama menjadi suatu ciri budaya diantara sesama karyawan.

B. Pengertian Budaya
            Istilah budaya (culture) mula-mula datang dari antropologi sosial, studi diakhir abad ke sembilan belas dan awal abad kedua puluh tentang masyarakat “primitif”- Eskimo, Laut Selatan Afrika, penduduk asli Amerika menyingkapkan cara hidup yang tidak hanya berbeda dari bagian Amerika dengan Eropa yang sudah lebih dulu maju secara teknologi, tetapi juga sering sangat berbeda diantara mereka sendiri. Konsep tentang budaya dengan demikian dipercaya untuk menggambarkan, dalam pengertian yang sangat luas dan umum, kualitas kelompok khusus manusia maupun yang melintas dari satu generasi ke generasi berikut (Kotter dan Heskett, 1997).
            Hofstede (1983) mendefinisikan budaya sebagai pemrograman mental kolektif orang-orang dalam suatu lingkungan. Kilam Saxton dan Serpa dalam Nimran (2004) yang dikutip oleh Rizal (1999) menyatakan “Culture can be defined as the shared philoshopies, ideologies, values, assumption, expectation, attitudes and norm that knit a community together” (budaya dapat didefinisikan sebagai serangkaian falsafah, ideologi, nilai, asumsi, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama yang mengikat suatu masyarakat).
            Menurut J.W. Symington (dalam Gibson et el. 1986) budaya sebagai sedemikian kompleks meliputi kepercayaan, pengetahuan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan lain yang dibutuhkan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Kroeber & Kluchom (dalam Gibson et el. 1986), budaya mengandung pola eksplisit maupun implisit dari dan untuk perilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan hasil kelompok manusia secara berbeda termasuk benda-benda ciptaan manusia. Inti utama dari budaya terdiri dari ide tradisional (terus-menerus dan terseleksi) dan tertanam pada nilai yang menyertai.
            Dari berbagai pendapat tersebut di atas,  dapat disimpulkan budaya memiliki karakteristik seperti :
1.    Mempelajari
Budaya diperlukan dan diwujudkan dalam belajar observasi dan pengalaman.
2.    Saling berbagi
Individu dalam kelompok, keluarga dan masyarakat saling berbagi budaya.
3.    Transgenerasi
Merupakan komulatif dan melampaui generasi satu ke generasi lain.
4.    Persepsi pengaruh
Membentuk perilaku dan struktur bagaimana seseorang menilai dunia.
5.    Adaptasi
Budaya didasarkan pada kapsitas seseorang berubah atau beradaptasi.
6.    Orientasi budaya suatu masyarakat mencerminkan interaksi dari lima karakteristik tersebut. Individu suatu masyarakat mengekspresikan budaya dan karakteristik melalui nilai-nilai kehidupan dan lingkungan sekitarnya.

Nilai (kepercayaan) yang berlaku umum yang didefinisikan apa yang benar dan salah atau menspesifikasikan preferensi umum atau sebaliknya mempengaruhi sikap individu mengenai bentuk perilaku yang dipertimbangkan lebih efektif dalam situasi tertentu.

 C. Pengertian Korporat
            Istilah corporate ( korporat ) dari segi etimologis merupakan turunan dari bahasa Latin corpus yang berarti sekumpulan peraturan dan undang-undang dan erate yang berarti sesuatu yang dihargai atau dipatuhi. Corporate secara harfiah berkenan dengan sesuatu yang diakui oleh undang-undang. Dalam pengertian modern, corporate dimaknakan sebagai sesuatu yang berbadan hukum. Dalam bahasa Indonesia, ia diartikan sebagai perusahaan atau korporat.
 Istilah corporate lebih sempit dari istilah firm yang dibahasa Indonesiakan sebagai firma. Firm diartikan sebagai suatu bentuk kumpulan saja yang tidak selalu harus berbadan hukum. Dalam perkembangan selanjutnya, istlah corporate dimaknakan menjadi korporat untuk membedakannya dengan makna firma.
             Ketika mendengar kata korporat, pemahaman kita akan tertuju pada suatu organisasi bisnis berukuran raksasa yang menjangkau semua lapangan usaha. Pikiran ini ada benarnya karena nyatanya sebagian besar organisasi bisnis raksasa yang sering disebut sebagai konglomerasi itu memang mengantongi  status badan hukum. Namun, pemikiran ini dapat dikatakan salah ketika banyak organisasi bisnis berbadan hukum yang ternyata hanya berukuran kecil atau menengah. Mereka hanya menguasai pangsa pasar yang terbatas dan tidak lebih besar dari bentuk-bentuk konglomerasi bisnis. Aset mereka pun tidak besar. Pada kenyataannya, istilah korporat telah mengalami penyusutan makna. Sekarang istilah korporat diasosiasikan dengan perusahaan besar.
Besarnya ukuran perusahaan yang dinilai dari total aset, investasi, perputaran modal, alat produksi, jumlah pegawai, keluasan jaringan usaha, penguasaan pasar, output produksi, besaran nilai tambah, besaran pajak terbayarkan, dan seterusnya itu ternyata menjadi bayangan akan kenyataan bahwa korporat memang identik dengan perusahaan besar. Meskipun demikian, dalam skala terbatas, konsep korporat pun juga melekat pada perusahaan menengah bahkan yang kecil sekalipun, yaitu ketika perusahaan-perusahaan berskala menengah dan kecil itu memainkan sebuah peranan yang strategis .
Peranannya menjadi strategis ketika perusahaan tersebut bergerak dalam suatu bidang bisnis yang jumlah pelakunya sangat sedikit. Di Indonesia, perusahaan semacam ini misalnya PT. Pegadaian. Omsetnya kecil, tetapi kehadirannya dibutuhkan oleh banyak pelanggan, dan ini yang penting bahkan merupakan satu-satunya perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas yang bergerak di bidang jasa keuangan melalui prinsip pegadaian.
Peranan strategis biasanya dilihat dari peran perusahaan dalam pasar. Pada akhirnya, istilah korporat tidak dikaitkan lagi dengan perusahaan besar saja (Moeljono, 2005 ). Istilah korporat menjadi penting ketika banyak organisasi bisnis berbadan hukum yang berskala hukum, yang berskala besar biasanya  mengalami berbagai macam masalah perusahaan, baik yang bersifat internal maupun eksternal (Moeljono, 2005). Permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan banyak hal, mulai dari masalah kepegawaian hingga masalah menghadapi ambang kepailitan.

 D. Pengertian Budaya Organisasi/ Korporat
            Istilah budaya organisasi atau budaya korporat merupakan terjemahan  dari corporate culture (Deal & Kennedy,1982 :Charles Hampden-Turner,1990 ; Kotter & Heskett, 1997), yang sedang disebut juga sebagai organizational culture (Schein, 1997). Minat terhadap budaya perusahaan muncul pada saat timbul kesadaran bahwa kerangka kerja organisasi, seperti teknologi, sistem, struktur, strategi dan gaya kepemimpinan serta karyawan tidak dapat dipisahkan dari landasan nilai-nilai yang hidup dan dihayati. Arti rasionalitas organisasi dalam mengejar tujuan bersama tidak lepas dari possisi sentral martabat manusia (Harjana, 1995).
            Ada banyak jalan untuk menggambarkan budaya perusahaan, sebab dipengaruhi oleh faktor seperti industri di mana perusahaan beroperasi, lokasi geografis, peristiwa yang sudah terjadi selama sejarahnya, kepribadian karyawannya, dan pola interaksi mereka. Sebagian dari definisi yang ditawarkan meliputi ”suatu kerangka teori terdiri dari sikap, nilai-nilai , norma-norma tingkah laku, perasaan dan pola perilaku” dan “pola pengaturan, perilaku atau material yang telah diadopsi oleh suatu masyarakat (korporasi, kelompok atau regu) sebagai cara yang diterima untuk memecahkan problems” (Et Ahmed al., dalam Sadri and Lees, 2002)
            William M.Mercer (dalam Dessler, 1996) merumuskan budaya organisasi sebagai “suatu ekspresi kombinasi pengaruh dari keyakinan dasar organisasi, nilai-nilai, harapan dan pola tindakan tertentu”. Menurut Goldstein dalam Dessler, (1996), budaya organisasi adalah “totalitas pola perilaku dan karakteristik pola pemikiran dari karyawan suatu organisasi, keyakinan, pelayanan, perilaku dan tindakan karyawan”.
Berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan termasuk dalam budaya organisasi. Salah satu elemen budaya organisasi adalah kinerja karyawan yang menonjol dianggap penting dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi mengacu pada pandangan hidup dalam suatu organisasi (Hatch, 1997). Untuk menjelaskan suatu mekanisme yang mengintegrasikan individu dalam suatu organisasi Tricer dan Bayer dalam Peterson and Smith (2000) menggunakan istilah ideologi yang sama dengan budaya organisasi. Griffin & Ebert ( dalam Nirman, 2004) menyebutkan budaya korporat sebagai “pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri organisasi”.
            Dari semua definisi budaya korporat diatas, secara umum dapat ditetapkan bahwa budaya berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikap dan keyakinan. Dapat dikatakan pula bahwa jantung dari suatu organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan harapan dari seluruh individu anggota organisasi mulai dari puncak pimpinan sampai ke front lines, sehingga tidak ada aktifitas yang dapat melepaskan dari dari budaya  (Hofstede, 1984).
            Bila kita mengatakan bahwa suatu kelompok, organisasi atau negara mempunyai karakteristik budaya tertentu, bukan berarti semua orang dalam kelompok, organisasi atau negara tersebut mempunyai budaya yang seragam. Orang dalam suatu budaya tidak semuanya mempunyai susuan yang indetik mengenai artifak, norma, nilai dan asumsi.
 E. Fungsi Budaya Korporat
            Secara eksplisit suatu budaya korporat yang sangat kuat dapat dikaitkan dengan tingkat keluarnya karyawan yang menurun. Kita tidak mengatakan budaya korporat itu baik atau buruk, kita hanya mengatakan bahwa budaya korporat  itu ada. Banyak fungsi dari budaya korporat, seperti diikhtisarkan, bernilai untuk organisasi maupun karyawan. Budaya korporat meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi dari perilaku karyawan. Jelas hal ini akan memberi manfaat kepada suatu organisasi.
 Budaya korporat memberitahu para karyawan apa dan bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting. Namun kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya korporat yang potensial bersifat disfungsional, teristimewa budaya korporat yang kuat pada keefektifan suatu organisasi.
            Budaya korporat  melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi ( Robbin, 2001), yaitu :
1.    Budaya korporat berperan menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara suatu organisasi dan organisasi lain.
2.    Membawa suatu rasa identitas bagi anggota organisasi
3.    Budaya korporat mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang
4.    Meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya korporat merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan
5.    Budaya korporat berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan kelangsungan hidupnya, serta dalam melakukan integrasi internal, budaya korporat melakukan sejumlah fungsi sebagaimana yang dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel. Fungsi Budaya Korporat
No.
Adaptasi Eksternal
Integrasi Internal
1.




2.





3.








4.







5.
Misi dan strategi. Menghasilkan suatu pengertian bersama tentang misi utama, tugas pokok, fungsi yang nampak dan tersembunyi.

Tujuan. Mengembangkan konsensus tentang tujuan yang dijabarkan dari misi utama.



Cara. Mengembangkan konsensus tentang cara yang digunakan untuk mencapai tujuan seperti struktur organisasi, pembagian tugas, sistem imbalan dari sistem kewenangan.



Ukuran. Mengembangkan konsensus tentang kriteria dalam mengukur tentang seberapa baik yang dilakukan kelompok dalam pencapaian tujuuan,seperti informasi dari sistem kepegawaian.


Koreksi. Mengembangkan konsensus tentang perbaikan yang tepat dari strategi yang akan digunakan bila tujuan tidak tercapai.






Bahasa bersama dan kategori konsep. Bila karyawan tidak dapat berkomunikasi dan saling memahami satu sama lain, suatu kelompok sulit untuk didefinisikan.

Batas dan kriteria kelompok. Salah satu bidang yang sangat penting dari budaya adalah konsensus bersama tentang siapa yang termasuk dalam kriteria untuk menentukan keanggotaan

Kekuasaan dan status. Setiap organisasi harus bekerja dengan susunan kekuasaan, kriteria dan aturan tentang bagaimana karyawan mendapatkan, memelihara dan kehilangan kekuasaan, konsensus dalam bidang ini penting untuk membantu karyawan mengendalikan perasaan agresi

Keakraban, persahabatan dan kasih sayang. Setiap organisasi harus bekerja dengan aturan main tentang hubungan antar rekan kerja, hubungan antar karyawan yang berbeda jenis kelamin, dan cara keterbukaan dan keakraban ditangani dalam konteks pengaturan tugas-tugas organisasi.
Imbalan dan sanksi. Setiap karyawan harus mengetahui tentang perilaku yang benar dan salah, mendapatkan imbalan tentang milik, status dan kekuasaan, serta mendapatkan sanksi dalam bentuk tidak memperoleh imbalan dan akhirnya pengucilan ideologi. Setiap orang, seperti halnya setiap masyarakat, menghadapi peristiwa yang tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat dipahami, yang harus diberi makna sehingga karyawan dapat menanggapinya dan menghindari kebingungan dalam menghadapi peristiwa yang tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat dikontrol.


 F. Pentingnya Memahami Budaya Korporat
             Ada alasan yang sangat kuat mengapa kita perlu memahami budaya korporat seperti yang dikutip dari Susanto ( 2004 ).
1.    Budaya korporat yang kuat akan menjadi pengungkit yang akan membantu anggota korporat melakukan tugasnya secara lebih baik.
2.    Budaya korporat adalah sebuah sistem aturan informal yang mengemukakan bagaimana sebaiknya anggota organisasi bersikap dalam kesehariannya.
3.    Budaya organisasi yang kuat memungkinkan anggota organisasi untuk merasakan secara lebih baik apa yang mereka lakukan sehingga mempunyai motivasi lebih besar untuk bekerja dengan lebih giat.

Kesimpulan dari uraian di atas adalah seluruh sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi harus dapat memahami secara benar budaya korporat yang ada. Pemahaman ini sangat erat hubungannya dengan perencanaan strategis dan taktis ataupun implementasinya.
Dalam membuat rencana pemasaran, misalnya, Departemen Pemasaran harus mendasarkan pada budaya korporat yang ada untuk merumuskan rencana kegiatannya. Demikian pula halnya dengan penentuan segmentasi, positioning dan sasaran pasar. Keselarasan antara sumber daya manusia, budaya korporat, dan aktivias organisasi sangat menentukan keberhasilan organisasi.

 G. Tingkatan Budaya Korporat
            Dalam mempelajari budaya korporat dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) pendekatan ( Robert & Hunt, 1994 ), adalah : Kelompok pertama yaitu beberapa sarjana memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan, nilai-nilai dalam organisasi dan kelompok kerja. Kelompok kedua tertarik mengenai mitos, cerita dan bahasa sebagai manifestasi budaya korporat. Ketiga memandang tata cara dan seremonial sebagai manifestasi budaya korporat. Dari kelompok keempat mempelajari interaksi antar anggota darn simbol-simbol. Adapun Schein dalam Hatch ( 1997 ) menyatakan bahwa budaya organisasi ditemukan dalam tiga tingkatan seperti tampak pada Gambar  berikut ini :

Artifacts
 
 

                                                                        Struktur dan Proses
                                                                                Organisasi Yang Tampak
 



                                                                                    Strategi, Tujuan, dan Filosofi
                                                                                 Dasar Organisasi
                                     

Basic Underlying
Assumptions
 
 





                                                                                               

Nilai-nilai, Persepsi, Pemikiran, dan Perasaan yang bersifat Taken for Granted        
Sumber : Moeljono, 2004
Gambar 4
Tiga Tingkatan Budaya Korporat Versi Teori Schein

1.    Artifak
Dimana budaya korporat  bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan, misalnya lingkungan, fisik organisasi, teknologi, cara berpakaian dan lain-lain. Analisis pada tingkat ini cukup rumit karena mudah diperoleh tetapi sulit ditafsirkan.

2.    Nilai
Memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artifak. Nilai ini sulit diamati secara langsung, oleh karenanya seringkali perlu untuk menyimpulkan melalui wawancara dengan anggota kunci organisasi atau menganalisis kandungan artifak seperti dokumen.
3.    Asumsi dasar,
Merupakan bagian penting dari budaya korporat. Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula sebagai nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak.

             Mengacu kepada ketiga tingkatan asumsi dasar yang membentuk budaya korporat, Schein memberikan beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya korporat. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya korporat , karena asumsi menunjukkan apa yang dipercaya oleh anggota sebagai kenyataan dan karenanya mempengaruhi apa yang mereka pahami, pikirkan dan rasakan ( Hatch, 1997 ). Kelima asumsi dasar tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.    Keterkaitan dengan Lingkungan.
Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan. Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci organisasi memandang hubungan tersebut. Terdapat 3 (tiga) dimensi dari aspek ini, yaitu :
a.    Bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat dari jenis produk yang dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan, atau dimana pasar utamanya, atau segmentasi pelanggan yang dibidik.
b.    Apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan  organisasi, apakah lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial budaya atau lainnya.
c.    Apa pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap lingkungannya, apakah organisasi mendominasi, atau didominasi oleh atau seimbang dengan lingkungan tersebut.

2.    Hakekat Realitas dan Kebenaran
Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil dan mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan. Terdapat 4 (empat) kriteria dimensi, yaitu :
a.    Realitas fisik yang menyangkut persoalan kriteria objektif atau fakta.
b.    Realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas opini, kebiasaan, dogma dan prinsip.
c.    Realitas subjektif yang mempersoalkan pengalaman subjektif atas pendapat, kecenderungan dan cita rasa pribadi.
d.    Kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu seharusnya  ditentukan, apakah oleh tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang bijak atau yang berwenang, proses hukum, revolusi konflik, uji coba atau pengujian ilmiah.

3.    Hakekat Sifat Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut yang dianggap intrinsik atau puncak. Terdapat 2 (dua) dimensi dari aspek ini, yaitu :
a.    Tentang sifat dasar manusia, yaitu apakah manusia pada dasarnya  bersifat baik, buruk atau netral.
b.    Mengenai perubahan sifat tersebut, yaitu apakah sifat manusia itu  tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat berubah dan disempurnakan.

4.    Hakekat Aktivitas Manusia .
Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas, lingkungan, dan sifat manusia, apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi atau lainnya. Apa yang dimaksud dengan kerja dan apakah yang dimaksud dengan bermain. Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan, yaitu proaktif, reaktif dan harmoni.

5.    Hakekat Hubungan Antar Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau cinta. Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif, individualistik, kolaboratif kelompok atau komunal. Terdapat 2 (dua) dimensi pada aspek ini, yaitu :
a.    Struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif linealitas,   kolateralitas atau individualitas.
b.    Struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegalitas.


H. Upaya Memelihara dan Memperkuat Budaya Korporat
            Budaya korporat yang terbentuk dan ingin dikembangkan serta diperkuat atau bahkan ingin dirubah, memerlukan praktek yang dapat membantu menyatupadukan nilai budaya karyawan dengan nilai budaya organisasi agar terjadi penerimaan nilai inti dan menjamin bahwa budaya korporat  memelihara dirinya. Praktek tersebut dilakukan melalui induksi ( Kempton, 1995 ) atau sosialisasi, yaitu proses meneruskan atau mentransmisikan budaya korporat (Roberts et.el.l 1994). Proses yang mengadaptasikan karyawan pada budaya korporat (Robbins, 2001).
            Untuk memelihara budaya korporat, langkah-langkah penting yang harus dilakukan  menurut Susanto (2004) adalah :
1.    Pimpinan perusahaan senantiasa mendorong para manajer dan karyawan untuk mengimplementasikan budaya korporatnya dalam setiap peristiwa penting, terutama yang bersifat ritual.
2.    Pimpinan perusahaan memberikan keteladanan, apalagi dalam budaya yang bersifat paternalistik yang menempatkan pimpinan sebagai tokoh sentral. Manajer sebagai pimpinan sebuah unit kerja  (bagian/departemen/divisi) pada hakikatnya juga merupakan figur sentral bagi unit kerja  yang dipimpinnya.
3.    Perusahaan memperhitungkan keselarasan antara budaya dominan dan budaya kecil. Budaya kecil harus diakui keberadaannya dan memberikan apresiasi untuk memperkaya budaya dominan.
4.    Pimpinan perusahaan dan para manajer memberikan bimbingan kepada kelompok yang memiliki budaya kecil tertentu agar dapat memahami dan mentolerir kelompok lain yang budaya kecilnya berbeda, dan berusaha membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
5.    Pimpinan perusahaan dan para manajer senantiasa memberikan penjelasan dan menekankan bahwa budaya korporat yang dimiliki akan semakin kaya dan kuat karena dibangun melalui strategi antara budaya-budaya kecil yang ada dalam perusahaan.
             Sedangkan Tice dan Berger  dalam Mamiati (2001) memberikan pedoman untuk memperkuat budaya yang ada dari sebuah organisasi, yaitu dengan cara :
1.    Identifikasi elemen-elemen ideologi yang relevan untuk mempertahankan
2.    Sesuaikan ideologi sedikit demi sedikit terhadap kondisi yang berlaku saat ini
3.    Ideologi dan hapuskan disparatis budaya
4.    Artikulasi ideologi tersebut dengan jelas dan terus-menerus
5.    Pastikan bahwa tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan konsisten dengan ideologi tersebut
6.    Gunakan bentuk-bentuk kultural untuk menekankan ideologi.
7.    Tekanan kesinambungan dalam praktek-praktek sosialisasi
8.    Kelola politik dari sub-sub budaya
9.    Kembangkan kepemimpinan, pemelihraaan budaya di semua tingkat.

 I. Budaya Korporat yang Adaptif
            Kotter dan Heskett  memberikan pandangan mengenai budaya korporat yang adaptif adalah budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang akan diasosiasikan dengan kinerja yang superior sepanjang periode waktu yang panjang (Tika, 2006).
Budaya korporat yang adaptif memiliki  manajer di seluruh hirarkhi yang  akan menempatkan kepemimpinan yang memprakarsai perubahan dalam strategi dan taktik kapan saja bila diperlukan untuk memuaskan kepentingan dari bukan saja para pemegang saham atau para pelanggan atau para karyawan melainkan dapat ketiga-tiganya.
            Budaya adaptif menghargai dan mendorong entrepreneurship yang dapat membantu perusahaan beradaptasi pada lingkungan yang berubah dengan cara mengenali dan menggunakan peluang-peluang baru.
            R. Kilman seperti yang dikutip dalam Tika (2006) juga mengemukakan pendapatnya bahwa budaya korporat yang adaptif adalah budaya korporat yang memerlukan pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, keyakinan dan proaktif terhadap kehidupan organisasi dan kehidupan individu. Para anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengidentifikasikan pemecahan masalah.
            Berdasarkan nilai inti pada umumnya, perusahaan adaptif, manajernya sangat peduli terhadap pelanggan, pemegang saham dan karyawan. Mereka juga sangat menghargai orang dan proses yang dapat menciptakan perubahan yang bermanfaat.
 Berdasarkan perilaku umum, pada budaya korporat yang  adaptif, manajer memberi perhatian yang cermat terhadap semua konstituensi mereka khususnya pelanggan dan memprakarsai perubahan bila dibutuhkan untuk melayani  kepentingan mereka yang sah, bahkan walaupun menuntut pengambilan beberapa resiko.



J.    Kesimpulan
Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya dikalangan anggota organisasi, tetapi perlu dibentuk dan dipelajari. Sebab pada dasarnya budaya perusahaan itu adalah sekumpulan nilai-nilai pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama oleh semua anggota perusahaan, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya perusahaan sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi/perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan itu dapat berperan dalam menciptakan jati diri, mengembangkan keikatan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku kerja karyawan.



BAB XII
PENGEMBANGAN ORGANISASI

A. Makna dan Tujuan Pengembangan Organisasi
            Pengembangan organisasi ( organization development ) baik sebagai telaah ilmiah secara teoritis maupun implementasinya dalam praktek manajemen sebuah organisasi.
            Pengembangan organisasi merupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam perbincangan mengenai perilaku organisasi. Hal ini bisa dimaklumi karena manusia, pekerjaan dan lingkungan kerja  atau organisasi di mana manusia berada merupakan tiga hal yang saling berkaitan secara erat, dan dalam pada itu pengembangan organisasi diperlukan tidak lain untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
            Untuk memahami pengertian pengembangan berikut ini akan ditelusuri beberapa pendapat di dalam literature yang relevan dari negara maju dan modern sebagai sumbernya.
            Pengertian pengembangan organisasi menurut Fred Luthan adalah pendekatan modern dalam manajemen terhadap perubahan dan perkembangan organisasi dari sudut Sumber Daya Manusia. Pengertian ini  secara langsung mengarah pada perubahan dan perkembangan organisasi yang hanya dapat terjadi melalui pengembagan Sumber Daya Manusia di lingkungannya masing-masing.
            Pendapat lain disampaikan oleh Warren G. Bennis yang  mengatakan bahwa pengembangan organisasi merupakan respon terhadap perubahan, yang berhubungan dengan segi pendidikan yang kompleks untuk merubah keyakinan, sikap, nilai-nilai dan struktur organisasi, agar mampu mengadaptasi secara baik teknologi baru, perubahan masyarakat yang dilayani, dan tantangan-tantangan di dalam perubahan yang rumit tersebut. Pengertian ini memfokuskan pengembangan organisasi pada kemampuan Sumber Daya Manusia dalam merespon perubahan. Kemampuan itu harus dikembangkan melaui strategi pendidikan bagi SDM yang dimiliki suatu organisasi, yang bertujuan untuk merubah keyakinan, sikap, nilai dan nilai-nilai yang dipedomani dalam bekerja, agar lebih esponsif terhadap berbagai perubahan, termasuk juga dalam menyesuaikan, memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan struktur organisasinya. Hasil pendidikan untuk menciptakan SDM yang lebih responsive itu secara konkrit diwujudkan berupa kemampuan melayani sesuai dengan sifatnya yang dinamis. Bersamaan dengan itu hasil pendidikan itu secara konkrit juga harus meningkatkan kemampuan SDM dalam mengantisipaasi tantangan-tantangan yang bersumber dari berbagai perubahan tersebut.
            Pengertian pengembangan organisasi seperti yang diungkapkan oleh Michael E. Mc Gill dalam Anoraga dan Suyati ( 1995 ) adalah suatu proses sadar dan terencana untuk suatu untuk mengembangkan kemampuan suatu organisasi sehingga mencapai dan mempertahankan suatu tingkat optimum prestasi yang diukur penting dan pantas dikembangkan.
            Pengembangan organisasi mengukur prestasi suatu organisasi dari segi efisiensi, efektifitas, dan kesehatan. Efisiensi dapat diukur dengan perbandingan antara masukan dan keluaran. Rumus umum yang mengarahkan pemikiran akan efisiensi adalah minimaks masukan minimum dan keluaran maksimum. Efektivitas bukan suatu ukuran kuantitatif, seperti efisiensi, tetapi lebih merupakan ukuran kualitatif. Efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya-artinya, sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai ( Anoraga dan Suyati 1995 ). Efektivitas bagi sebagan besar organisasi merupakan urusan “maksi-maks” memaksimumkan pencapaian tujuan.
            Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari sifat dan mutu hubungan antara para individu dan organisasi. Suatu organisasi yang sehat mempunyai tiga ciri penting. Pertama, organisasi itu memadukan tujuan individu dan tujuan keorganisasian secara efektif. Apa yang dikerjakan oleh orang-orang sebagai anggota organisasi sesuai dengan apa yang menurut perasaan mereka harus mereka kerjakan sebagai individu lepas dari organisasi. Kedua, kemampuan individu dan organisasi memecahkan masalah dimaksimumkan. Ada berbagai proses untuk memanfaatkan potensi manusia sepenuhnya, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Akhirnya, suasana mendorong pertumbuhan individu dan keorganisasian. Para individu dan organisasi didorong dan dibantu menemukan dan mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.
            Pengembangan organisasi sangat erat hubungannya dengan perilaku organisasi, dan karenanya juga amat penting bagi pemimpin. Pengembangan organisasi adalah salah satu pendekatan yang sistematik, terpadu dan terencana untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Ia dirancang untuk memecahkan masalah-masalah yang merintangi efisiensi pengeoperasian organisasian pada semua tingkatan. Berbagai masalah tersebut mencakup kurangnya kerja sama, dan kurang cepatnya komunikasi.
            Pengembangan organisasi berkaitan dengan aspek-aspek terapan perilaku organisasi, dan terutama bersangkutan dengan perubahan yang direncanakan  dalam organisasi-organisasi kompleks. Dalam pada itu pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi dan peningkatan prestasi merupakan sasaran utama  dari upaya-upaya pengembangan organisasi. Memang banyak sekali definisi pengembangan organisasi yang disampaikan oleh pakar, diantaranya adalah yang disampaikan oleh Miles dan Schmuck dalam Nimran (2004) yang mendefinisikan pengembangan organisasi sebagai usaha terencana dan berkelanjutan untuk menerapkan ilmu perilaku guna pengembangan sistem dengan menggunakan metode refleksi dan analisis diri.
            Hal  yag terakhir inilah yang akan menjadi pokok bahasan pada bab ini. Karakteristik penting dari pengembangan organisasi menurut definisi di atas akan diuraikan lebih lanjut secara sekilas pada bahasan berikut :
  1. Pengembangan Sistem
Pengembagan organisasi lebih menekankan pada sistem individu sebagai sasaran perubahan. Sistem yang dimaksud disini adalah baik organisasi secara keseluruhan atau hanya sebuah subsistem, misalnya sebuah bagian dalam perusahaan atau sebuah kelompok pekerja. Penekanannya selalu pada peningkatan kemampuan dari sistem untuk mengatasi, serta pada hubungan-hubungan yang ada diantara sub-sub sistem dan antara sistem dengan lingkungan. Memang individu seringkali mendapatkan pandangan dan sikap baru selama proses perubahan berlangsung, akan tetapi kepedulian utama dari perkembangan organisasi, adalah pada hal-hal seperti antara lain : komunikasi organisasi, integrasi tujuan organisasi dan individu, pengembangan iklim saling percaya dalam pengembangan keputusan, dan pengaruh sistem imbalan terhadap semangat kerja.

  1. Metode Refleksi dan Analisis Diri
Pengembangan organisasi melibatkan anggota sistem dalam penilaian, diagnosis, dan transformasi terhadap organisasi sendiri. Mereka lebih banyak terlibat sendiri daripada sekedar menerima diagnosis dan resep yang datang dari pakar luar. Kalaupun ada bantuan yang datang dari luar dalam bentuk konsultasi, mereka sendiri yang lebih banyak berperan untuk menguji kesulitan-kesulitan serta sebab-sebabnya yang mereka hadapi, dan secara aktif berperan di dalam merumuskan tujuan-tujuan pengembangan kelompok keahlian baru, merancang kembali struktur dan prosedur, dan menilai hasil-hasil capaian.

  1. Usaha Terencana dan Berkelanjutan
Pengembangan organisasi meliputi perubahan sengaja direncanakan. Berbeda dalam proyek atau program yang bersifat inovatif, pengembagan organisasi tidak dibatasi oleh periode waktu tertentu. Untuk mengimplementasikan pengembangan organisasi, usaha subsistem organisasi dapat dibentuk dan diserahi tanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas perencanaan, koordinasi dan evaluasi atas proses pembaharuan organisasi yang berlangsung. Dalam pada itu, pengembangan organisasi tergantung sekali pada konsep-konsep dalam ilmu perilaku : utamanya psikologi sosial, disamping psikologi dan sosiologi.
           
            Tujuan umum dari Pengembangan organisasi adalah untuk menerapkan inovasi baru, yang belum didayagunakan di lingkungan sebuah organisasi, sebagai perubahan dan pengembangan yang dapat meningkatkan kemampuan organisasi dalam mewujudkan eksistensinya sebagai organisasi yang semakin sehat/baik dari kondisi sebelumnya.
            Tujuan khusus dari pengembangan organisasi adalah sebagai berikut :
1.    Mengubah dan mengembangkan perspektif organisasi, melalui usaha memperluas wawasan SDM.
2.                                                    Meningkatkan kemampuan mengadaptasi perubahan teknologi
3.                                                    Peningkatan ketrampilan/keahlian dan pengetahuan

B.Teknik-Teknik Pengembangan Organisasi
Teknik pengembagan organisasi pada hakekatnya adalah strategi intervensi yang dapat dipergunakan untuk mengatasi atau memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi atau di dalam melakukan perubahan-perubahan. Sampai sekarang cukup banyak teknik pengembangan organisasi yag telah dikembangkan oleh pakar. Diantara teknik-teknik tersebut, adalah sebagai berikut :
        1. Latihan Kepekaan ( Sensitive Trining )
Latihan kepekaan adalah teknik yang dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dinamika kelompok oleh Kurt Lewin. Dalam kelompok latihan kepekaan, para peserta diarahkan oleh instruktur yang ahli dan terlatih untuk meningkatkan kepekaan dan ketrampilan penanganan hubungan-hubungan antar pribadi.

      2.   Kisi Pengembangan Organisasi ( Grid OD )
Merupakan hasil pengembangan pendekatan manajerial grid dalam kepemimpinan.
 
      3.  Survei Umpan Balik
Pendekatan survei umpan-balik meneliti satuan analisis (yaitu kelompok kerja, bagian atau organisasi secara keseluruhan) dengan menggunakan daftar pertanyaan, observasi, wawancara. Data survei ini digunakan untuk analisis masalah-masalah dan pengembangan rencana-rencana kegiatan tertentu untuk memecahkan berbagai masalah organisasi yang ada.

  1. Konsultasi Proses
Berkaitan dengan proses-proses yang diambil dalam suatu kelompok atau antara kelompok peranan konsultan. Dalam hal ini konsultan dari luar membantu kliennya untuk memahami, mengerti, dan melaksanakan proses yang terjadi dalam lingkungan klien. Bidang-bidang yang dituju konsultasi proses mencakup komunikasi, peranan-peranan fungsional para anggota kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan kelompok, norma dan pertumbuhan kelompok, kepemimpinan dan wewenang, serta proses-proses antar kelompok.

  1. Pembentukan Tim
Pendekatan ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas berbagai macam tim dalam organisasi. Pembentukan tim ini dapat diterapkan baik pada tingkat antara pribadi maupun kelompok.
C. Model Proses Pengembangan Organisasi
            Pada dasarnya pengembagan organisasi adalah suatu pendekatan situasional atau kontingensi untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Meskipun teknik yang digunakan berbeda-beda, prosesnya mencakup tahap-tahap sebagai berikut :
  1. Pengenalan masalah
Misalnya : konflik antar unit-unit organisasi yang ada, semangat kerja rendah, biaya-biaya operasional yang terus meningkat.

  1. Diagnosis organisasional 
Manajer puncak mengundang ahli pengembangan organisasi, lalu keduanya sepakat akan perlunya melakukan diagnosis organisasional, yang diikuti dengan pengumpulan informasi oleh konsultan.

  1. Pengembangan strategi perubahan
Dalam mana konsultan mengemukakan hasil temuannya dan menawarkan sejumlah alternatif, dan disertai petunjuk untuk kemudahan proses pengembangan.

  1. Intervensi
Merupakan langkah yang menyangkut suatu perubahan atas dasar rekomendasi yang diperoleh sebelumnya melalui pengembangan strategi. Bentuknya bisa berupa perubahan struktur organisasi, pembentukan tim yang bertugas untuk meningkatkan semangat karyawan atau tim yang bertanggung jawab untuk penerapan program penekanan biaya.

  1. Pengukuran dan evaluasi
Dilakukan setelah beberapa saat perubahan-perubahan dilaksanakan misalnya tiga bulan atau sesudahnya untuk mengukur efektifitas upaya pengembangan organisasi.

D. Kesimpulan
            Pengembagan organisasi adalah suatu pendekatan yang sistematik, terpadu dan terencana untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Ia dirancang untuk memecahkan masalah-masalah yang merintangi efisiensi pengoperasian organisasi pada semua tingkatan.
            Pengembangan organisasi berkaitan dengan aspek-aspek terapan perilaku organisasi, dan terutama bersangkuatan dengan perubahan yang direncanakan dalam organisasi-organisasi yang kompleks.
            Demikianlah secara sekilas uraian tentang hal-hal pokok di dalam pengembangan organisasi dalam bab ini. Maksudnya tidak lain kecuali sebagai acuan awal untuk keperluan mengidentifikasi, mendiagnosis, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar