Rabu, 02 Januari 2013

PO Bab VIII


BAB VIII
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
           
A. Pengertian Kepemimpinan
            Dalam disiplin ilmu psikologi, sosiologi dan antropologi tampaknya masalah kepemimpinan merupakan masalah yang sangat menarik untuk dibahas. Bahkan sejak munculnya ilmu-ilmu tersebut, para ahli banyak yang membahas tentang berbagai masalah kepemimpinan .
            Pemimpin memainkan peran penting dalam membantu kelompok, organisasi ataupun masyarakat mencapai tujuan organisasi. Andaikan kita dapat mengidentifikasi teknik dan perilaku kepemimpinan yang efektif, kiranya kita dapat mempelajari dan mengajarkan perilaku dan teknik ini sehingga untuk meningkatkan efektivitas organisasi, kelompok dan individu menjadi lebih mudah. Untuk memperoleh kemantapan dalam merumuskan kepemimpinan akan dikemukakan beberapa definisi tentang kepemimpinan.
            Definisi kepemimpinan cukup banyak yang telah dikemukakan oleh para pakar, dan dalam buku ini tidak akan dikemukakan secara detail. Secara umum kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki. Karena di dalam definisi kepemimpinan ada proses mempengaruhi orang lain, maka di dalamnya akan ada  pihak  yang  mempengaruhi (pemimpin)  dan   ada  pihak  yang  dipengaruhi (pengikut). Singkatnya, dalam setiap proses kepemimpinan akan selalu ditemukan unsur pemimpin dan pengikut. Pemimpin berada di papan atas struktur organisasi dan pengikut secara hirarkhis di papan bawah.
            Pendapat lain mengenai kepemimpinan dikemukakan oleh R. D. Agarwal ( dalam Anoraga dan Suyati 1995  ), kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan kemauan mereka , kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pimpinan. Dalam hubungan dengan organisasi, kepemimpian terletak pada usaha mempengaruhi individu dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal.
Sehingga jelas bahwa kepemimpinan melibatkan kemampuan mempengaruhi. Kemampuan mempengaruhi orang lain ini mempunyai maksud yaitu untuk mencapai tujuan dari kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain, dalam hal ini karyawan atau bawahan untuk mencapai misi organisasi.
            Kemampuan mempengaruhi orang lain merupakan inti dari kepemimpinan. Untuk dapat mempengaruhi orang lain, manajer perlu mengetahui beberapa strategi antara lain :
-       Menggunakan fakta dan data untuk mengemukakan argumen dan alasan yang logis.
-       Bersikap bersahabat dan mendukung upaya yang baik dalam organisasi.
-       Memobilisasi atau mengaktifkan orang lain untuk melaksanakan pekerjaan
-       Melakukan negoisasi
-       Menggunakan pendekatan langsung dan kalau terpaksa menggunakan paksaan
-       Memperoleh dukungan dari atasan atau orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dalam organisasi.
-       Memberikan sanksi dan hukuman terhadap perilaku yang menyimpang.
 

B. Teori-Teori Kepemimpinan
            Di dalam literatur ada beberapa teori kepemimpinan yang penting. Teori-teori kepemimpinan ini sekaigus juga merupakan cara pendekatan yang dipakai oleh pakar di dalam melakukan studi di bidang kepemimpinan. Berikut ini sekilas tentang teori-teori kepemimpinan menurut Gibson ( dalam Anoraga dan Suyati, 1995 )  :
  1. Toeri Sifat ( Trait Theory ),
Yaitu suatu pendekatan yang mepertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dari teori inilah timbul pernyataan ilmiah yang mengemukakan bahwa kepemimpinan itu dilahirkan sebagai pemimpin.
  1. Teori Kelompok ( Group Theory ),
Yaitu teori yang beranggapan bahwa supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus ada suatu pertukaran yang positif antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
  1. Teori Situasional dan Model Kontijensi,
Yaitu pendekatan dalam studi kepemimpinan yang berangkat dari anggapan bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan berbagai faktor situasional dan saling bergantungan satu sama lainnya.
       4.   Teori jalan Kecil-Tujuan  ( Path-Goal Theory )
              Teori ini menganalisis dampak kepemimpinan ( terutama pemimpinan ) terha
               Dap motivasi bawahan, kepuasan dan pelaksanaan kerja.
C. Macam-Macam Kepemimpinan
            Ada berbagai macam jenis kepemimpinan, antara lain sebagai berikut :
  1. Kepemimpinan Transaksional
            Model Kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan. Dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional adalah :
a.    Para pemimpin menggunakan penghargaan kontingensi-kontingensi untuk memotivasi para karyawan.
b.    Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja.
  1. Kepemimpinan Karismatik
Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis. Pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi, komunikasi non verbal, daya tarik terhadap nilai-nilai idiologi, stimulasi intelektual terhadap para pengikut oleh pemimpin, penampilan kepercayaan diri sendiri dan untuk kinerja yang melampaui panggilan tugas.
  1. Kepemimpinan Visioner
            Kepemimpinan ini merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistis, dapat dipercaya, atraktif dengan masa depan bagi suatu organisasi atau unit organisasi yang terus tumbuh dan terus meningkat.
  1. Kepemimpinan Tim
Menjadi pemimpin efektif harus mempelajari ketrampilan seperti kesabaran untuk membagi informasi, percaya pada orang lain, menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi. 4 (empat) peran pemimpin tim, adalah sebagai berikut :
a.    Para pemimpin merupakan penghubung bagi para konstituen internal.
b.    Pemimpin tim adalah pemecah masalah
c.    Pemimpin tim adalah manajer konflik
d.    Pemimpin adalah pelatih

D. Gaya Kepemimpinan
            Gaya kepemimpinan pada dasarnya dapat dilihat dari bermacam-macam sudut pandang. Bila kita lihat dari sudut perilaku pemimpin maka apa yang dikemukakan oleh Tannenbaum dan Schmidt dalam Nimran (2004) adalah yang umum dipakai sebagai model. Kedua pakar ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin membentuk suatu kontinum dari sifat otokratik sampai demokratik. Kedua sifat ekstrim ini, kata mereka, dipengaruhi oleh intensitas penggunaan kekuasaaan oleh pengikut. Kombinasi dari kedua faktor inilah yang menentukan pada tingkat mana seseorang pemimpin mempraktekkan perilaku kepemimpinannya.
            Pada bagian ini akan dijelaskan tentang gaya kepemimpinan mulai dari gaya kontinumnya Tannenbaum-Schmidt  sampai ke gaya situasionalnya Hersey-Blanchard, yaitu sebagai berikut :
  1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Dalam gaya kepemimpinan kontinum terdapat 2 (dua) bidang pengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama, pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan. Ada 7 (tujuh) model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin. Ketujuh model ini masih dalam kerangka dua gaya otokratis dan demokratis diatas. Ketujuh model keputusan pemimpin yaitu :
a.    Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya.
Model ini terlihat bahwa otoritas  yang dipergunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
b.    Pemimpin menjual keputusan.
Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
c.    Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide, dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberi kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.
d.    Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunaannya.
e.    Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.
f.     Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan dalam model kelima di atas.
g.    Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan otoritas pada model nomor satu di atas.

  1. Gaya Managerial Grid
Usaha ini dilakukan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton. Dalam pendekatan ini manajer berhubungan dengan 2 (dua) hal, yakni produksi disatu pihak dan orang-orang di pihak lain. Sebagaimana dikehendaki oleh Blake dan Mouton, managerial grid ditekankan bagaimana manajer memikirkan tentang produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukan ditekankan pada berapa banyak produksi harus dihasilkan dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahannya.
            Menurut Blake dan Mouton, ada 4 (empat) gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem, sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan di tengah-tengah gaya ekstrem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial grid itu, sebagai berikut :
a.    Pada Grid 1.1, manajer sedikit sekali usahanya untuk memikirkan orang-orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasinya. Dalam menjalankan tugas manajer dalam grid ini menganggap dirinya sebagai perantara yang hanya mengkomunikasikan informasi dari atasan kepada bawahan.
b.    Pada Grid 9.9, manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja dengannya. Dia mencoba merencanakan semua usaha-usahanya dengan senantiasa memikirkan dedikasinya pada produksi dan nasib orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Manajer yang termasuk grid ini dapat dikatakan sebagai ”manajer tim” yang riel (the real team manager). Dia mampu untuk memadukan kebutuhan-kebutuhan produksi dengan kebutuhan-kebutuhan orang-orang secara individu.
c.    Pada Grid 1.9,  gaya kepemimpinan dari manajer ialah mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Tetapi pemikirannya mengenai produksi rendah. Manajer semacam ini sering dinamakan pemimpin klub. Manajer ini berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bisa bekerja rileks, bersahabat dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam suasana seperti ini tidak ada satu orangpun yang mau memikirkan tentang usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi.
d.    Pada Grid 9.1, kadangkala manajer disebut sebagai manajer yang menjalankan tugas secara otokratis. Manajer semacam ini hanya mau memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelaksanaan kerja, tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Dan lebih dari itu gaya kepemimpinannya lebih menonjol otokratisnya.

Selain empat gaya yang ekstrem di atas, ada satu gaya yang berada di tengah-tengah. Manajer semacam ini termasuk dalam Grid 5.5. Dalam hal ini manajer mempunyai pemikiran yang medium baik pada produksi maupun pada orang-orang. Dia berusaha mencoba menciptakan dan membina moral orang-orang yang bekerja dalam organisasi yang dipimpinnya, dan produksi dalam tingkat yang memadai, tidak terlampau menyolok.  Dia tidak menciptakan target terlalu tinggi yang sulit dicapai.













9
1.9







9.9

8










7










6










5




5.5





4










3










2










1
1.1







9.1


1
2
3
4
5
6
7
8
9



Gambar 2
 Managerial Grid



  1. Tiga Dimensi dari Reddin
Menurut Wiiliam J. Reddin dalam Toha (2001) gaya kepemimpinan berdasar 2  (dua) hal mendasar yakni hubungan pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja. Empat persegi empat dalam kotak ditengah merupakan gaya dasar dari kepemimpinan seorang manajer. Gaya ini pada hakikatnya sama dengan yang dipergunakan oleh Blake dan Mouton dalam managerial gridnya. Dari gaya dikotak tengah ini bisa ditarik ke atas dan ke bawah, menjadi gaya yang efektif dan tidak efektif.
Dalam gaya efektif terdapat 4 (empat) gaya yaitu :
a.    Eksekutif
Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungannya kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenai perbedaan di antara individu dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.
b.    Pencinta pengembangan (developer)
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan terhadap pengembangan mereka sebagai seorang individu.
c.    Otokratis yang baik hati (benevolent autocrat)
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan perhatian yang minimum terhadap hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
d.    Birokrat
Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan memeliharanya serta melakukan kontrol situasi secara teliti.

Gaya yang tidak efektif, gaya ini kalau melihat gambar 3 berada pada kotak di bawah. Ada 4 (empat) gaya kepemimpinan yang tergolong tidak efektif, yaitu :
a.    Pencinta Kompromi (Compromiser)
Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Manajer yang bergaya seperti ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhinya,
b.     Missionari
Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Manajer semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
c.    Otokrat
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai.
d.    Lari dari tugas (deserter)
Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena manajer seperti ini menunjukkan pasif tidak mau ikut campur tangan secara aktif dan positif.




























 





                 







                                      Orientasi Tugas











Gambar 3.
 Tiga Dimensi Kepemimpinan

  1. Empat Sistem Manajemen dari Likert
Rensis Likert melakukan serangkaian penelitian yang mengembangkan suatu ide dan pendekatan yang penting untuk memahami perilaku pemimpin. Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan dan mendasarkan pada komunikasi. Semua pihak dalam organisasi menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung supportive relationship. Likert merancang 4 (empat) sistem kepemimpinan dalam manajemen, adalah sebagai berikut :
a.    Sistem 1. Pemimpin bergaya exploitive authoritative. Manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan. Suka mengekploitasi bawahan dan bersikap paternalistik. Dalam memotivasi bawahan, pemimpin memberi rasa takut dan hukuman secara bergantian dengan memberi penghargaan yang secara kebetulan. Pemimpin hanya mau memperhatikan komunikasi ke bawah dan membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

b.    Sistem 2. Pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati (benevolent authoritative). Manajer mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah dan ketakutan berikut hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses pengambilan keputusan. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.

c.    Sistem 3. Pemimpin dinamakan Manajer Konsultatif. Manajer mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, ide atau pendapat bawahan, dan masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pemimpin mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak melakukan partisipasi. Pemimpin suka menetapkan 2 (dua) pola hubungan komunikasi yaitu ke atas dan ke bawah. Pemimpin membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas tetapi keputusan yang mengkhusus pada tingkat bawah. Bawahan merasa sedikit bebas membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan tugas pekerjaan kepada atasannya.

d.    Sistem 4. Pemimpin bergaya Kelompok Partisipatif (partisipative group). Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan ide-ide dan pendapat dari bawahan dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis dengan berdasarkam pastisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut. Pemimpin mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar. Bawahan mendapat kebebasan membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan rugasnya bersama atasannya. Pemimpin dalam sistem ini mempunyai kesempatan untuk lebih sukses sebagai pemimpin (leader).

F. Psikologi Kepemimpinan
Setidak-tidaknya ada dua teori atau pendekatan penting yang relevan tentang psikologi kepemimpinan. Yang pertama adalah teori tingkat kebutuhan Maslow, dan kedua teori kekuasaan French dan Raven. Abraham Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu terbagi dalam lima tingkatan, dalam hal urutan pemenuhannnya, yaitu :
  1. Kebutuhan fisik,
  2. Kebutuhan akan keamanan,
  3. Kebutuhan sosial,
  4. Kebutuhan akan penghargaan,
  5. Kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Sedangkan kebutuhan keamanan berkenaan dengan kebutuhan seseorang akan perlindungan dari bahaya dan ancaman keamanan baik fisik maupun non fisik. Kebutuhan sosial bersangkutan dengan kebutuhan seseorang untuk bersosialisasi atau berhubungan dengan orang lain di dalam masyarakatnya. Sedangkan kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan orang akan pengakuan penghargaan atas apa yang ada padanya seperti kemampuan, potensi, prestasi, dan sebagainya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk menampilkan diri pada tingkat yang terbaik sesuai dengan potensinya, misalnya menjadi pekerja yang baik, olahragawan berprestasi, dan lain-lain.
Proporsi psikologi kepemimpinan atau kepemimpinan dari sudut pandangan psikologi menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi yang efektif. Dalam hal ini si pemimpin haruslah mampu melakukan stimulasi terhadap bawahan atau pengikutnya sedemikian rupa agar dapat memberikan sumbangan positif tujuan-tujuan organisasi, disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka teori tingkat kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dapat menjadi model atau pedoman bagi pemimpin dalam mengembagkan sistem motivasi yang paling efektif.

E. Peranan Manajer/Pimpinan
            Mengenai peranan manajer, apapun tingkatannya menurut  Mintzberg (1973) ada 10 (sepuluh) macam. Peranan-peranan tersebut merupakan himpunan sejumlah aktivitas para menajer yang diperoleh melalui studi yang mendalam. Sepuluh peranan tersebut adalah :
  1. Figuerehead role ( peranan sebagai kepala )
Peranan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal
  1. Laeder role ( peranan pemimpin )
Peranan untuk menjadikan unit organisasinya berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam mencapai tujuan dimana manajer perlu mengarahkan, memotivasi, menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk bekerja bagi pengikutnya.
  1. Laison role ( peran penghubung )
Peranan yang mengharuskan manajer melakukan interaksi dengan teman sejawat, staf, dan orang lain yang berada di luar organisasinya untuk mendapatkan informasi.

  1. Monitor role ( peran pemantau ),
Peranan yang mengharuskan seseorang manajer untuk menjadi pencari, penerima dan pengumpul informasi agar supaya mampu mengembangkan pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya
  1. Disseminator role ( peran penyebar ),
Peran yang menempatkan manajer sebagai penyebar informasi keseluruh jajaran organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Ini dimungkinkan karena ia memiliki akses pada semua informasi melalui peran monitornya.
  1. Spokesman role ( peran juru bicara )
Peran manajer untuk mewakili organisasi untuk menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasinya.
  1. Entrepreneur role ( peran wirausaha )
Bukan sebagai pemrakarsa dan perancang bagi sejumlah perubahan yang terkendali dalam organisasinya.
  1. Disturbance-handler role ( peran penghalau gangguan )
Yaitu peran yang membawa manajer untuk bertanggung jawab ketika organisasinya mengalami krisis yang sering kali tidak direncanakan sebelumnya.
  1. Resource allocator of role ( peran pembagi sumberdaya )
Peran manajer sebagai penentu di dalam mengalokasikan sebagai sumber daya, seperti keuangan/dana untuk kegiatan tertentu dalam organisasi.
  1. Negosiator role ( peran perunding ),
Peran yang menempatkan manajer sebagai perunding ( negosiator ) baik dengan pihak-pihak dalam organisasi maupun pihak luar guna pemecahan bagi masalah-masalah yang dihadapi organisasi.

Bagaimana intensitas dari setiap peran di atas dimiliki oleh masing-masing manajer tentu saja berbeda-beda menurut tingkatannya. Semakin tinggi posisi seseorang dalam struktur organisasi semakin tinggi intensitas peran tersebut diharapkan dari padanya.

F. Kepercayaan Sebagai Landasan Kepemimpinan
            Kepercayaan,atau tidaknya kepercayaan, menjadi isu kepemimpinan yang semakin penting dalam organisasi-organisasi dewasa ini.
            Apa itu kepercayaan ? Menurut Robin ( 2006 ) kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa ornag lain tidak akan melalui kata-kata, tindakan, atau keputusan-bertindak secara oportunsitik.
            Istilah pengaharapan positif dalam definisi kita mengasumsikan bahwa pengetahuan dan keakraban dengan pihak lain. Istilah secara oportunistik merujuk pada resiko dan kerentanan yang inheren dalam setiap hubungan kepercayaan. 
            Kepercayaan menurut pendapat Sopiah (2008) adalah suatu harapan positif bahwa orang tidak akan bertindak secara oportunistik. Bila pengikut mempercayai pemimpinnya, mereka bersedia berkorban bagi tindakan pemimpin.
 Pemimpin percaya bahwa hak dan kewajiban mereka tidak akan disalahgunakan. Keefektifan manajerial dan kepemimpinan tergantung pada kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan dari para pengikut. Ada 3 (tiga) jenis kepercayaan dalam hubungan organisasi yaitu :
  1. Kepercayaan berdasarkan penolakan
Kepercayaan yang didasarkan pada ketakutan akan pembalasan jika kepercayaan dilanggar. Bawahan sebenarnya tidak mempercayai atasannya tetapi karena takut hal itu akan berdampak yang tidak diinginkan maka dia memberikan kepercayaan semu kepada atasannya.

  1. Kepercayaan berbasis pegetahuan
Kepercayaan yang diberikan bawahan kepada atasan yang didasarkan pada keyakinan bahwa atasannya memang benar dan kapabel.

  1. Kepercayaan berbasis identifikasi
Kepercayaan berdasarkan pemahaman timbal balik tentang setiap instansi pihak lain dan penghargaan atas kemauan dan keinginan pihak lain.

H. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan pada bab ini adalah bahwa kepemimpinan ada di mana-mana, baik di organisasi formal maupun di organisasi informal. Pemimpin perlu melakukan fungsinya secara proporsional agar pencapaian tujuan kelompok terjamin baik, dan menghindari perilaku-perilaku non fungsional karena dapat menghambat tercapainya tujuan kelompok.
Pemahaman terhadap berbagai aspek kepemimpinan serta kebutuhan manusia, termasuk pengikut penting sekali bagi seorang pemimpin karena hal itu berkaitan dengan motivasi. Dengan mengetahui kebutuhan pengikut maka pemimpin akan dapat menentukan cara-cara yang tepat dalam memotivasi pengikutnya. Selain itu, dari mana sumber kekuasaan di dapatkan si pemimpin ikut juga menentukan keberhasilan kepemimpinannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar