BAB XI
BUDAYA ORGANISASI/BUDAYA KORPORAT
A.
Pendahuluan
Budaya organisasi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan internal organisasi,
karena keragaman budaya yang ada dalam suatu organisasi sama banyaknya dengan jumlah
individu yang ada di dalam organisasi. Umumnya suatu budaya organisasi sangat
dipengaruhi oleh lingkungan eksternal organisasi.
Secara garis besar, salah satu aspek
kepuasan kerja diperlihatkan dari ukuran respond dan sikap terhadap lingkungan
kerja. Karena lingkungan kerja merupakan unsur budaya organisasi/budaya
korporat yang telah disepakati bersama menjadi suatu ciri budaya diantara
sesama karyawan.
B. Pengertian Budaya
Istilah budaya (culture)
mula-mula datang dari antropologi sosial, studi diakhir abad ke sembilan belas
dan awal abad kedua puluh tentang masyarakat “primitif”- Eskimo, Laut Selatan Afrika, penduduk asli Amerika
menyingkapkan cara hidup yang tidak hanya berbeda dari bagian Amerika dengan
Eropa yang sudah lebih dulu maju secara teknologi, tetapi juga sering sangat
berbeda diantara mereka sendiri. Konsep tentang budaya dengan demikian
dipercaya untuk menggambarkan, dalam pengertian yang sangat luas dan umum,
kualitas kelompok khusus manusia maupun yang melintas dari satu generasi ke
generasi berikut (Kotter dan Heskett, 1997).
Hofstede
(1983) mendefinisikan budaya sebagai pemrograman mental kolektif orang-orang
dalam suatu lingkungan. Kilam Saxton dan Serpa dalam Nimran (2004) yang dikutip
oleh Rizal (1999) menyatakan “Culture can be defined as the shared philoshopies,
ideologies, values, assumption, expectation, attitudes and norm that knit a
community together” (budaya dapat didefinisikan sebagai
serangkaian falsafah, ideologi, nilai, asumsi, harapan, sikap, dan norma yang
dimiliki bersama yang mengikat suatu masyarakat).
Menurut
J.W. Symington (dalam Gibson et el. 1986) budaya sebagai sedemikian
kompleks meliputi kepercayaan, pengetahuan, seni, hukum, moral, adat istiadat
dan kemampuan serta kebiasaan lain yang dibutuhkan oleh seseorang sebagai
anggota masyarakat. Menurut Kroeber & Kluchom (dalam Gibson et el. 1986), budaya mengandung pola eksplisit maupun implisit
dari dan untuk perilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan hasil kelompok manusia
secara berbeda termasuk benda-benda ciptaan manusia. Inti utama dari budaya
terdiri dari ide tradisional (terus-menerus dan terseleksi) dan tertanam pada
nilai yang menyertai.
Dari
berbagai pendapat tersebut di atas,
dapat disimpulkan budaya memiliki karakteristik seperti :
1. Mempelajari
Budaya diperlukan dan diwujudkan dalam
belajar observasi dan pengalaman.
2. Saling berbagi
Individu dalam kelompok, keluarga dan
masyarakat saling berbagi budaya.
3. Transgenerasi
Merupakan komulatif dan melampaui
generasi satu ke generasi lain.
4. Persepsi pengaruh
Membentuk perilaku dan struktur
bagaimana seseorang menilai dunia.
5. Adaptasi
Budaya didasarkan pada kapsitas
seseorang berubah atau beradaptasi.
6. Orientasi budaya suatu masyarakat mencerminkan interaksi
dari lima karakteristik tersebut. Individu suatu masyarakat mengekspresikan
budaya dan karakteristik melalui nilai-nilai kehidupan dan lingkungan
sekitarnya.
Nilai (kepercayaan) yang berlaku umum
yang didefinisikan apa yang benar dan salah atau menspesifikasikan preferensi
umum atau sebaliknya mempengaruhi sikap individu mengenai bentuk perilaku yang
dipertimbangkan lebih efektif dalam situasi tertentu.
C. Pengertian
Korporat
Istilah corporate ( korporat ) dari segi etimologis
merupakan turunan dari bahasa Latin corpus yang
berarti sekumpulan peraturan dan undang-undang dan erate yang berarti sesuatu yang dihargai atau dipatuhi. Corporate secara harfiah berkenan dengan sesuatu yang diakui oleh
undang-undang. Dalam pengertian modern, corporate
dimaknakan sebagai sesuatu yang berbadan hukum. Dalam bahasa Indonesia, ia
diartikan sebagai perusahaan atau korporat.
Istilah corporate
lebih sempit dari istilah firm yang dibahasa Indonesiakan sebagai
firma. Firm diartikan sebagai suatu bentuk
kumpulan saja yang tidak selalu harus berbadan hukum. Dalam perkembangan
selanjutnya, istlah corporate dimaknakan menjadi korporat untuk
membedakannya dengan makna firma.
Ketika mendengar kata korporat, pemahaman kita
akan tertuju pada suatu organisasi bisnis berukuran raksasa yang menjangkau
semua lapangan usaha. Pikiran ini ada benarnya karena nyatanya sebagian besar
organisasi bisnis raksasa yang sering disebut sebagai konglomerasi itu memang
mengantongi status badan hukum. Namun,
pemikiran ini dapat dikatakan salah ketika banyak organisasi bisnis berbadan
hukum yang ternyata hanya berukuran kecil atau menengah. Mereka hanya menguasai
pangsa pasar yang terbatas dan tidak lebih besar dari bentuk-bentuk
konglomerasi bisnis. Aset mereka pun tidak besar. Pada kenyataannya, istilah
korporat telah mengalami penyusutan makna. Sekarang istilah korporat
diasosiasikan dengan perusahaan besar.
Besarnya ukuran perusahaan yang dinilai
dari total aset, investasi, perputaran modal, alat produksi, jumlah pegawai,
keluasan jaringan usaha, penguasaan pasar, output produksi, besaran nilai
tambah, besaran pajak terbayarkan, dan seterusnya itu ternyata menjadi bayangan
akan kenyataan bahwa korporat memang identik dengan perusahaan besar. Meskipun
demikian, dalam skala terbatas, konsep korporat pun juga melekat pada
perusahaan menengah bahkan yang kecil sekalipun, yaitu ketika
perusahaan-perusahaan berskala menengah dan kecil itu memainkan sebuah peranan
yang strategis .
Peranannya menjadi strategis ketika
perusahaan tersebut bergerak dalam suatu bidang bisnis yang jumlah pelakunya
sangat sedikit. Di Indonesia, perusahaan semacam ini misalnya PT. Pegadaian.
Omsetnya kecil, tetapi kehadirannya dibutuhkan oleh banyak pelanggan, dan ini
yang penting bahkan merupakan satu-satunya perusahaan berbadan hukum perseroan
terbatas yang bergerak di bidang jasa keuangan melalui prinsip pegadaian.
Peranan strategis biasanya dilihat dari
peran perusahaan dalam pasar. Pada akhirnya, istilah korporat tidak dikaitkan
lagi dengan perusahaan besar saja (Moeljono, 2005 ). Istilah korporat menjadi
penting ketika banyak organisasi bisnis berbadan hukum yang berskala hukum,
yang berskala besar biasanya mengalami
berbagai macam masalah perusahaan, baik yang bersifat internal maupun eksternal
(Moeljono, 2005). Permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan banyak hal,
mulai dari masalah kepegawaian hingga masalah menghadapi ambang kepailitan.
D. Pengertian
Budaya Organisasi/ Korporat
Istilah budaya organisasi atau budaya korporat merupakan
terjemahan dari corporate culture (Deal & Kennedy,1982 :Charles Hampden-Turner,1990 ;
Kotter & Heskett, 1997), yang sedang disebut juga sebagai organizational
culture (Schein, 1997). Minat terhadap budaya perusahaan muncul
pada saat timbul kesadaran bahwa kerangka kerja organisasi, seperti teknologi,
sistem, struktur, strategi dan gaya kepemimpinan serta karyawan tidak dapat
dipisahkan dari landasan nilai-nilai yang hidup dan dihayati. Arti rasionalitas
organisasi dalam mengejar tujuan bersama tidak lepas dari possisi sentral
martabat manusia (Harjana, 1995).
Ada
banyak jalan untuk menggambarkan budaya perusahaan, sebab dipengaruhi oleh
faktor seperti industri di mana perusahaan beroperasi, lokasi geografis, peristiwa
yang sudah terjadi selama sejarahnya, kepribadian karyawannya, dan pola
interaksi mereka. Sebagian dari definisi yang ditawarkan meliputi ”suatu
kerangka teori terdiri dari sikap, nilai-nilai , norma-norma tingkah laku,
perasaan dan pola perilaku” dan “pola pengaturan, perilaku atau material yang
telah diadopsi oleh suatu masyarakat (korporasi, kelompok atau regu) sebagai
cara yang diterima untuk memecahkan problems”
(Et Ahmed al., dalam Sadri and Lees, 2002)
William
M.Mercer (dalam Dessler, 1996) merumuskan budaya organisasi sebagai “suatu
ekspresi kombinasi pengaruh dari keyakinan dasar organisasi, nilai-nilai,
harapan dan pola tindakan tertentu”. Menurut Goldstein dalam Dessler, (1996),
budaya organisasi adalah “totalitas pola perilaku dan karakteristik pola
pemikiran dari karyawan suatu organisasi, keyakinan, pelayanan, perilaku dan
tindakan karyawan”.
Berdasarkan pendapat di atas
menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan termasuk dalam budaya organisasi. Salah
satu elemen budaya organisasi adalah kinerja karyawan yang menonjol dianggap
penting dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi mengacu pada pandangan
hidup dalam suatu organisasi (Hatch, 1997). Untuk menjelaskan suatu mekanisme
yang mengintegrasikan individu dalam suatu organisasi Tricer dan Bayer dalam
Peterson and Smith (2000) menggunakan istilah ideologi yang sama dengan budaya
organisasi. Griffin & Ebert ( dalam Nirman, 2004) menyebutkan budaya
korporat sebagai “pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang
menjadi ciri organisasi”.
Dari
semua definisi budaya korporat diatas, secara umum dapat ditetapkan bahwa
budaya berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikap dan keyakinan. Dapat
dikatakan pula bahwa jantung dari suatu organisasi adalah sikap, keyakinan,
kebiasaan dan harapan dari seluruh individu anggota organisasi mulai dari
puncak pimpinan sampai ke front lines, sehingga tidak ada aktifitas yang
dapat melepaskan dari dari budaya
(Hofstede, 1984).
Bila
kita mengatakan bahwa suatu kelompok, organisasi atau negara mempunyai
karakteristik budaya tertentu, bukan berarti semua orang dalam kelompok,
organisasi atau negara tersebut mempunyai budaya yang seragam. Orang dalam
suatu budaya tidak semuanya mempunyai susuan yang indetik mengenai artifak,
norma, nilai dan asumsi.
E. Fungsi Budaya
Korporat
Secara
eksplisit suatu budaya korporat yang sangat kuat dapat dikaitkan dengan tingkat
keluarnya karyawan yang menurun. Kita tidak mengatakan budaya korporat itu baik
atau buruk, kita hanya mengatakan bahwa budaya korporat itu ada. Banyak fungsi dari budaya korporat,
seperti diikhtisarkan, bernilai untuk organisasi maupun karyawan. Budaya
korporat meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi dari
perilaku karyawan. Jelas hal ini akan memberi manfaat kepada suatu organisasi.
Budaya korporat memberitahu para karyawan apa
dan bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting. Namun kita tidak
boleh mengabaikan aspek budaya korporat yang potensial bersifat disfungsional,
teristimewa budaya korporat yang kuat pada keefektifan suatu organisasi.
Budaya
korporat melakukan sejumlah fungsi di
dalam sebuah organisasi ( Robbin, 2001), yaitu :
1. Budaya korporat berperan menetapkan tapal batas, artinya
budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara suatu organisasi dan organisasi
lain.
2. Membawa suatu rasa identitas bagi anggota organisasi
3. Budaya korporat mempermudah timbulnya komitmen pada suatu
yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang
4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya korporat merupakan
perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan standar yang
tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan
5. Budaya korporat berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna
dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Dalam beradaptasi dengan lingkungan
eksternal dan mempertahankan kelangsungan hidupnya, serta dalam melakukan
integrasi internal, budaya korporat melakukan sejumlah fungsi sebagaimana yang
dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel. Fungsi Budaya Korporat
No.
|
Adaptasi Eksternal
|
Integrasi Internal
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Misi dan strategi. Menghasilkan suatu pengertian bersama
tentang misi utama, tugas pokok, fungsi yang nampak dan tersembunyi.
Tujuan. Mengembangkan konsensus tentang tujuan yang
dijabarkan dari misi utama.
Cara. Mengembangkan konsensus tentang cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan seperti struktur organisasi, pembagian tugas, sistem
imbalan dari sistem kewenangan.
Ukuran. Mengembangkan konsensus tentang kriteria dalam
mengukur tentang seberapa baik yang dilakukan kelompok dalam pencapaian
tujuuan,seperti informasi dari sistem kepegawaian.
Koreksi. Mengembangkan konsensus
tentang perbaikan yang tepat dari strategi yang akan digunakan bila tujuan
tidak tercapai.
|
Bahasa bersama dan kategori konsep.
Bila karyawan tidak dapat berkomunikasi dan saling memahami satu sama lain,
suatu kelompok sulit untuk didefinisikan.
Batas dan kriteria kelompok. Salah
satu bidang yang sangat penting dari budaya adalah konsensus bersama tentang
siapa yang termasuk dalam kriteria untuk menentukan keanggotaan
Kekuasaan dan status. Setiap
organisasi harus bekerja dengan susunan kekuasaan, kriteria dan aturan
tentang bagaimana karyawan mendapatkan, memelihara dan kehilangan kekuasaan,
konsensus dalam bidang ini penting untuk membantu karyawan mengendalikan
perasaan agresi
Keakraban, persahabatan dan kasih
sayang. Setiap organisasi harus bekerja dengan aturan main tentang hubungan
antar rekan kerja, hubungan antar karyawan yang berbeda jenis kelamin, dan
cara keterbukaan dan keakraban ditangani dalam konteks pengaturan tugas-tugas
organisasi.
Imbalan dan sanksi. Setiap karyawan
harus mengetahui tentang perilaku yang benar dan salah, mendapatkan imbalan
tentang milik, status dan kekuasaan, serta mendapatkan sanksi dalam bentuk
tidak memperoleh imbalan dan akhirnya pengucilan ideologi. Setiap orang,
seperti halnya setiap masyarakat, menghadapi peristiwa yang tidak dapat
dijelaskan dan tidak dapat dipahami, yang harus diberi makna sehingga
karyawan dapat menanggapinya dan menghindari kebingungan dalam menghadapi
peristiwa yang tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat dikontrol.
|
F. Pentingnya Memahami Budaya Korporat
Ada alasan yang sangat kuat mengapa kita perlu memahami
budaya korporat seperti yang dikutip dari Susanto ( 2004 ).
1. Budaya korporat yang kuat akan menjadi pengungkit yang akan
membantu anggota korporat melakukan tugasnya secara lebih baik.
2. Budaya korporat adalah sebuah sistem aturan informal yang
mengemukakan bagaimana sebaiknya anggota organisasi bersikap dalam
kesehariannya.
3. Budaya organisasi yang kuat memungkinkan anggota organisasi
untuk merasakan secara lebih baik apa yang mereka lakukan sehingga mempunyai
motivasi lebih besar untuk bekerja dengan lebih giat.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah
seluruh sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi harus dapat memahami
secara benar budaya korporat yang ada. Pemahaman ini sangat erat hubungannya dengan
perencanaan strategis dan taktis ataupun implementasinya.
Dalam membuat rencana pemasaran,
misalnya, Departemen Pemasaran harus mendasarkan pada budaya korporat yang ada
untuk merumuskan rencana kegiatannya. Demikian pula halnya dengan penentuan
segmentasi, positioning dan sasaran pasar. Keselarasan antara sumber daya
manusia, budaya korporat, dan aktivias organisasi sangat menentukan
keberhasilan organisasi.
G. Tingkatan Budaya Korporat
Dalam mempelajari budaya korporat dapat dikelompokkan dalam
4 (empat) pendekatan ( Robert & Hunt, 1994 ), adalah : Kelompok pertama
yaitu beberapa sarjana memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan,
nilai-nilai dalam organisasi dan kelompok kerja. Kelompok kedua tertarik
mengenai mitos, cerita dan bahasa sebagai manifestasi budaya korporat. Ketiga memandang tata cara dan seremonial sebagai
manifestasi budaya korporat. Dari kelompok keempat mempelajari interaksi antar
anggota darn simbol-simbol. Adapun Schein dalam Hatch ( 1997 ) menyatakan bahwa
budaya organisasi ditemukan dalam tiga tingkatan seperti tampak pada
Gambar berikut ini :
|
Struktur dan Proses
Organisasi Yang Tampak
Strategi,
Tujuan, dan Filosofi
Dasar Organisasi
|
Nilai-nilai, Persepsi, Pemikiran, dan Perasaan yang bersifat Taken for
Granted
Sumber : Moeljono, 2004
Gambar 4
Tiga Tingkatan
Budaya Korporat Versi Teori Schein
1. Artifak
Dimana budaya korporat
bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan, misalnya
lingkungan, fisik organisasi, teknologi, cara berpakaian dan lain-lain.
Analisis pada tingkat ini cukup rumit karena mudah diperoleh tetapi sulit
ditafsirkan.
2. Nilai
Memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada
artifak. Nilai ini sulit diamati secara langsung, oleh karenanya seringkali
perlu untuk menyimpulkan melalui wawancara dengan anggota kunci organisasi atau
menganalisis kandungan artifak seperti dokumen.
3. Asumsi dasar,
Merupakan bagian penting dari budaya korporat. Asumsi ini
merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula sebagai nilai-nilai tersebut
masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak.
Mengacu kepada ketiga tingkatan
asumsi dasar yang membentuk budaya korporat, Schein memberikan beberapa asumsi
dasar yang membentuk budaya korporat. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan
sebagai alat untuk menilai budaya korporat , karena asumsi menunjukkan apa yang
dipercaya oleh anggota sebagai kenyataan dan karenanya mempengaruhi apa yang
mereka pahami, pikirkan dan rasakan ( Hatch, 1997 ). Kelima asumsi dasar
tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Keterkaitan
dengan Lingkungan.
Aspek ini mengamati asumsi yang lebih
mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan. Dapat dinilai
dengan bagaimana anggota-anggota kunci organisasi memandang hubungan tersebut.
Terdapat 3 (tiga) dimensi dari aspek ini, yaitu :
a. Bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat
yang mana hal ini dapat dilihat dari jenis produk yang dihasilkan atau cara
pelayanan yang diberikan, atau dimana pasar utamanya, atau segmentasi pelanggan
yang dibidik.
b. Apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan
dengan organisasi, apakah lingkungan
ekonomi, politik, teknologi, sosial budaya atau lainnya.
c. Apa pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap
lingkungannya, apakah organisasi mendominasi, atau didominasi oleh atau
seimbang dengan lingkungan tersebut.
2. Hakekat
Realitas dan Kebenaran
Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi
tentang kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil dan
mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan dan
apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan. Terdapat 4 (empat) kriteria
dimensi, yaitu :
a. Realitas fisik yang menyangkut persoalan kriteria objektif
atau fakta.
b. Realitas
sosial yang mempersoalkan konsensus atas opini, kebiasaan, dogma dan
prinsip.
c. Realitas subjektif yang mempersoalkan pengalaman subjektif
atas pendapat, kecenderungan dan cita rasa pribadi.
d. Kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu
seharusnya ditentukan, apakah oleh
tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang bijak atau yang berwenang,
proses hukum, revolusi konflik, uji coba atau pengujian ilmiah.
3. Hakekat
Sifat Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota organisasi
tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut yang dianggap
intrinsik atau puncak. Terdapat 2 (dua) dimensi dari aspek ini, yaitu :
a. Tentang
sifat dasar manusia, yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik, buruk atau netral.
b. Mengenai
perubahan sifat tersebut, yaitu apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat
berubah dan disempurnakan.
4. Hakekat
Aktivitas Manusia .
Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi
tentang hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi
mengenai realitas, lingkungan, dan sifat manusia, apakah ia harus aktif, pasif,
pengembangan pribadi atau lainnya. Apa yang dimaksud dengan kerja dan apakah
yang dimaksud dengan bermain. Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental
manusia terhadap lingkungan, yaitu proaktif, reaktif dan harmoni.
5. Hakekat
Hubungan Antar Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang
dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk
mendistribusikan kekuasaan atau cinta. Apakah hidup ini kooperatif atau
kompetitif, individualistik, kolaboratif kelompok atau komunal. Terdapat 2
(dua) dimensi pada aspek ini, yaitu :
a. Struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif
linealitas, kolateralitas atau
individualitas.
b. Struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi
otokrasi, paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegalitas.
H. Upaya Memelihara dan Memperkuat Budaya Korporat
Budaya
korporat yang terbentuk dan ingin dikembangkan serta diperkuat atau bahkan
ingin dirubah, memerlukan praktek yang dapat membantu menyatupadukan nilai
budaya karyawan dengan nilai budaya organisasi agar terjadi penerimaan nilai
inti dan menjamin bahwa budaya korporat
memelihara dirinya. Praktek tersebut dilakukan melalui induksi (
Kempton, 1995 ) atau sosialisasi, yaitu proses meneruskan atau mentransmisikan
budaya korporat (Roberts et.el.l 1994). Proses yang mengadaptasikan
karyawan pada budaya korporat (Robbins, 2001).
Untuk
memelihara budaya korporat, langkah-langkah penting yang harus dilakukan menurut Susanto (2004) adalah :
1. Pimpinan perusahaan senantiasa mendorong para manajer dan
karyawan untuk mengimplementasikan budaya korporatnya dalam setiap peristiwa
penting, terutama yang bersifat ritual.
2. Pimpinan perusahaan memberikan keteladanan, apalagi dalam
budaya yang bersifat paternalistik yang menempatkan pimpinan sebagai tokoh
sentral. Manajer sebagai pimpinan sebuah unit kerja (bagian/departemen/divisi) pada hakikatnya
juga merupakan figur sentral bagi unit kerja
yang dipimpinnya.
3. Perusahaan memperhitungkan keselarasan antara budaya dominan
dan budaya kecil. Budaya kecil harus diakui keberadaannya dan memberikan
apresiasi untuk memperkaya budaya dominan.
4. Pimpinan perusahaan dan para manajer memberikan bimbingan
kepada kelompok yang memiliki budaya kecil tertentu agar dapat memahami dan
mentolerir kelompok lain yang budaya kecilnya berbeda, dan berusaha membantu
memecahkan masalah yang dihadapinya.
5. Pimpinan perusahaan dan para manajer senantiasa memberikan
penjelasan dan menekankan bahwa budaya korporat yang dimiliki akan semakin kaya
dan kuat karena dibangun melalui strategi antara budaya-budaya kecil yang ada
dalam perusahaan.
Sedangkan Tice dan Berger dalam Mamiati (2001) memberikan pedoman untuk
memperkuat budaya yang ada dari sebuah organisasi, yaitu dengan cara :
1. Identifikasi
elemen-elemen ideologi yang relevan untuk mempertahankan
2. Sesuaikan
ideologi sedikit demi sedikit terhadap kondisi yang berlaku saat ini
3. Ideologi
dan hapuskan disparatis budaya
4. Artikulasi
ideologi tersebut dengan jelas dan terus-menerus
5. Pastikan
bahwa tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan konsisten dengan ideologi
tersebut
6. Gunakan
bentuk-bentuk kultural untuk menekankan ideologi.
7. Tekanan kesinambungan dalam praktek-praktek sosialisasi
8. Kelola politik dari sub-sub budaya
9. Kembangkan kepemimpinan, pemelihraaan budaya di semua
tingkat.
I. Budaya Korporat
yang Adaptif
Kotter dan Heskett memberikan pandangan mengenai budaya korporat
yang adaptif adalah budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang akan diasosiasikan dengan kinerja
yang superior sepanjang periode waktu yang panjang (Tika, 2006).
Budaya korporat yang adaptif
memiliki manajer di seluruh hirarkhi
yang akan menempatkan kepemimpinan yang
memprakarsai perubahan dalam strategi dan taktik kapan saja bila diperlukan
untuk memuaskan kepentingan dari bukan saja para pemegang saham atau para
pelanggan atau para karyawan melainkan dapat ketiga-tiganya.
Budaya
adaptif menghargai dan mendorong entrepreneurship yang dapat
membantu perusahaan beradaptasi pada lingkungan yang berubah dengan cara
mengenali dan menggunakan peluang-peluang baru.
R.
Kilman seperti yang dikutip dalam Tika (2006) juga mengemukakan pendapatnya
bahwa budaya korporat yang adaptif adalah budaya korporat yang memerlukan
pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, keyakinan dan proaktif
terhadap kehidupan organisasi dan kehidupan individu. Para anggota secara aktif
mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan
mengidentifikasikan pemecahan masalah.
Berdasarkan
nilai inti pada umumnya, perusahaan adaptif, manajernya sangat peduli terhadap
pelanggan, pemegang saham dan karyawan. Mereka juga sangat menghargai orang dan
proses yang dapat menciptakan perubahan yang bermanfaat.
Berdasarkan perilaku umum, pada budaya
korporat yang adaptif, manajer memberi
perhatian yang cermat terhadap semua konstituensi mereka khususnya pelanggan
dan memprakarsai perubahan bila dibutuhkan untuk melayani kepentingan mereka yang sah, bahkan walaupun
menuntut pengambilan beberapa resiko.
J.
Kesimpulan
Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya dikalangan anggota organisasi,
tetapi perlu dibentuk dan dipelajari. Sebab pada dasarnya budaya perusahaan itu
adalah sekumpulan nilai-nilai pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama
oleh semua anggota perusahaan, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya perusahaan sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya
suatu organisasi/perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya
perusahaan itu dapat berperan dalam menciptakan jati diri, mengembangkan
keikatan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku kerja
karyawan.
BAB XII
PENGEMBANGAN ORGANISASI
A. Makna dan Tujuan Pengembangan
Organisasi
Pengembangan
organisasi ( organization development ) baik sebagai telaah ilmiah
secara teoritis maupun implementasinya dalam praktek manajemen sebuah
organisasi.
Pengembangan
organisasi merupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam perbincangan
mengenai perilaku organisasi. Hal ini bisa dimaklumi karena manusia, pekerjaan
dan lingkungan kerja atau organisasi di
mana manusia berada merupakan tiga hal yang saling berkaitan secara erat, dan
dalam pada itu pengembangan organisasi diperlukan tidak lain untuk meningkatkan
efektivitas organisasi.
Untuk memahami pengertian pengembangan berikut ini akan
ditelusuri beberapa pendapat di dalam literature yang relevan dari negara maju
dan modern sebagai sumbernya.
Pengertian pengembangan organisasi menurut Fred Luthan
adalah pendekatan modern dalam manajemen terhadap perubahan dan perkembangan
organisasi dari sudut Sumber Daya Manusia. Pengertian ini secara langsung mengarah pada perubahan dan perkembangan
organisasi yang hanya dapat terjadi melalui pengembagan Sumber Daya Manusia di
lingkungannya masing-masing.
Pendapat lain disampaikan oleh Warren G. Bennis yang mengatakan bahwa pengembangan organisasi
merupakan respon terhadap perubahan, yang berhubungan dengan segi pendidikan yang
kompleks untuk merubah keyakinan, sikap, nilai-nilai dan struktur organisasi,
agar mampu mengadaptasi secara baik teknologi baru, perubahan masyarakat yang
dilayani, dan tantangan-tantangan di dalam perubahan yang rumit tersebut.
Pengertian ini memfokuskan pengembangan organisasi pada kemampuan Sumber Daya
Manusia dalam merespon perubahan. Kemampuan itu harus dikembangkan melaui
strategi pendidikan bagi SDM yang dimiliki suatu organisasi, yang bertujuan
untuk merubah keyakinan, sikap, nilai dan nilai-nilai yang dipedomani dalam
bekerja, agar lebih esponsif terhadap berbagai perubahan, termasuk juga dalam
menyesuaikan, memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan struktur
organisasinya. Hasil pendidikan untuk menciptakan SDM yang lebih responsive itu
secara konkrit diwujudkan berupa kemampuan melayani sesuai dengan sifatnya yang
dinamis. Bersamaan dengan itu hasil pendidikan itu secara konkrit juga harus
meningkatkan kemampuan SDM dalam mengantisipaasi tantangan-tantangan yang
bersumber dari berbagai perubahan tersebut.
Pengertian pengembangan organisasi seperti yang
diungkapkan oleh Michael E. Mc Gill dalam Anoraga dan Suyati ( 1995 ) adalah
suatu proses sadar dan terencana untuk suatu untuk mengembangkan kemampuan
suatu organisasi sehingga mencapai dan mempertahankan suatu tingkat optimum
prestasi yang diukur penting dan pantas dikembangkan.
Pengembangan organisasi mengukur prestasi suatu
organisasi dari segi efisiensi, efektifitas, dan kesehatan. Efisiensi dapat
diukur dengan perbandingan antara masukan dan keluaran. Rumus umum yang
mengarahkan pemikiran akan efisiensi adalah minimaks masukan minimum dan
keluaran maksimum. Efektivitas bukan suatu ukuran kuantitatif, seperti
efisiensi, tetapi lebih merupakan ukuran kualitatif. Efektifitas adalah suatu tingkat
prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya-artinya, sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan dapat dicapai ( Anoraga dan Suyati 1995 ). Efektivitas bagi
sebagan besar organisasi merupakan urusan “maksi-maks” memaksimumkan pencapaian
tujuan.
Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari sifat dan
mutu hubungan antara para individu dan organisasi. Suatu organisasi yang sehat
mempunyai tiga ciri penting. Pertama, organisasi itu memadukan tujuan individu
dan tujuan keorganisasian secara efektif. Apa yang dikerjakan oleh orang-orang
sebagai anggota organisasi sesuai dengan apa yang menurut perasaan mereka harus
mereka kerjakan sebagai individu lepas dari organisasi. Kedua, kemampuan
individu dan organisasi memecahkan masalah dimaksimumkan. Ada berbagai proses
untuk memanfaatkan potensi manusia sepenuhnya, baik sebagai individu maupun
sebagai kelompok. Akhirnya, suasana mendorong pertumbuhan individu dan
keorganisasian. Para individu dan organisasi didorong dan dibantu menemukan dan
mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.
Pengembangan organisasi sangat erat hubungannya dengan
perilaku organisasi, dan karenanya juga amat penting bagi pemimpin.
Pengembangan organisasi adalah salah satu pendekatan yang sistematik, terpadu
dan terencana untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Ia dirancang untuk
memecahkan masalah-masalah yang merintangi efisiensi pengeoperasian
organisasian pada semua tingkatan. Berbagai masalah tersebut mencakup
kurangnya kerja sama, dan kurang cepatnya komunikasi.
Pengembangan organisasi berkaitan
dengan aspek-aspek terapan perilaku organisasi, dan terutama bersangkutan
dengan perubahan yang direncanakan dalam
organisasi-organisasi kompleks. Dalam pada itu pengembangan sumber daya manusia
dalam organisasi dan peningkatan prestasi merupakan sasaran utama dari upaya-upaya pengembangan organisasi.
Memang banyak sekali definisi pengembangan organisasi yang disampaikan oleh
pakar, diantaranya adalah yang disampaikan oleh Miles dan Schmuck dalam Nimran (2004)
yang mendefinisikan pengembangan organisasi sebagai usaha terencana dan
berkelanjutan untuk menerapkan ilmu perilaku guna pengembangan sistem dengan
menggunakan metode refleksi dan analisis diri.
Hal
yag terakhir inilah yang akan menjadi pokok bahasan pada bab ini.
Karakteristik penting dari pengembangan organisasi menurut definisi di atas
akan diuraikan lebih lanjut secara sekilas pada bahasan berikut :
- Pengembangan
Sistem
Pengembagan
organisasi lebih menekankan pada sistem individu sebagai sasaran perubahan.
Sistem yang dimaksud disini adalah baik organisasi secara keseluruhan atau
hanya sebuah subsistem, misalnya sebuah bagian dalam perusahaan atau sebuah
kelompok pekerja. Penekanannya selalu pada peningkatan kemampuan dari sistem
untuk mengatasi, serta pada hubungan-hubungan yang ada diantara sub-sub sistem
dan antara sistem dengan lingkungan. Memang individu seringkali mendapatkan
pandangan dan sikap baru selama proses perubahan berlangsung, akan tetapi
kepedulian utama dari perkembangan organisasi, adalah pada hal-hal seperti antara
lain : komunikasi organisasi, integrasi tujuan organisasi dan individu,
pengembangan iklim saling percaya dalam pengembangan keputusan, dan pengaruh
sistem imbalan terhadap semangat kerja.
- Metode Refleksi dan Analisis Diri
Pengembangan organisasi melibatkan anggota sistem
dalam penilaian, diagnosis, dan transformasi terhadap organisasi sendiri.
Mereka lebih banyak terlibat sendiri daripada sekedar menerima diagnosis dan
resep yang datang dari pakar luar. Kalaupun ada bantuan yang datang dari
luar dalam bentuk konsultasi, mereka sendiri yang lebih banyak berperan untuk
menguji kesulitan-kesulitan serta sebab-sebabnya yang mereka hadapi, dan secara
aktif berperan di dalam merumuskan tujuan-tujuan pengembangan kelompok keahlian
baru, merancang kembali struktur dan prosedur, dan menilai hasil-hasil capaian.
- Usaha
Terencana dan Berkelanjutan
Pengembangan organisasi meliputi perubahan sengaja
direncanakan. Berbeda dalam proyek atau program yang bersifat inovatif,
pengembagan organisasi tidak dibatasi oleh periode waktu tertentu. Untuk
mengimplementasikan pengembangan organisasi, usaha subsistem organisasi dapat
dibentuk dan diserahi tanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas
perencanaan, koordinasi dan evaluasi atas proses pembaharuan organisasi yang berlangsung.
Dalam pada itu, pengembangan organisasi tergantung sekali pada konsep-konsep
dalam ilmu perilaku : utamanya psikologi sosial, disamping psikologi dan
sosiologi.
Tujuan umum dari Pengembangan
organisasi adalah untuk menerapkan inovasi baru, yang belum didayagunakan di
lingkungan sebuah organisasi, sebagai perubahan dan pengembangan yang dapat
meningkatkan kemampuan organisasi dalam mewujudkan eksistensinya sebagai
organisasi yang semakin sehat/baik dari kondisi sebelumnya.
Tujuan khusus dari pengembangan
organisasi adalah sebagai berikut :
1.
Mengubah dan mengembangkan perspektif organisasi, melalui
usaha memperluas wawasan SDM.
2.
Meningkatkan kemampuan mengadaptasi perubahan teknologi
3.
Peningkatan ketrampilan/keahlian dan pengetahuan
B.Teknik-Teknik
Pengembangan Organisasi
Teknik pengembagan organisasi pada hakekatnya adalah strategi intervensi
yang dapat dipergunakan untuk mengatasi atau memecahkan masalah yang dihadapi
oleh organisasi atau di dalam melakukan perubahan-perubahan. Sampai sekarang cukup
banyak teknik pengembangan organisasi yag telah dikembangkan oleh pakar. Diantara teknik-teknik
tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Latihan Kepekaan ( Sensitive
Trining )
Latihan
kepekaan adalah teknik yang dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dinamika
kelompok oleh Kurt Lewin. Dalam kelompok latihan kepekaan, para peserta
diarahkan oleh instruktur yang ahli dan terlatih untuk meningkatkan kepekaan
dan ketrampilan penanganan hubungan-hubungan antar pribadi.
2.
Kisi Pengembangan Organisasi ( Grid OD )
Merupakan hasil
pengembangan pendekatan manajerial grid dalam kepemimpinan.
3.
Survei Umpan Balik
Pendekatan
survei umpan-balik meneliti satuan analisis (yaitu kelompok kerja, bagian atau
organisasi secara keseluruhan) dengan menggunakan daftar pertanyaan, observasi,
wawancara. Data survei ini digunakan untuk analisis masalah-masalah dan
pengembangan rencana-rencana kegiatan tertentu untuk memecahkan berbagai
masalah organisasi yang ada.
- Konsultasi
Proses
Berkaitan
dengan proses-proses yang diambil dalam suatu kelompok atau antara kelompok
peranan konsultan. Dalam hal ini konsultan dari luar membantu kliennya untuk
memahami, mengerti, dan melaksanakan proses yang terjadi dalam lingkungan
klien. Bidang-bidang yang dituju konsultasi proses mencakup komunikasi,
peranan-peranan fungsional para anggota kelompok, pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan kelompok, norma dan pertumbuhan kelompok, kepemimpinan
dan wewenang, serta proses-proses antar kelompok.
- Pembentukan
Tim
Pendekatan ini
bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas berbagai macam
tim dalam organisasi. Pembentukan tim ini dapat diterapkan baik pada tingkat
antara pribadi maupun kelompok.
C. Model Proses
Pengembangan Organisasi
Pada dasarnya pengembagan organisasi
adalah suatu pendekatan situasional atau kontingensi untuk meningkatkan
efektivitas organisasi. Meskipun teknik yang digunakan berbeda-beda, prosesnya
mencakup tahap-tahap sebagai berikut :
- Pengenalan
masalah
Misalnya :
konflik antar unit-unit organisasi yang ada, semangat kerja rendah, biaya-biaya
operasional yang terus meningkat.
- Diagnosis
organisasional
Manajer puncak
mengundang ahli pengembangan organisasi, lalu keduanya sepakat akan perlunya
melakukan diagnosis organisasional, yang diikuti dengan pengumpulan informasi
oleh konsultan.
- Pengembangan
strategi perubahan
Dalam mana
konsultan mengemukakan hasil temuannya dan menawarkan sejumlah alternatif, dan
disertai petunjuk untuk kemudahan proses pengembangan.
- Intervensi
Merupakan
langkah yang menyangkut suatu perubahan atas dasar rekomendasi yang diperoleh
sebelumnya melalui pengembangan strategi. Bentuknya bisa berupa perubahan
struktur organisasi, pembentukan tim yang bertugas untuk meningkatkan semangat
karyawan atau tim yang bertanggung jawab untuk penerapan program penekanan
biaya.
- Pengukuran
dan evaluasi
Dilakukan
setelah beberapa saat perubahan-perubahan dilaksanakan misalnya tiga bulan atau
sesudahnya untuk mengukur efektifitas upaya pengembangan organisasi.
D. Kesimpulan
Pengembagan
organisasi adalah suatu pendekatan yang sistematik, terpadu dan terencana untuk
meningkatkan efektivitas organisasi. Ia dirancang untuk memecahkan
masalah-masalah yang merintangi efisiensi pengoperasian organisasi pada semua
tingkatan.
Pengembangan organisasi berkaitan dengan aspek-aspek
terapan perilaku organisasi, dan terutama bersangkuatan dengan perubahan yang
direncanakan dalam organisasi-organisasi yang kompleks.
Demikianlah secara sekilas uraian tentang hal-hal pokok
di dalam pengembangan organisasi dalam bab ini. Maksudnya tidak lain kecuali
sebagai acuan awal untuk keperluan mengidentifikasi, mendiagnosis, dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi organisasi dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar