BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mutu pelayanan adalah sebuah kunci dari keberhasilan
dan kinerja suatu organisasi. Dengan pelayanan yang baik, maka kepuasan dan loyalitas
pengguna atau masyarakat dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan. Tidak ada masalah apakah suatu organisasi menciptakan suatu
benda yang dapat diraba atau sesuatu yang dapat dirasakan dan dialami tetapi
apa yang paling perlu diperhitungkan adalah pelayanan yang dibuat, yakni cara
mendisain dan menyampaikan pelayanan produk atau jasa kepada penggunanya. Sehubungan
dengan pernyataan di atas adalah kenyataan bahwa para pengguna/masyarakat
menuntut agar mereka diperlakukan bukan sebagai target tetapi sebagai
individual, persepsi mereka mengenai “perlakuan yang saya terima” adalah sama
pentingnya dengan “jasa yang saya butuhkan.” Di samping itu, dewasa ini
masyarakat semakin mementingkan kecepatan dalam pelayanan. Masyarakat modern
akan tertarik terhadap pelayanan yang dapat menghargai waktu mereka karena
kecepatannya, baik itu dalam transaksi, responsi terhadap perubahan kebutuhan
dan gaya hidup mereka, ataupun kecepatan responsi terhadap tuntutan-tuntutan
baru merupakan faktor yang menentukan keputusan masyarakat untuk tetap loyal.
Pelayanan yang optimal
pada akhirnya juga akan mampu meningkatkan citra organisasi sehingga image
organisasi di mata masyarakat terus meningkat. Lebih jauh,
terdapat dasar hukum yang menjadi landasan pelayanan publik, adalah Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KEPMENPAN) No.81 Tahun 1999 tentang
Pedoman tata-laksana pelayanan publik yang prima. Pelayanan prima adalah suatu
efektifitas dari sistem instansi/organisasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dan berhasil memuaskan kebutuhannya. Pelayanan prima mengharuskan suatu
instansi untuk berorientasi kepada masyarakat sebagai pengguna dari jasa
pelayanan.
Dari karena itulah kami
melakukan sebuah observasi guna mengetahui apakah birokrasi pelayanan publik di
Kelurahan Ketintang sudah berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan Pedoman
pelayanan publik.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
kajian teori tipe budaya organisasi dan prinsip 10 semangat wirausaha?
2.
Bagaimana
penemuan terkait bahasan tersebut di Kelurahan Ketintang Surabaya?
3.
Bagaimana
hasil analisa terkait tipe budaya dan prinsip 10 semangat wirausaha di Kelurahan
Ketintang Surabaya?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
kajian teori terkait tipe budaya organisasi dan prinsip 10 semangat wirausaha.
2.
Mengetahui
penemuan terkait bahasan tersebut di Kelurahan Ketintang Surabaya.
3.
Mengetahui
apakah Kelurahan Ketintang Surabaya sudah menjalankan tipe budaya organisasi
dan prinsip 10 semangat wirausaha dengan baik atau tidak beserta kelebihan dan
kekurangannya.
D. Manfaat
1.
Memberikan
informasi pada semua pihak terkait tipe budaya organisasi dan 10 prinsip
wirausaha.
2.
Memberikan
masukan pada instansi pemerintah tentang bagaimana menciptakan birokrasi yang
ideal.
3.
Memberikan sumbangsih kepada Ilmu
Administrasi Negara dalam pemberian pelayanan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kajian Teori
Menurut Sethia
dan Glinow berdasarkan perhatian terhadap orang dan kinerja, ada 4 macam atau
tipe budaya organisasi yaitu : Apathetic Culture, Caring Culture, Exacting
Culture, dan Integrative Culture.
CARING
|
INTEGRATIVE
|
APARTHETIC
|
EXATING
|
Perhatian terhadap hubungan antar manusia
Perhatian terhadap kinerja
1. Apathetic
Culture
Tipe ini perhatian
anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia
maupun perhatian terhadap kinerja pelaksanaan tugas,
dua-duanya rendah. Penghargaan diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan
pemanipulasian orang-orang
lain.
2. Caring
Culture
Tipe ini dicirikan oleh
rendahnya perhatian terhadap kinerja dan tingginya perhatian terhadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih
didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, bukan didasarkan atas kinerja pelaksanaan
tugas.
3. Exating
Culture
Ciri utama tipe ini
adalah bahwa perhatian terhadap orang sangat rendah, tetapi
perhatian terhadap kinerja sangat tinggi. Secara
ekonomis, penghargaan sangat memuaskan tetapi hukuman atas kegagalan yg
dilakukan juga sangat berat. Dengan demikian tingkat keamanan pekerjaan
menjadi sangat rendah.
4. Integrative
Culture
Tipe ini perhatian
terhadap orang maupun perhatian terhadap kinerja sangat tinggi.
Budaya organisasi publik di Indonesia sebagian besar
organisasi publik memiliki budaya organisasi yang bertipe Caring Culture. Hal
ini tampak dari ciri-ciri birokrat sbb :
a.
Lebih
mementingkan kepentingan pimpinan daripada pengguna jasa.
b.
Lebih
merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat.
c.
Meminimalkan resiko dengan cara menghindari inisiatif.
d.
Menghindari
tanggung jawab.
e.
Menolak
tantangan.
f.
Tidak
suka berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Kemudian
budaya kinerja dalam organisasi pelayanan juga harus diperhatikan. Budaya
kinerja adalah suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan dapat
melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya.
Serta diharapkan dapat memberikan
kontribusi besar dalam peningkatan kualitas pelayanan apabila organisasi
memiliki budaya organisasi bertipe integrative culture.
Pegawai
di dalam organisasi mengadopsi 10 semangat kewirausahaan yaitu :
1. Mengarahkan ketimbang mengayuh.
2. Memberi wewenang kepada masyarakat.
3. Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan.
4. Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi daripada peraturan.
5. Lebih berorientasi pada hasil bukan input.
6. Berorientasi pada pelanggan bukan birokrasi.
7. Berorientasi wirausaha.
8. Bersifat antisipatif.
9. Menciptakan desentralisasi.
10. Berorientasi pada pasar.
Organisasi yang memiliki 3 ciri tersebut (budaya kinerja, integrative culture, mengadopsi 10 semangat kewirausahaan) disebut
organisasi yang memiliki budaya pelayanan.
B. Hasil
Obervasi
1. Profil
Kelurahan
Ketintang adalah sebuah kelurahan di wilayah
Kecamatan Gayungan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Di wilayah Ketintang
terdapat kampus Universitas Negeri Surabaya. Sebagian daerah
ketintang berada di sekitar bantaran Kali Mas. Di sini terdapat
banyak sekali toko-toko yang menyediakan berbagai macam kebutuhan. Sebagian
besar warga kelurahan Ketintang didominasi oleh warga pendatang. Hanya beberapa
bagian yang merupakan warga asli Ketintang.
Nama Ketintang berasal
dari thing dan thang, suatu onomatope untuk
menyebut bunyi dentingan besi. Konon, di daerah ini pernah berdiam empu keris
bernama Ki Wijil, yang mengerjakan aktivitas pembuatan keris di daerah ini.
2.
Temu
Lapangan
Setalah
kita melakukan observasi kita menemukan bahwa di kelurahan Ketintang berkaitan dengan tipe
budaya organisasi ada beberapa hal , yaitu :
a. Adanya sistem ruangan kerja terbuka, dimana semua pegawai
ditempatkan dalam satu ruangan tanpa adanya sekat / dinding pemisah.
b. Adanya kontrol secara langsung dari seorang lurah kepada semua
pegawai kelurahan.
c. Adanya pelayanan yang ramah dari seorang lurah meski
diluar ruangan kerja.
d. Adanya
perintah-perintah yang sangat tegas kepada bawahan dalam melaksanakan fungsi
dan tugas pokoknya masing-masing.
e. Dalam
pelaksanaan tugasnya seorang lurah memberikan kewenangan yang cukup kepada
setiap bagian untuk melaksanakan tugasnya.
Dalam temuan ini kita juga
mengidentifikasi tentang 10 semangat wirausaha
Positif :
1. Adanya upaya yang telah dilakukan oleh kelurahan Ketintang guna untuk menjaga kerukunan masyarakat, hal ini ditunjukkan Pimpinan Lurah dengan terjun
langsung ke lapangan untuk melihat keadaan wilayahnya.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang efektif, kearena luas ruang
lingkup kelurahan yang kecil akan
lebih efektif jika pimpinan menangani secara langsung. Fakta yang dapat kami temukan yaitu saat pimpinan
Kelurahan Ketintang
mengatasi preman setempat saat terdapat pembangunan SPBU baru di kelurahan ini.
2. Adanya pembagian tugas yang jelas kepada para pegawai,
sehingga pekerjaan pimpinan tidak terlalu banyak. Hal ini dapat dilihat dari
pekerjaan pimpinan yang tidak begitu sibuk saat bertugas.
3. Pelaksanaan
tugas yang dilakukan oleh kelurahan Ketintang memang sangat terfokus dalam pemberian pelayanan yang
ada di masayarakat. Terbukti dengan berbagai program kegiatan yang telah
dilakukan untuk masyarakat. Contoh yang terdapat dalam lapangan yaitu mendatangkan
komunitas lingkungan “Tunas Hijau” pada SDN Ketintang 3 dalam upaya untuk
memperlakukan sampah dengan benar.
4. Kelurahan
tidak bersifat kawatir dengan pelayanan yang telah diberikannya atau kepada
wewenang yang telah didelegasikannya.
5. Terbukti
dari pembagiaan wewenang yang telah dilakukan oleh kelurahan kepada
administratif kecil yang ada dibawahnya seperti RW dan RT. Dalam menjalankan
program-program yang ada dalam kelurahan tersebut atau berinovasi.
Negatif :
1. Walaupun
kelurahan telah memberi kewenangan tugas kepada tiap-tiap bagian tetapi tidak
memotivasi dengan menciptakan iklim persaingan antara bagian yang satu dengan
bagian yang lain dalam menjalankan tugas untuk melayani masayarakat.
2. Kelurahan
ketika akan melakukan tupoksinya dalam menganggarkan dananya berpatokan kepada
rencana normatif tidak berdasarkan kepada hasil apa yang telah dicapai setelah
itu dana anggaran akan ditentukan berdasarkan hasil yang telah dicapai
tersebut.
3. Ketika
kami melakukan observasi, kami tidak menemukan bentuk wira usaha yang dilakukan
oleh kelurahan Ketintang.
Kelurahan Ketintang
hanya menjalankan tugasnya secara baku dari pemerintahan.
4. Kelurahan
kurang bisa tanggap dan peka dengan persaingan birokrasi publik yang ada di
indonesia khususnya dan di dunia
umumnya
dalam memberi pelayanan. Kelurahan hanya menjalankan standard baku dari
pemerintah pada umumnya hal-hal yang dilakukan kelurahan. Ketika ada kebijakan
secara umum baru kelurahan akan melakukanya. Kurang bisa melihat persaingan
kelurahan yang ada di indonesia.
5. Fasilitas pengaduan masyarakat hanya
terdapat pada sebuah
kotak kecil. Tidak adanya situs internet
resmi yang dapat digunakan sebagai pengaduan masyarakat
yang efektif dan efisien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan pelayanan organisasi yang
baik perlu mengetahui tipe budaya organisasi. Karena dengan mengetahui tipe
budaya organisasi, akan dapat menggolongkan instansi tersebut masuk kedalam
tipe yang mana. Setelah itu barulah kita dapat memberi perbaikan kepada
instansi tersebut. Tidak hanya itu untuk melihat apakah instansi pemerintah
tersebut dalam pelayananya sudah baik atau belum juga dapat dilihat dari 10
semangat wirausaha yang dijalankan instansi tersebut. Dua hal tersebutlah yang
akan dijadikan indikator untuk melihat bagaimana pelayanan yang ada di dalam
birokrasi tersebut.
Setelah kami melakukan observasi di
instansi Kelurahan Ketintang,
kami menemukan bahwa Kelurahan Ketintang
termasuk birokrasi yang mempunyai tipe Caring Culture. Ciri utama tipe ini
adalah rendahnya perhatian terhadap
kinerja dan tingginya perhatian terhadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih
didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, bukan didasarkan atas kinerja pelaksanaan
tugas. Dgn demikian tingkat keamanan
pekerjaan menjadi tinggi. Sedangkan untuk 10 semangat
wirausaha instansi Kelurahan Ketintang
hanya
mampu menjalankan lima dari 10 semangat yang ada yaitu mengarahkan ketimbang
mengayuh, memberi wewenang kpd masyarakat, berorientasi pd pelanggan bukan
birokrasi, bersifat antisipatif, menciptakan desentralisasi.
B. Saran
Masih
ada kekurangan yang ada di kelurahan Ketintang Seperti idealnya tipe organisasi yaitu Caring Culture tipe ini perhatian
terhadap orang maupun perhatian terhadap kinerja sangat tinggi. Sebenarnya kelurahan
Ketintang
harus dapat memiliki tipe ideal tersebut. Dalam menjalankan 10 semangat
wirausaha kelurahan Ketintang
juga harus dapat menjalankan 5 semangat organisasi yang belum dijalankan yaitu
menyuntikkan persaingan kedalam pemberian pelayanan, menciptakan organisai yang digerakkan oleh misi daripada peraturan, lebih berorientasi pada hasil bukan imput, berorientasi
wirausaha, berorientasi pada pasar. Dengan menutupi dan memenuhi kekurangan
diatas maka instansi Kelurahan Ketintang
akan menjadi birokrasi yang ideal dan yang bagus dalam pelayanan kepada
masyarakat. Karena Birokrasi
pemerintah diharapkan lebih optimal memberikan pelayanan dan menjadikan
masyarakat sebagai pihak paling utama yang harus dilayani. Meningkatkan
partisipasi masyarakat secara aktif dalam pelayanan publik guna
mengimplementasikan berbagai proyek pemerintah bersama antara pemerintah daerah
dan masayarakat
yang akan berujung pada upaya untuk mewujudkan good
governance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar