BAB VIII
KEPEMIMPINAN
DAN MANAJEMEN
A.
Pengertian Kepemimpinan
Dalam disiplin ilmu psikologi,
sosiologi dan antropologi tampaknya masalah kepemimpinan merupakan masalah yang
sangat menarik untuk dibahas. Bahkan sejak munculnya ilmu-ilmu tersebut, para
ahli banyak yang membahas tentang berbagai masalah kepemimpinan .
Pemimpin
memainkan peran penting dalam membantu kelompok, organisasi ataupun masyarakat
mencapai tujuan organisasi. Andaikan kita dapat mengidentifikasi teknik dan
perilaku kepemimpinan yang efektif, kiranya kita dapat mempelajari dan mengajarkan
perilaku dan teknik ini sehingga untuk meningkatkan efektivitas organisasi,
kelompok dan individu menjadi lebih mudah. Untuk memperoleh kemantapan dalam
merumuskan kepemimpinan akan dikemukakan beberapa definisi tentang
kepemimpinan.
Definisi
kepemimpinan cukup banyak yang telah dikemukakan oleh para pakar, dan dalam buku
ini tidak akan dikemukakan secara detail. Secara umum kepemimpinan dapat
diartikan sebagai proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku
seperti yang akan dikehendaki. Karena di dalam definisi kepemimpinan ada proses
mempengaruhi orang lain, maka di dalamnya akan ada pihak
yang mempengaruhi (pemimpin) dan
ada pihak yang
dipengaruhi (pengikut). Singkatnya, dalam setiap proses kepemimpinan
akan selalu ditemukan unsur pemimpin dan pengikut. Pemimpin berada di papan
atas struktur organisasi dan pengikut secara hirarkhis di papan bawah.
Pendapat lain mengenai kepemimpinan
dikemukakan oleh R. D. Agarwal ( dalam Anoraga dan Suyati 1995 ), kepemimpinan adalah seni mempengaruhi
orang lain untuk mengarahkan kemauan mereka , kemampuan dan usaha untuk
mencapai tujuan pimpinan. Dalam hubungan dengan organisasi, kepemimpian
terletak pada usaha mempengaruhi individu dan kelompok untuk mencapai tujuan
organisasi secara optimal.
Sehingga jelas
bahwa kepemimpinan melibatkan kemampuan mempengaruhi. Kemampuan mempengaruhi
orang lain ini mempunyai maksud yaitu untuk mencapai tujuan dari kepemimpinan
adalah mempengaruhi orang lain, dalam hal ini karyawan atau bawahan untuk
mencapai misi organisasi.
Kemampuan mempengaruhi orang lain
merupakan inti dari kepemimpinan. Untuk dapat mempengaruhi orang lain, manajer
perlu mengetahui beberapa strategi antara lain :
-
Menggunakan fakta dan data untuk mengemukakan argumen dan
alasan yang logis.
-
Bersikap bersahabat dan mendukung upaya yang baik dalam
organisasi.
-
Memobilisasi atau mengaktifkan orang lain untuk
melaksanakan pekerjaan
-
Melakukan negoisasi
-
Menggunakan pendekatan langsung dan kalau terpaksa
menggunakan paksaan
-
Memperoleh dukungan dari atasan atau orang yang memiliki
kedudukan lebih tinggi dalam organisasi.
-
Memberikan sanksi dan hukuman terhadap perilaku yang
menyimpang.
B.
Teori-Teori Kepemimpinan
Di dalam
literatur ada beberapa teori kepemimpinan yang penting. Teori-teori
kepemimpinan ini sekaigus juga merupakan cara pendekatan yang dipakai oleh
pakar di dalam melakukan studi di bidang kepemimpinan. Berikut ini
sekilas tentang teori-teori kepemimpinan menurut Gibson ( dalam Anoraga dan
Suyati, 1995 ) :
- Toeri
Sifat ( Trait Theory ),
Yaitu suatu
pendekatan yang mepertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi
pemimpin. Dari teori inilah timbul pernyataan ilmiah yang mengemukakan bahwa
kepemimpinan itu dilahirkan sebagai pemimpin.
- Teori
Kelompok ( Group Theory ),
Yaitu teori
yang beranggapan bahwa supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka
harus ada suatu pertukaran yang positif antara pemimpin dan
pengikut-pengikutnya.
- Teori Situasional dan Model Kontijensi,
Yaitu pendekatan dalam studi kepemimpinan yang berangkat dari anggapan
bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan berbagai faktor situasional dan saling
bergantungan satu sama lainnya.
4.
Teori jalan Kecil-Tujuan ( Path-Goal
Theory )
Teori ini menganalisis dampak
kepemimpinan ( terutama pemimpinan ) terha
Dap motivasi bawahan, kepuasan
dan pelaksanaan kerja.
C.
Macam-Macam Kepemimpinan
Ada
berbagai macam jenis kepemimpinan, antara lain sebagai berikut :
- Kepemimpinan
Transaksional
Model Kepemimpinan ini berfokus pada
transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan. Dua karakteristik yang
melandasi kepemimpinan transaksional adalah :
a.
Para pemimpin menggunakan penghargaan kontingensi-kontingensi
untuk memotivasi para karyawan.
b.
Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika
para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja.
- Kepemimpinan
Karismatik
Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis. Pesan-pesan mengenai
visi dan memberikan inspirasi, komunikasi non verbal, daya tarik terhadap
nilai-nilai idiologi, stimulasi intelektual terhadap para pengikut oleh
pemimpin, penampilan kepercayaan diri sendiri dan untuk kinerja yang melampaui
panggilan tugas.
- Kepemimpinan
Visioner
Kepemimpinan ini merupakan kemampuan
untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistis, dapat
dipercaya, atraktif dengan masa depan bagi suatu organisasi atau unit
organisasi yang terus tumbuh dan terus meningkat.
- Kepemimpinan
Tim
Menjadi
pemimpin efektif harus mempelajari ketrampilan seperti kesabaran untuk membagi
informasi, percaya pada orang lain, menghentikan otoritas dan memahami kapan
harus melakukan intervensi. 4 (empat) peran pemimpin tim, adalah sebagai
berikut :
a.
Para pemimpin merupakan penghubung bagi para konstituen
internal.
b.
Pemimpin
tim adalah pemecah masalah
c.
Pemimpin
tim adalah manajer konflik
d.
Pemimpin
adalah pelatih
D. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya dapat dilihat dari
bermacam-macam sudut pandang. Bila kita lihat dari sudut perilaku pemimpin maka
apa yang dikemukakan oleh Tannenbaum dan Schmidt dalam Nimran (2004) adalah
yang umum dipakai sebagai model. Kedua pakar ini menyatakan bahwa perilaku
pemimpin membentuk suatu kontinum dari sifat otokratik sampai demokratik. Kedua
sifat ekstrim ini, kata mereka, dipengaruhi oleh intensitas penggunaan
kekuasaaan oleh pengikut. Kombinasi dari kedua faktor inilah yang menentukan
pada tingkat mana seseorang pemimpin mempraktekkan perilaku kepemimpinannya.
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang gaya kepemimpinan
mulai dari gaya kontinumnya Tannenbaum-Schmidt
sampai ke gaya situasionalnya Hersey-Blanchard, yaitu sebagai berikut :
- Gaya
Kepemimpinan Kontinum
Dalam
gaya kepemimpinan kontinum terdapat 2 (dua) bidang pengaruh yang ekstrem. Pertama,
bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada
bidang pertama, pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya,
sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua
bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan
aktivitas pembuatan keputusan. Ada 7 (tujuh) model gaya pembuatan keputusan
yang dilakukan pemimpin. Ketujuh model ini masih dalam kerangka dua gaya
otokratis dan demokratis diatas. Ketujuh model keputusan pemimpin yaitu :
a.
Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan
kepada bawahannya.
Model ini terlihat bahwa otoritas
yang dipergunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan
bawahan sempit sekali.
b.
Pemimpin menjual keputusan.
Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada
padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak
terlibat dalam pembuatan keputusan.
c.
Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide, dan
mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan
kemajuan, dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberi kesempatan bawahan
untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam
rangka pembuatan keputusan.
d.
Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang
kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka
pembuatan keputusan, sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi
penggunaannya.
e.
Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan
membuat keputusan. Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit
mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan
sudah banyak dipergunakan.
f.
Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok
bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih
besar dibandingkan dalam model kelima di atas.
g.
Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya
dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada
titik ekstrem penggunan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan
otoritas pada model nomor satu di atas.
- Gaya Managerial Grid
Usaha ini dilakukan oleh Robert R. Blake dan Jane S.
Mouton. Dalam pendekatan ini manajer berhubungan dengan 2 (dua) hal, yakni
produksi disatu pihak dan orang-orang di pihak lain. Sebagaimana dikehendaki
oleh Blake dan Mouton, managerial grid ditekankan bagaimana manajer memikirkan
tentang produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukan ditekankan pada
berapa banyak produksi harus dihasilkan dan berapa banyak ia harus berhubungan
dengan bawahannya.
Menurut Blake dan Mouton,
ada 4 (empat) gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem,
sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan di tengah-tengah gaya ekstrem
tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial grid itu, sebagai
berikut :
a.
Pada Grid 1.1, manajer sedikit sekali usahanya untuk
memikirkan orang-orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya
dihasilkan oleh organisasinya. Dalam menjalankan tugas manajer dalam grid ini
menganggap dirinya sebagai perantara yang hanya mengkomunikasikan informasi
dari atasan kepada bawahan.
b.
Pada Grid 9.9, manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang
tinggi untuk memikirkan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja
dengannya. Dia mencoba merencanakan semua usaha-usahanya dengan senantiasa
memikirkan dedikasinya pada produksi dan nasib orang-orang yang bekerja dalam
organisasinya. Manajer yang termasuk grid ini dapat dikatakan sebagai ”manajer
tim” yang riel (the real team manager). Dia mampu untuk
memadukan kebutuhan-kebutuhan produksi dengan kebutuhan-kebutuhan orang-orang
secara individu.
c.
Pada Grid 1.9,
gaya kepemimpinan dari manajer ialah mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi
untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Tetapi
pemikirannya mengenai produksi rendah. Manajer semacam ini sering dinamakan
pemimpin klub. Manajer ini berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua
orang bisa bekerja rileks, bersahabat dan bahagia bekerja dalam organisasinya.
Dalam suasana seperti ini tidak ada satu orangpun yang mau memikirkan tentang
usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi.
d.
Pada Grid 9.1, kadangkala manajer disebut sebagai manajer
yang menjalankan tugas secara otokratis. Manajer semacam ini hanya mau
memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelaksanaan kerja, tidak
mempunyai atau hanya sedikit rasa tanggung jawabnya pada orang-orang yang
bekerja dalam organisasinya. Dan lebih dari itu gaya kepemimpinannya lebih menonjol
otokratisnya.
Selain empat gaya yang ekstrem di atas, ada satu gaya
yang berada di tengah-tengah. Manajer semacam ini termasuk dalam Grid 5.5.
Dalam hal ini manajer mempunyai pemikiran yang medium baik pada produksi maupun
pada orang-orang. Dia berusaha mencoba menciptakan dan membina moral
orang-orang yang bekerja dalam organisasi yang dipimpinnya, dan produksi dalam
tingkat yang memadai, tidak terlampau menyolok.
Dia tidak menciptakan target terlalu tinggi yang sulit dicapai.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
1.9
|
|
|
|
|
|
|
|
9.9
|
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
|
|
|
|
5.5
|
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
1.1
|
|
|
|
|
|
|
|
9.1
|
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
|
Gambar 2
Managerial Grid
- Tiga Dimensi dari Reddin
Menurut Wiiliam J. Reddin dalam Toha (2001) gaya
kepemimpinan berdasar 2 (dua) hal
mendasar yakni hubungan pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja. Empat persegi
empat dalam kotak ditengah merupakan gaya dasar dari kepemimpinan seorang
manajer. Gaya ini pada hakikatnya sama dengan yang dipergunakan oleh Blake dan
Mouton dalam managerial gridnya. Dari gaya dikotak tengah ini bisa ditarik ke
atas dan ke bawah, menjadi gaya yang efektif dan tidak efektif.
Dalam gaya efektif terdapat 4 (empat) gaya yaitu :
a.
Eksekutif
Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan
hubungannya kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini disebut sebagai
motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak
mengenai perbedaan di antara individu dan berkeinginan mempergunakan kerja tim
dalam manajemen.
b.
Pencinta pengembangan (developer)
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan
perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang
mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang
yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan terhadap pengembangan
mereka sebagai seorang individu.
c. Otokratis
yang baik hati (benevolent autocrat)
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan
perhatian yang minimum terhadap hubungan kerja. Seorang manajer yang
mempergunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana
memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak
lain.
d. Birokrat
Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun
hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik
pada peraturan-peraturan dan menginginkan memeliharanya serta melakukan kontrol
situasi secara teliti.
Gaya yang tidak efektif, gaya ini kalau melihat
gambar 3 berada pada kotak di bawah. Ada 4 (empat) gaya kepemimpinan yang
tergolong tidak efektif, yaitu :
a. Pencinta
Kompromi (Compromiser)
Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja
dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Manajer yang bergaya seperti
ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang
mempengaruhinya,
b. Missionari
Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan
hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan
perilaku yang tidak sesuai. Manajer semacam ini hanya menilai keharmonisan
sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
c. Otokrat
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum
terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Manajer
seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan,
dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai.
d. Lari
dari tugas (deserter)
Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada
hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena
manajer seperti ini menunjukkan pasif tidak mau ikut campur tangan secara aktif
dan positif.
Orientasi
Tugas
Gambar 3.
Tiga Dimensi Kepemimpinan
- Empat Sistem Manajemen dari Likert
Rensis Likert melakukan serangkaian penelitian yang
mengembangkan suatu ide dan pendekatan yang penting untuk memahami perilaku
pemimpin. Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative
management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika
berorientasi pada bawahan dan mendasarkan pada komunikasi. Semua pihak dalam
organisasi menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung supportive
relationship. Likert merancang 4 (empat) sistem kepemimpinan dalam
manajemen, adalah sebagai berikut :
a.
Sistem
1.
Pemimpin bergaya exploitive authoritative. Manajer sangat otokratis,
mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan. Suka mengekploitasi bawahan dan
bersikap paternalistik. Dalam memotivasi bawahan, pemimpin memberi rasa takut
dan hukuman secara bergantian dengan memberi penghargaan yang secara kebetulan.
Pemimpin hanya mau memperhatikan komunikasi ke bawah dan membatasi proses
pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
b.
Sistem
2.
Pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati (benevolent authoritative).
Manajer mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau
memotivasi dengan hadiah dan ketakutan berikut hukuman, memperbolehkan adanya
komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan
memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses pengambilan keputusan.
Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan
tugas pekerjaannya dengan atasan.
c.
Sistem
3.
Pemimpin dinamakan Manajer Konsultatif. Manajer mempunyai sedikit kepercayaan
kepada bawahan, ide atau pendapat bawahan, dan masih menginginkan melakukan
pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pemimpin mau melakukan
motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak
melakukan partisipasi. Pemimpin suka menetapkan 2 (dua) pola hubungan
komunikasi yaitu ke atas dan ke bawah. Pemimpin membuat keputusan dan kebijakan
yang luas pada tingkat atas tetapi keputusan yang mengkhusus pada tingkat bawah.
Bawahan merasa sedikit bebas membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan tugas
pekerjaan kepada atasannya.
d.
Sistem
4.
Pemimpin bergaya Kelompok Partisipatif (partisipative group). Manajer
mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan
selalu mengandalkan ide-ide dan pendapat dari bawahan dan mempunyai niatan
untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Memberikan penghargaan
yang bersifat ekonomis dengan berdasarkam pastisipasi kelompok dan keterlibatannya
pada setiap urusan dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan
pencapaian tujuan tersebut. Pemimpin mendorong bawahan untuk ikut bertanggung
jawab membuat keputusan dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan
tanggung jawab yang besar. Bawahan mendapat kebebasan membicarakan sesuatu yang
berhubungan dengan rugasnya bersama atasannya. Pemimpin dalam sistem ini
mempunyai kesempatan untuk lebih sukses sebagai pemimpin (leader).
F.
Psikologi Kepemimpinan
Setidak-tidaknya ada dua teori atau pendekatan penting yang relevan tentang
psikologi kepemimpinan. Yang pertama adalah teori tingkat kebutuhan Maslow, dan
kedua teori kekuasaan French dan Raven. Abraham Maslow mengemukakan bahwa
kebutuhan manusia itu terbagi dalam lima tingkatan, dalam hal urutan
pemenuhannnya, yaitu :
- Kebutuhan fisik,
- Kebutuhan akan keamanan,
- Kebutuhan sosial,
- Kebutuhan akan penghargaan,
- Kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkenaan dengan kelangsungan
hidup seseorang, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Sedangkan
kebutuhan keamanan berkenaan dengan kebutuhan seseorang akan perlindungan dari
bahaya dan ancaman keamanan baik fisik maupun non fisik. Kebutuhan sosial bersangkutan
dengan kebutuhan seseorang untuk bersosialisasi atau berhubungan dengan orang
lain di dalam masyarakatnya. Sedangkan kebutuhan akan penghargaan adalah
kebutuhan orang akan pengakuan penghargaan atas apa yang ada padanya seperti
kemampuan, potensi, prestasi, dan sebagainya. Kebutuhan aktualisasi diri
adalah kebutuhan seseorang untuk menampilkan diri pada tingkat yang terbaik
sesuai dengan potensinya, misalnya menjadi pekerja yang baik, olahragawan
berprestasi, dan lain-lain.
Proporsi psikologi kepemimpinan atau kepemimpinan dari sudut pandangan
psikologi menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah mengembangkan
sistem motivasi yang efektif. Dalam hal ini si pemimpin haruslah mampu
melakukan stimulasi terhadap bawahan atau pengikutnya sedemikian rupa agar
dapat memberikan sumbangan positif tujuan-tujuan organisasi, disamping
memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Untuk mencapai tujuan tersebut di
atas, maka teori tingkat kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dapat
menjadi model atau pedoman bagi pemimpin dalam mengembagkan sistem motivasi
yang paling efektif.
E.
Peranan Manajer/Pimpinan
Mengenai peranan
manajer, apapun tingkatannya menurut
Mintzberg (1973) ada 10 (sepuluh) macam. Peranan-peranan tersebut
merupakan himpunan sejumlah aktivitas para menajer yang diperoleh melalui studi
yang mendalam. Sepuluh peranan tersebut adalah :
- Figuerehead role ( peranan
sebagai kepala )
Peranan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan
persoalan yang timbul secara formal
- Laeder
role
( peranan pemimpin )
Peranan untuk
menjadikan unit organisasinya berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam mencapai
tujuan dimana manajer perlu mengarahkan, memotivasi, menciptakan kondisi yang
memungkinkan untuk bekerja bagi pengikutnya.
- Laison
role
( peran penghubung )
Peranan yang
mengharuskan manajer melakukan interaksi dengan teman sejawat, staf, dan orang
lain yang berada di luar organisasinya untuk mendapatkan informasi.
- Monitor
role
( peran pemantau ),
Peranan yang
mengharuskan seseorang manajer untuk menjadi pencari, penerima dan pengumpul
informasi agar supaya mampu mengembangkan pengertian yang baik dari organisasi
yang dipimpinnya
- Disseminator
role
( peran penyebar ),
Peran yang
menempatkan manajer sebagai penyebar informasi keseluruh jajaran organisasi
yang menjadi tanggung jawabnya. Ini dimungkinkan karena ia memiliki akses pada semua
informasi melalui peran monitornya.
- Spokesman role ( peran
juru bicara )
Peran manajer untuk mewakili organisasi untuk menyampaikan informasi keluar
lingkungan organisasinya.
- Entrepreneur role ( peran
wirausaha )
Bukan sebagai pemrakarsa dan perancang bagi sejumlah perubahan yang
terkendali dalam organisasinya.
- Disturbance-handler role (
peran penghalau gangguan )
Yaitu peran yang membawa manajer untuk bertanggung jawab ketika
organisasinya mengalami krisis yang sering kali tidak direncanakan sebelumnya.
- Resource
allocator of role ( peran pembagi sumberdaya )
Peran manajer
sebagai penentu di dalam mengalokasikan sebagai sumber daya, seperti
keuangan/dana untuk kegiatan tertentu dalam organisasi.
- Negosiator role ( peran
perunding ),
Peran yang menempatkan manajer sebagai perunding ( negosiator ) baik dengan
pihak-pihak dalam organisasi maupun pihak luar guna pemecahan bagi
masalah-masalah yang dihadapi organisasi.
Bagaimana intensitas dari setiap peran di atas dimiliki oleh masing-masing
manajer tentu saja berbeda-beda menurut tingkatannya. Semakin tinggi posisi
seseorang dalam struktur organisasi semakin tinggi intensitas peran tersebut
diharapkan dari padanya.
F.
Kepercayaan Sebagai Landasan Kepemimpinan
Kepercayaan,atau
tidaknya kepercayaan, menjadi isu kepemimpinan yang semakin penting dalam
organisasi-organisasi dewasa ini.
Apa itu kepercayaan ? Menurut Robin
( 2006 ) kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa ornag lain tidak akan
melalui kata-kata, tindakan, atau keputusan-bertindak secara oportunsitik.
Istilah pengaharapan positif dalam
definisi kita mengasumsikan bahwa pengetahuan dan keakraban dengan pihak lain.
Istilah secara oportunistik merujuk pada resiko dan kerentanan yang inheren
dalam setiap hubungan kepercayaan.
Kepercayaan
menurut pendapat Sopiah (2008) adalah suatu harapan positif bahwa orang tidak
akan bertindak secara oportunistik. Bila pengikut mempercayai pemimpinnya,
mereka bersedia berkorban bagi tindakan pemimpin.
Pemimpin percaya bahwa hak dan
kewajiban mereka tidak akan disalahgunakan. Keefektifan manajerial dan
kepemimpinan tergantung pada kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan dari para
pengikut. Ada 3 (tiga) jenis kepercayaan dalam hubungan organisasi yaitu :
- Kepercayaan berdasarkan penolakan
Kepercayaan yang didasarkan pada ketakutan akan pembalasan jika kepercayaan
dilanggar. Bawahan sebenarnya tidak mempercayai atasannya tetapi karena takut
hal itu akan berdampak yang tidak diinginkan maka dia memberikan kepercayaan
semu kepada atasannya.
- Kepercayaan berbasis pegetahuan
Kepercayaan yang diberikan bawahan kepada atasan yang didasarkan pada
keyakinan bahwa atasannya memang benar dan kapabel.
- Kepercayaan berbasis identifikasi
Kepercayaan berdasarkan pemahaman timbal balik tentang setiap instansi
pihak lain dan penghargaan atas kemauan dan keinginan pihak lain.
H.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan pada bab ini adalah bahwa kepemimpinan ada di mana-mana,
baik di organisasi formal maupun di organisasi informal. Pemimpin perlu
melakukan fungsinya secara proporsional agar pencapaian tujuan kelompok
terjamin baik, dan menghindari perilaku-perilaku non fungsional karena dapat
menghambat tercapainya tujuan kelompok.
Pemahaman terhadap berbagai aspek kepemimpinan serta kebutuhan manusia,
termasuk pengikut penting sekali bagi seorang pemimpin karena hal itu berkaitan
dengan motivasi. Dengan mengetahui kebutuhan pengikut maka pemimpin akan dapat
menentukan cara-cara yang tepat dalam memotivasi pengikutnya. Selain
itu, dari mana sumber kekuasaan di dapatkan si pemimpin ikut juga menentukan
keberhasilan kepemimpinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar