A.
Sejarah Instansi
PT Pertamina EP adalah perusahaan yang menyelenggarakan
kegiatan usaha di sektor hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi eksplorasi
dan eksploitasi. Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha
penunjang lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung bidang
kegiatan usaha utama. Saat ini tingkat produksi Pertamina EP adalah sekitar 120
ribu barrel oil per day (BOPD) untuk minyak dan sekitar 1.003 million standard
cubic feet per day (MMSCFD) untuk gas. Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP seluas
140 ribu kilometer persegi merupakan limpahan dari sebagian besar Wilayah Kuasa
Pertambangan Migas PT PERTAMINA (PERSERO). Pola pengelolaan usaha WK seluas itu
dilakukan dengan cara dioperasikan sendiri (own operation) dan kerja sama dalam
bentuk kemitraan, yakni Joint Operating Body Enhanced Oil Recovery (JOB-EOR)
sebanyak tiga kontrak dan Technical Assistant Contract (TAC) sebanyak 33
kontrak. Jika dilihat dari rentang geografinya, Pertamina EP beroperasi hampir
di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. WK Pertamina EP
terbagi ke dalam tiga Region, yakni Sumatera, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia
(KTI). Seluruh operasi JOB EOR dan TAC dikelola dari Pusat sedangkan own
operation dikelola di Region masing-masing. Operasi ketiga Region terbagi ke
dalam 12 Field Area, yakni Rantau, Pangkalan Susu, Lirik, Jambi, Prabumulih dan
Pendopo di Sumatera, Subang, Jatibarang dan Cepu di Jawa serta Sangatta, Bunyu
dan Papua di KTI. Di samping itu Pertamina EP memiliki enam Unit Bisnis
Pertamina EP (UBPEP) yang terdiri dari UBPEP Lirik, UBPEP Jambi, UBPEP
Limau, UBPEP Tanjung, UBPEP Sangasanga dan UBPEP Tarakan. Di samping
pengelolaan WK tersebut di atas, pola pengusahaan usaha yang lain adalah dengan
model pengelolaan melalui proyek-proyek, antara lain proyek pengembangan gas
yaitu: Proyek Pagar Dewa di Sumatera Selatan, Gundih di Jawa Tengah, dan Matindok
di Sulawesi.
Era 1800: Awal Pencarian
Di Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama
dilakukan oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur
produksi pertama adalah sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor
pada tahun 1883 yang disusul dengan pendirian Royal Dutch Company di Pangkalan
Brandan pada 1885. Sejak era itu, kegiatan ekspolitasi minyak di Indonesia
dimulai.
Era 1900: Masa Perjuangan
Setelah diproduksikannya sumur Telaga Said, maka
kegiatan industri perminyakan di tanah air terus berkembang. Penemuan demi
penemuan terus bermunculan. Sampai dengan era 1950an, penemuan sumber minyak
baru banyak ditemukan di wilayah Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah,
dan Kalimantan Timur. Pada masa ini Indonesia masih dibawah pendudukan Belanda
yang dilanjutkan dengan pendudukan Jepang.
Ketika pecah Perang Asia Timur Raya produksi minyak
mengalami gangguan. Pada masa pendudukan Jepang usaha yang dilakukan hanyalah
merehabilitasi lapangan dan sumur yang rusak akibat bumi hangus atau pemboman
lalu pada masa perang kemerdekaan produksi minyak terhenti. Namun ketika perang
usai dan bangsa ini mulai menjalankan pemerintahan yang teratur, seluruh
lapangan minyak dan gas bumi yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang dikelola
oleh negara.
1957: Tonggak Sejarah Pertamina
Untuk mengelola aset perminyakan tersebut, pemerintah
mendirikan sebuah perusahaan minyak nasional pada 10 Desember 1957 dengan nama
PT Perusahaan Minyak Nasional, disingkat PERMINA. Perusahaan itu lalu bergabung
dengan PERTAMIN menjadi PERTAMINA pada 1968. Untuk memperkokoh perusahaan yang
masih muda ini, Pemerintah menerbitkan UU No. 8 pada 1971, yang menempatkan
PERTAMINA sebagai perusahaan minyak dan gas bumi milik negara. Berdasarkan UU
ini, semua perusahaan minyak yang hendak menjalankan usaha di Indonesia wajib
bekerja sama dengan PERTAMINA. Karena itu PERTAMINA memainkan peran ganda yakni
sebagai regulator bagi mitra yang menjalin kerja sama melalui mekanisme Kontrak
Kerja Sama (KKS) di wilayah kerja (WK) PERTAMINA. Sementara di sisi lain
PERTAMINA juga bertindak sebagai operator karena juga menggarap sendiri
sebagian wilayah kerjanya.
Era 2000: Perubahan Regulasi
Sejalan dengan dinamika industri migas di dalam negeri,
Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi No. 22 tahun 2001.
Sebagai konsekuensi penerapan UU tersebut, Pertamina beralih bentuk menjadi PT
Pertamina (Persero) dan melepaskan peran gandanya. Peran regulator diserahkan
ke lembaga pemerintah sedangkan Pertamina hanya memegang satu peran sebagai
operator murni. Peran regulator di sektor hulu selanjutnya dijalankan oleh
BPMIGAS yang dibentuk pada tahun 2002. Sedangkan peran regulator di sektor
hilir dijalankan oleh BPH MIGAS yang dibentuk dua tahun setelahnya pada 2004.
Di sektor hulu, Pertamina membentuk sejumlah anak
perusahaan sebagai entitas bisnis yang merupakan kepanjangan tangan dalam
pengelolaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak, gas, dan panas bumi,
pengelolaan transportasi pipa migas, jasa pemboran, dan pengelolaan portofolio
di sektor hulu. Ini merupakan wujud implementasi amanat UU No.22 tahun 2001
yang mewajibkan PT Pertamina (Persero) untuk mendirikan anak perusahaan guna
mengelola usaha hulunya sebagai konsekuensi pemisahan usaha hulu dengan hilir.
2005: Entitas Bisnis Murni
Atas dasar itulah PT Pertamina EP didirikan pada 13
September 2005. Sejalan dengan pembentukan PT Pertamina EP maka pada tanggal 17
September 2005, PT Pertamina (Persero) telah melaksanakan penandatanganan
Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan BPMIGAS – yang berlaku surut sejak 17 September
2003 – atas seluruh Wilayah Kuasa Pertambangan Migas yang dilimpahkan melalui
perundangan yang berlaku. Sebagian besar wilayah PT Pertamina (Persero)
tersebut dipisahkan menjadi Wilayah Kerja (WK) PT Pertamina EP. Pada saat
bersamaan, PT Pertamina EP juga melaksanakan penandatanganan KKS dengan BPMIGAS
yang berlaku sejak 17 September 2005.
Dengan demikian WK PT Pertamina EP adalah WK yang
dahulu dikelola oleh PT Pertamina (Persero) sendiri dan WK yang dikelola PT
Pertamina (Persero) melalui TAC (Technical Assistance Contract) dan JOB EOR
(Joint Operating Body Enhanced Oil Recovery). Dengan tingkat pertumbuhan
produksi rata-rata 6-7 persen per tahun, PT Pertamina EP memiliki modal
optimisme kuat untuk tetap menjadi penyumbang laba terbesar PT Pertamina
(Persero). Keyakinan itu juga sekaligus untuk menjawab tantangan pemeritah dan
masyarakat yang menginginkan peningkatan produksi migas nasional.
B.
Visi dan Misi
Visi Perusahaan :
·
Menjadi lembaga pembinaan
usaha kecil dan koperasi terkemuka yang dapat mengangkat citra pertamina di
mata masyarakat indonesia.
Misi
Perusahaan :
·
Menjadikan usaha kecil dan koperasi
mitra binaan pertamina sebagai unit usaha yang produktif, efisien, profitable
dan dapat mendukung usaha dan mengangkat citra pertamina.
·
Menjadikan usaha kecil dan koperasi mitra
binaan pertamina sebagai unit usaha penghasil produk berkualitas dan inovatif
yang mampu bersaing di pasar lokal, regional dan global.
·
Menjadikan usaha kecil dan koperasi
mitra binaan pertamina sebagai unit usaha yang mampu memenuhi permintaan dan
kepuasan pelanggan secara dinamis dan berkelanjutan.
·
Menjadikan usaha kecil dan koperasi
sebagai soko guru perkonomian nasional.
C.
Strategi Yang Digunakan
·
Melakukan koordinasi dan
sinkronisasi pembinaan usaha kecil dan koperasi dengan departemen keuangan,
kantor menteri negara BUMN, kantor menteri negara koperasi dan usaha kecil /
menengah, departemen perindustrian dan perdagangan departemen perindustrian dan
perdagangan, departemen luar negeri, pemerintah daerah dan BUMN lain.
·
Melakukan kerjasama dengan perguruan
tinggi terkemuka, LSM terpilih / reputable dan lembaga profesional di setiap
propinsi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembinaan usaha kecil dan koperasi
mitra binaan / calon mitra binaan pertamina.
·
Menjembatani terciptanya aliansi
strategis dengan prinsip saling menguntungkan dan berkelanjutan antara usaha
kecil dan koperasi mitra binaan pertamina terseleksi dengan pabrikan,
distributor, ekspotir dan asosiasi retailer dalam dan luar negeri.
·
Menjembatani tersiptanya aliansi
strategis dengan perusahaan jasa distribusi / transportasi serta kerjasama
teknis.
·
Produksi dengan para pabrikan
pengguna. Produksi dalam dan luar negeri. Mengikutsertakan usaha kecil dan
koperasi. Mitra binaan pertamina terseleksi dalam berbagai pameran dagang dan
industri di dalam dan luar negeri secara bertahap dan berkelanjutan.
·
Fokus pada pembinaan usaha kecil dan
koperasi di sekitar wilyah operasi pertamina dan mitra bisnis.
D.
Analisis SWOT
SWOT (Streght, Weakness, Oportunity, Threat)
Analisa
SWOT untuk PT, Pertamina (Persero) dalam memberikan standart pelayanan yang
memuaskan melaui program SPBU “Pasti Pas!” dalam menjaga loyalitas konsumen,
ditinjau dari mulai masuknya ‘pemain’ baru dalam pasar ritel bahan bakar
kendaraan bermotor.
STREGHT (kekuatan)
·
PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan pemerintah yang
bergerak dibidang pengelolaan dan pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) Sebagai
perusahaan lokal berskala Internasional berupaya turut membangun bangsa, maka
sebagai perusahaan nasional PT. Pertamina (Persero) memiliki andil besar dalam
pembangunan bangsa (nasionalisme dari bangsa untuk bangsa).
·
PT. Pertamina (Persero) yang merupakan perusahaan yang
menyuplai ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) terbesar di Indonesai dan
menjadi ‘pemain’ dominan dalam pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia.
·
Penentuan harga produk Premium yang mendapat subsidi
Pemerintah menjadikan Produk Premium menjadi Primadona di kalangan pengguna
kendaraan bermotor bermesin Bensin. Dibandingkan produk Pertamax dan Pertamax
Plus yang memiliki nilai oktan yang lebih tinggi (Karena tidak di Subsidi) dan
produk Shell Super yangmemiliki kualitas setara Pertamax.
WEAKNESS (Kelemahan)
·
Image yang tertanam di benak konsumen PT. Pertamina
(Persero) mengenai rendahnya pelayanan yang diterima oleh konsumen berkaitan
dengan kurangnya pilihan lain yang di miliki konsumen dalam mengkonsumsi Bahan
Bakar Minyak (BBM) sehingga pelayanan pada tingkat SPBU kepada konsumen sangat
kurang memuaskan.
·
Loyalitas konsumen yang rendah kepada PT. Pertamina
(Persero) dirasa dapat menjadi salah satu kelemahan yang selayaknya
diperhitungkan.
OPPORTUNITY (Kesempatan)
·
PT. Pertamina (Persero) juga memiliki produk (dengan nilai
oktan tinggi yang menghasilkan pembakaran yang lebih bersih, non subsidi) yang
bisa jadi menggantikan dominasi penjualan premium.
·
Sebagai ‘pemain’ dominan dalam pasar Bahan Bakar Minyak
(BBM) PT. Pertamina (Persero) memiliki kesempatan unuk megubah pelayanan yang
kurang baik dan mengubah Image yang tertancap di benak konsumennya, menjadikan
Konsumennya menjadi konsumen yang memiliki Loyalitas tinggi pada PT. Pertamina
(Persero).
THREAT (Ancaman)
·
Munculnya competitor baru dalam pasar retail Bahan Bakar
Minyak (BBM) yang memberikan harga produk yang lebih murah dibanding produk
sejenis (produk dengan nilai oktan tinggi non subsidi).
·
Pelayanan yang lebih ramah diberikan kepada konsumen Bahan
Bakar Minyak (BBM) dalam usaha merebut share maket yang di dominasi PT.
Pertamina (Persero).
·
Image bahwa produk yang di tawarkan kompetior (Shell dan
Petronas) memiliki tingkat kualitas yang lebih baik menjadikan ketertarikan
konsumen untuk berganti produk konsumsi.
E.
Hasil Analisa Kelompok
Setelah membaca dan memahami berbagai hal mengenai PT.
Pertamina EP, kami dapat meyimpulkan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang
migas ini memiliki prospek yang cukup baik untuk kedepannya. Dengan terus
menerus menciptakan keselarasan antara visi dan misi, diharapkan tujuan
organisasi tersebut dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dengan semangat
menggandeng dan menjadikan usaha kecil dan menengah sebagai poros perekonomian
nasional, PT. Pertamina dari waktu ke waktu berupaya memperbaiki kualitas
produk dan layanannya guna memberikan jasa terbaik bagi kepuasan pelanggan.
Di dalam
strategi pemasaran Pertamina harus mampu memposisikan sebagai institusi yang
dinamis artinya Pertamina dituntut untuk mencari dan mengubah strategi
pemasaran sesuai dangan kemajuan zaman dan pola masyarakat yang cenderung
ekonomis dalam kehidupannya, dan Pertamina selaku BUMN tidak hanya memprioritaskan
laba dalam tujuannya akan tetapi lebih bisa mengutamakan kebutuhan masyarakat
akan konsumsi minyak dan gas.
Di dalam
hal ini pemerintah harus ikut andil dalam memcahkan keseluruhan masalah BUMN, bukan
hanya pihak BUMN yang menyelesaikan masalah tersebut, tetapi pihak pemerintah
harus memberikan ide atau aspirasinya untuk menyelesaikan masalah tersebut dan
tidak lagi membebani masyarakat kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar