NPS: Paradigma Mutakhir
Administrasi Negara
Paradigma administrasi Negara
sudah jauh bergeser dan meninggalkan pendulum dikotomi politik-administrasi.
Dalam konteks kekinian, paradigma dikotomi politik-administrasi yang terkenal
dengan adagium when political end,
administrative begin kurang relevan dengan perkembangan teori dan praktik
administrasi negara. Bahkan sebenarnya, administrasi negara sudah lama
meninggalkan paradigma ke-5 dalam ilmu administrasi negara yaitu administrasi
negara sebagai administrasi negara (1970-?) sebagaimana yang dikemukakan oleh
Henry.[1]
Henry hanya menentukan bahwa paradigma ke-5 dimulai sejak tahun 1970, tetapi ia
tidak memberi batasan sampai berapa lama paradigma ke-5 bertahan. Sejak 1990
sampai saat ini teori dan konsep administrasi negara sudah berkembang sangat
pesat, terutama dengan munculnya paradigma New
Public Management (NPM) pada permulaan tahun 1990 yang kemudian disusul
oleh New Public Service (NPS) pada
tahun 2000an.
Dalam memahami teori
administrasi negara secara paradigmatik, tulisan Janet V. Denhardt dan Robert
B. Denhardt yang berjudul The New Public
Service: Serving, not Steering dapat digunakan untuk menemukenali
perkembangan paradigma administrasi negara klasik sampai administrasi negara
kontemporer. Tulisan tersebut diterbitkan pertama kali dalam bentuk buku pada
tahun 2003 di New York. Sejak kemunculannya buku ini mendapat respon yang
positif dari kalangan cendikiawan administrasi negara karena dianggap mampu
memberikan perspektif alternatif dalam memandang administrasi negara.
Sebelum terbit berbentuk buku,
pada tahun 2000 Denhardt dan Denhardt sudah pernah mempublikasikan tulisan yang
sama, namun dengan judul yang berbeda yaitu The
New Public Service: Serving Rather than Steering dalam jurnal Public Administration Review.[2]
Kemudian disusul dengan tulisan yang lain tetapi kurang
lebih dengan ide yang sama dalam International
Review of Public Administration pada tahun 2003, dengan judul The New Public Service: An Approach to
Reform.[3] Buku
yang diterbitkan pada tahun 2003 adalah repetisi dan modifikasi dari dua tulisan
yang pernah muncul sebelumnya.
Denhardt dan Denhardt mencoba membagi paradigma
administrasi Negara atas tiga kelompok besar, yaitu paradigma The Old Public Administration (OPA), The New Public Management (NPM) dan The New Public Service (NPS). Menurut
Denhardt dan Denhardt paradigma OPA dan
NPM kurang relevan dalam mengaddres
persoalan-persoalan publik karena memiliki landasan filosofis dan ideologis
yang kurang sesuai (inappropriate)
dengan administrasi Negara, sehingga perlu paradigma baru yang kemudian disebut
sebagai NPS.
Paradigma OPA tidak bisa
dipisahkan dari tiga pemikiran, yaitu paradigma dikotomi politik-administrasi, rational-model
Herbert Simon dan teori pilihan publik (public
choice). Pertama, paradigma
dikotomi politik-administrasi yang mencoba menawarkan gagasan pemisahan
politik-administrasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Henry. Paradigma
dikotomi politik-administrasi memiliki dua kunci pokok yang menjadi tema ide
mereka; (i) Politik berbeda (distinct)
dengan administrasi. Secara naluriah, politik adalah arena dimana kebijakan (policy) diambil sehingga administrasi
tidak berhak berada dalam arena tersebut. Pejabat-pejabat politik (elected agencies) bertanggung-jawab
mengartikulasikan kepentingan publik dan memformulasikannya menjadi sebuah
produk politik berupa kebijakan. Administrasi hanya bertugas
mengimplementasikan (administered)
kebijakan tersebut. Dengan demikian, maka fungsi politik dan administrasi harus
dipisahkan agar tidak saling mempengaruhi (politisasi-birokrasi). Administrasi
tidak boleh terkooptasi oleh kepentingan politik sehingga birokrasi menjadi
profesional dan netral dalam menjalankan kebijakan publik; (ii) Pimpinan pada
setiap level dalam organisasi administrasi juga harus mampu menata struktur dan
strategi organisasi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuannya dengan
efisien. Atasan diberikan keleluasaan untuk memberikan punishment kepada bawahan yang lalai.
OPA juga tidak bisa dilepaskan
dari prinsip-prinsip manajemen ilmiah (scientific
management) Frederick W. Taylor dan manajemen klasik POSDCORB ciptaan Luther
Gullick. Administrasi negara harus berorientasi secara ketat kepada efisiensi.
Semua sumber daya (man, material,
machine, money, method, market) digunakan sebaik-baiknya untuk mencapai
prinsip efisiensi. Aparat pemerintah harus bertindak sesuai petunjuk
pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dengan sangat rigid dan kaku. Tidak ada ada celah bagi
birokrasi untuk menggunakan diskresinya karena dikhawatirkan dapat mengurangi
efisiensi. Pejabat pada level atas (top-management)
diminta untuk mengontrol bawahan dengan otoritas-birokratik secara top-down.
Kedua, manusia
rasional (administratif) Herbert Simon juga memberikan pengaruh terhadap OPA.
Menurut Simon, manusia dipengaruhi oleh rasionalitas mereka dalam mencapai
tujuan-tujuannya. Rasionalitas yang dimaksud di sini hampir sama dengan
efisiensi yang dikemukakan oleh aliran scientific
management. Manusia yang bertindak secara rasional ini disebut dengan
manusia administratif (administrative man).
Manusia administratif adalah orang yang memiliki perilaku yang rasional untuk
mencapai tujuan organisasi dan tujuan pribadinya. Orang yang bekerja di dalam
organisasi juga memiliki motif pribadi yang harus dipenuhi oleh organisasi.
Tujuan pribadi ini tidak selalu uang, tetapi bisa juga pengakuan, rasa ingin
dihormati dan dihargai serta keinginan untuk menunjukkan jati diri.
Ketiga, teori pilihan
publik (public choice) merupakan
teori yang melekat (asociate) dalam
OPA. Teori pilihan publik berasal dari filsafat manusia ekonomi (economic man) dalam teori-teori ekonomi.
Inti ajaran teori pilihan publik menyatakan bahwa manusia adalah individu yang
rasional yang selalu menginginkan terpenuhinya kebutuhan pribadinya (self-interested) dan memaksimalkan
keuntungan pribadinya (own-utilities).
Menurut teori pilihan publik manusia akan selalu mencari keuntungan atau
manfaat yang paling tinggi pada setiap situasi dalam setiap pengambilan
keputusan. Manusia diasumsikan sebagai makhluk ekonomi yang selalu mencari
keuntungan pribadi melalui serangkaian keputusan yang mampu memberikan manfaat
yang paling tinggi.
Secara ringkas, Denhardt dan
Denhardt menguraikan karakteristik OPA sebagai berikut:[4]
•
Fokus
utama adalah penyediaan pelayanan publik melalui organisasi atau badan resmi
pemerintah.
•
Kebijakan
publik dan administrasi negara dipahami sebagai penataan dan implementasi
kebijakan yang berfokus pada satu cara terbaik (on a single), kebijakan publik dan administrasi negara sebagai
tujuan yang bersifat politik.
•
Administrator
publik memainkan peranan yang terbatas dalam perumusan kebijakan publik dan
pemerintahan; mereka hanya bertanggung-jawab mengimplementasikan kebijakan
publik.
•
Pelayanan
publik harus diselenggarakan oleh administrator yang bertanggung-jawab kepada
pejabat politik (elected officials)
dan dengan diskresi terbatas.
•
Administrator bertanggung-jawab
kepada pimpinan pejabat politik (elected
political leaders) yang teleh terpilih secara demokratis.
•
Program-program
publik dilaksanakan melalui organisasi yang hierarkis dengan kontrol yang ketat
oleh pimpinan organisasi.
•
Nilai pokok yang dikejar oleh
organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas.
•
Oranisasi
publik melaksanakan sistem tertutup sehingga keterlibatan warga negara dibatasai.
•
Peranan administrator publik
adalah melaksanakan prinsip-prinsip Planning,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan Budgetting.
Paradigma OPA dikritik oleh
paradigma NPM. Secara konseptual OPA berbeda dengan NPM. NPM mengacu kepada
sekelompok ide dan praktik kontemporer untuk menggunakan pendekatan-pendekatan
dalam sektor privat (bisnis) pada organisasi sektor publik. NPM adalah suatu
gerakan yang mencoba menginjeksikan prinsip-prinsip organisasi sektor privat ke
dalam organisasi pemerintah. Pemerintahan yang kaku dan sentralistik
sebagaimana yang dianut oleh OPA harus diganti dengan pemerintahan yang berjiwa
wirausaha dan profitable. NPM sering diasosiasikan
juga dengan managerialism (Pollitt), market-based public
administration (Land dan Rosenbloom), post-bureaucratic paradigm (Barzelay)
dan entrepreneurial government (Osborne dan Gaebler).[5]
NPM merupakan genealogis dari
ideologi neoliberalisme karena menganjurkan pelepasan fungsi-fungsi pemerintah
kepada sektor swasta. Inti dari ajaran NPM dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pemerintah diajak untuk meninggalkan
paradigma administrasi tradisional dan menggantikannya dengan perhatian
terhadap kinerja atau hasil kerja.
2. Pemerintah sebaiknya melepaskan diri dari
birokrasi klasik dan membuat situasi dan kondisi organisasi, pegawai dan para
pekerja lebih fleksibel.
3. Menetapkan tujuan dan target organisasi
dan personel lebih jelas sehingga memungkinkan pengukuran hasil melalui indikator yang jelas.
4. Staf senior lebih berkomitmen secara
politis dengan pemerintah sehari-hari daripada netral.
5. Fungsi pemerintah adalah memperhatikan
pasar, kontrak kerja keluar, yang berarti pemberian pelayanan tidak selamanya
melalui birokrasi, melainkan bisa diberikan oleh sektor swasta.
6.
Fungsi pemerintah dikurangi
melalui privatisasi.
Penerapan paradigma NPM sangat sukses di Amerika
Serikat, Inggris dan Selandia Baru sehingga “virusnya” mulai menyebar ke
negara-negara lain. Praktik
NPM di Amerika Serikat populer dengan pemerintahan wirausaha (entrepreneurial government) yang
dirancang oleh David Osborne dan Ted Gaebler. Osborne dan Gaebler menawarkan 10
prinsip pemerintahan yang berjiwa wirausaha.[6]
1. Pemerintahan katalis; pemerintahan yang
mengarahkan bukan mengayuh.
2. Pemerintahan milik masyarakat;
pemerintahan yang memberdayakan bukan melayani.
3. Pemerintahan kompetetif; pemerintahan yang
menginjeksikan semangat kompetisi dalam pelayanan publik.
4. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi;
pemerintahan yang mampu merubah orientasi dari pemerintahan yang digerakkan
oleh aturan.
5. Pemerintahan yang berorientasi hasil;
pemerintahan yang membiayai hasil bukan input.
6. Pemerintahan yang berorientasi pelanggan;
pemerintahan yang memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi.
7. Pemerintahan wirausaha; pemerintahan yang
menghasilkan profit bukan menghabiskan.
8. Pemerintahan antisipatif; pemerintahan
yang berorientasi pencegahan bukan penyembuhan.
9. Pemerintahan desentralisasi; merubah
pemerintahan yang digerakkan oleh hierarki menjadi pemerintahan partisipatif
dan kerjasama tim.
10.
Pemerintahan yang berorientasi
pasar; pemerintahan yang mendorong perubahan melalui pasar.
NPS: Kritik terhadap NPM
Dalam pandangan NPM,
organisasi pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal. Menurut Osborne dan
Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang
mengarahkan (steer) lajunya kapal
bukan mengayuh (row) kapal tersebut.
Urusan kayuh-mengayuh[7]
diserahkan kepada organisasi di luar pemerintah, yaitu organisasi privat dan
organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah.
Tugas pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah energi
ekstra untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih
strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan
luar negeri.
Paradigma steering rather than rowing ala NPM dikritik oleh Denhardt dan
Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who owned the boat). Seharusnya
pemerintah memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan warga negara
karena merekalah pemilik “kapal”. Selengkapnya,
Denhardt dan Denhardt menulis sebagai berikut,
In our rush to steer, perhaps we are forgetting who
owns the boat…Accordingly, public administrators should focus on their
responsibility to serve and empower citizens as they manage public
organizations and implement public policy. In other words, with citizens at the
forefront, the emphasis should not be placed on either steering or rowing tha
governmental boat, but rather on building public institutions marked by
integrity and responsiveness.
Akar dari NPS dapat ditelusuri
dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl
dan Waldo. NPS berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan;
perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya
deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif
terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial
dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi
negara baru; administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai
nilai-nilai kemanusiaan (human beings)
dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial
lainnya.
4. Administrasi negara postmodern;
mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan
publik daripada menggunakan one best way
perspective.
Dilihat dari teori yang
mendasari munculnya NPS, nampak bahwa NPS mencoba mengartikulasikan berbagi
teori dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat
dari berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma NPS memiliki
perbedaan karakteristik dengan OPA dan NPM. Perbedaan tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Diferensiasi OPA, NPM dan NPS
Aspek
|
Old Public Administration
|
New Public Management
|
New
Public Service
|
Dasar teoritis dan
fondasi epistimologi
|
Teori
politik
|
Teori
ekonomi
|
Teori
demokrasi
|
Rasionalitas dan model perilaku Manusia
|
Rasionalitas Synoptic
(administrative man)
|
Teknis dan rasionalitas ekonomi (economic man)
|
Rasionalitas strategis atau rasionaitas formal
(politik, ekonomi dan organisasi)
|
Konsep
kepentingan
publik
|
Kepentingan publik secara politis dijelaskan dan
diekspresikan dalam aturan hukum
|
Kepentingan
publik mewakili agregasi kepentingan individu
|
Kepentingan
publik
adalah
hasil dialog
berbagai
nilai
|
Responsivitas
birokrasi
publik
|
Clients dan constituent
|
Customer
|
Citizen’s
|
Peran
pemerintah
|
Rowing
|
Steering
|
Serving
|
Pencapaian
tujuan
|
Badan pemerintah
|
Organisasi privat dan nonprofit
|
Koalisi antarorganisasi publik, nonprofit dan
privat
|
Akuntabilitas
|
Hierarki administratif
dengan jenjang yang tegas
|
Bekerja sesuai dengan
kehendak pasar (keinginan pelanggan)
|
Multiaspek: akuntabilitas
hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik,
standar profesional
|
Diskresi
administrasi
|
Diskresi terbatas
|
Diskresi diberikan secara luas
|
Diskresi dibutuhkan tetapi
dibatasi dan bertanggung-jawab
|
Struktur
organisasi
|
Birokratik yang ditandai
dengan otoritas top-down
|
Desentralisasi organisasi
dengan kontrol utama berada pada para
agen
|
Struktur kolaboratif dengan
kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal
|
Asumsi terhadap
motivasi pegawai
dan administrator
|
Gaji dan keuntungan,
proteksi
|
Semangat entrepreneur
|
Pelayanan publik dengan
keinginan melayani
masyarakat
|
Sumber: Denhardt
dan Denhardt (2003: 28-29)
Seperti halnya Osborne dan
Gaebler, Denhardt dan Denhardt juga merumuskan prinsip-prinsip NPS yang
memiliki diferensiasi dengan prinsip-prinsip OPA dan NPM. NPS mengajak
pemerintah untuk:
- Melayani
masyarakat sebagai warga negara, bukan pelanggan; melalui pajak yang
mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara bukan pelanggan.
- Memenuhi
kepentingan publik; kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks,
tetapi negara berkewajiban untuk memenuhinya. Negara tidak boleh melempar
tanggung-jawabnya kepada pihak lain dalam memenuhi kepentingan publik.
- Mengutamakan
warganegara di atas kewirausahaan; kewirausahaan itu penting, tetapi warga
negara berada di atas segala-galanya.
- Berpikir
strategis dan bertindak demokratis; pemerintah harus mampu bertindak cepat
dan menggunakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan publik.
- Menyadari
komplekstitas akuntabilitas; pertanggungjawaban merupakan proses yang
sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat.
- Melayani
bukan mengarahkan; fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara
bukan mengarahkan.
- Mengutamakan
kepentingan masyarakat bukan produktivitas; kepentingan masyarakat harus
menjadi prioritas meskipun bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas.
Otokritik terhadap NPS
NPS adalah cara pandang baru dalam
administrasi negara yang mencoba menutupi (cover)
kelemahan-kelemahan paradigma OPA dan NPM. Namun demkian, apakah NPS tidak
memiliki kekurangan? Berikut ini akan diuraikan beberapa kritik terkait dengan
beberapa kelemahan NPS.
1.
Pendekatan politik dalam administrasi negara
Secara epistimologis, NPS
berakar dari filsafat politik tentang demokrasi. Denhardt dan Denhardt
menspesifikasikkannya menjadi demokrasi kewargaaan. Demokrasi merupakan suatu
paham pemerintahan yang berdasarkan pada aturan untuk mewujudkan kesejahteraan
dan kebaikan bersama.[8]
Dalam konteks demokrasi kewargaan, demokrasi dalam hal ini dimaknai sebagai
pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan warga negara secara
keseluruhan. Warga negara memiliki hak penuh memperoleh perhatian dari
pemerintah dan warga negara berhak terlibat dalam setiap proses pemerintahan (politik
dan pengambilan kebijakan).
Denhardt dan Denhardt berhasil
mencari akar mengapa pemerintah harus melayani (serve) bukan mengarahkan (steer),
mengapa pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga negara (citizens) bukan sebagai pelanggan (customers), tetapi mereka lupa bahwa
nalar politik telah masuk dalam upaya pencarian state of the art administrasi negara--pelayanan publik. Lebih jauh,
Denhardt dan Denhardt telah terjerembab dalam pendulum administrasi negara
sebagai ilmu politik (paradigma 3). Padahal, dengan merumuskan NPS sebagai
antitesa terhadap NPM berarti mereka meyakini bahwa administrasi negara telah
bergerak melewati paradigma 5.
Tidak ada yang salah ketika
Denhardt dan Denhardt mencari akar ideologis paradigma NPS dari teori-teori
politik karena administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu politik. Hanya
saja nalar politik seperti ini harus diwaspadai sebagai upaya merewind administrasi negara sebagai
ilmu politik. Semestinya Denhardt dan Denhardt dapat menggunakan nalar
administrasi negara dalam mencari akar dan prinsip-prinsip NPS yang bisa
dikonstatasikan dengan NPM. Misalnya, Denhardt dan Denhardt dapat meyakinkan
orang lain bahwa pemerintah bertanggung-jawab melayani masyarakat sebagai warga
negara karena pada awalnya warga negaralah yang mendirikan negara dan kemudian
menjalankannya serta terikat dengan aturan-aturan negara. Oleh karena itu,
secara etika dan moral warga negara adalah pemilik negara.
2.
Standar ganda dalam mengkritik NPM
NPS berusaha mengkritik NPM, tetapi
tidak tegas karena kritikan terhadap NPS hanyalah kritik secara
filosofis-ideologis bukan kritik atas realitas pelaksanaan NPM yang gagal di
banyak negara. NPM memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada,
Inggris, Selandia Baru dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana
penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara
berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di
kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep NPM karena tidak sesuai
dengan landasan ideologi, politik, ekonomi dan sosial-budaya negara yang
bersangkutan. Akhirnya, negara tersebut tetap miskin dan tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda kemajuan.
Denhardt dan Denhardt
mengkritik NPS sebagai konsep yang salah dalam memandang masyarakat yang
dilayani. NPM memandang masyarakat yang dilayani sebagai customer, sedangkan NPS menganggap masyarakat yang dilayani sebagai
warga negara (citizens). Namun,
Denhardt dan Denhardt lupa mencari akar ideologis, mengapa NPM memiliki
perspektif demikian dalam memandang subjek pelayanan? mengapa NPM menawarkan “jurus”
privatisasi, liberalisasi dan deregulasi untuk mendongkrak kinerja pemerintah? Tidak
bisa dipungkiri bahwa NPM adalah anak ideologis neoliberalisme yang mencoba
menerapkan mekanisme pasar dan berupaya secara sistematis mereduksi peran
pemerintah, sehingga pemerintah menurut konsep berada di belakang kemudi kapal,
sedangkan kapalnya dijalankan oleh organ-organ di luar pemerintah.
Dalam konsep NPS yang diajukan
oleh Denhardt dan Denhardt nilai-nilai neoliberalisme NPM tidak hilang secara
otomatis. Ketika pemerintah melayani masyarakat sebagai warga negara misalnya,
aspek privatisasi bisa saja tetap berlangsung asalkan atas nama melayani
kepentingan warga negara bukan pelanggan. Misalnya, sektor pendidikan dapat
diprivatisasi asalkan pelaksana pendidikan tetap melayani masyarakat sebagai
warga negara bukan pelanggan.
3. Aplikasi NPS masih
diragukan
Prinsip-prinsip NPS belum tentu bisa
diaplikasikan pada semua tempat, situasi dan kondisi. Administrasi negara
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (ideologi, politik, hukum, ekonomi,
militer, sosial dan budaya), sehingga suatu paradigma yang sukses di suatu
tempat belum tentu berhasil diterapkan pada tempat yang lain. Prinsip-prinsip
NPS masih terlalu abstrak dan perlu dikonkritkan lagi. Prinsip dasar NPS
barangkali bisa diterima semua pihak, namun bagaimana prinsip ini bisa
diimplementasikan sangat bergantung pada aspek lingkungan.
Lagi pula, NPS terlalu
mensimplifikasikan peran pemerintah pada aspek pelayanan publik. Padahal,
urusan pemerintah tidak hanya berkaitan dengan bagaimana menyelenggarakan
pelayanan publik, tetapi juga menyangkut bagaimana melakukan pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di negara-negara maju seperti di Amerika
Serikat, Inggris dan Selandia Baru yang tidak lagi berkutat pada upaya
percepatan pembangunan (development
acceleration) dan peningkatan pertumbuhan ekonomi karena negara-negara
tersebut relatif sudah stabil, maka pelayanan publik menjadi program prioritas
yang strategis. Namun, bagi negara-negara berkembang, pelayanan publik bisa
jadi belum menjadi agenda prioritas karena masih berupaya mengejar pertumbuhan
dan meningkatkan pembangunan.
Epilog
NPS
merupakan paradigma yang relatif masih baru dalam kajian administrasi negara.
NPS berakar dari teori demokrasi kewargaan, model komunitas dan masyarakat
sipil, teori organisasi humanis dan administrasi negara baru serta administrasi
negara postmodern. NPS memiliki perbedaan karakteristik dengan OPA dan NPM. NPS
berusaha menutupi kekurangan-kekurangan pada paradigma OPA dan NPM dengan
menawarkan sejumah opsi. Inti dari paradigma NPS adalah mereposisi peran negara
dan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Nalar politik
sangat kental dalam mencari akar NPS. Namun NPS sendiri alpa dalam mengkaji
landasan filosofis-ideologis NPM sehingga NPM berbeda dengan NPS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar