BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Permasalahan
klasik yang timbul di kota-kota besar adalah masalah kependudukan, sekaligus
aspek-aspek yang menyertainya, seperti pemukiman, pendidikan, layanan sosial,
dan lain sebagainya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui
jumlah penduduk datang meningkat dari 32.685 jiwa pada tahun 2007 menjadi
50.300 jiwa pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 berjumlah 70.995 jiwa. Mereka
yang nekat datang ke kota tanpa dibekali oleh kemampuan dan potensi diri yang
cukup akan tersisihkandan harus mencari jalan keluar dari permasalahannya
dengan melakukan berbagai cara, selain itu ditambah dengan situasi krisis
ekonomi yang meledak pada tahun 1998 dimana marak terjadi pengangguran dan
masalah sosial lainnya. Hal itulah yang memicu timbulnya salah satu permasalahan
kependudukan di kota-kota besar, yakni munculnya fenomena anak-anak jalanan,
sebagian dari mereka terpaksa menggantungkan hidupnya pada penghasilan yang
mereka peroleh dari jalanan dengan melakukan berbagai kegiatan yang sekiranya
dapat mendatangkan uang. (Hakiki,1999) Jumlah anak jalanan di berbagai kota
besar dengan mudah dapat diperhatikan dengan jelassebab terus tumbuh dan berkembang,
meskipun sudah cukup banyak upaya dilakukan,baik oleh pemerintah maupun Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), untuk mengurangi jumlah anak yang hidup di jalanan.
Jumlah anak jalanan di Jawa Timur sendiri dari data Dinas Sosial, meningkat
dari tahun 2009 yaitu 5.224 orang menjadi 5.324 orang
pada tahun 2010,
dimana sebagian besar berada di kota Surabaya, dan sisanya tersebar di berbagai
pelosok kota lainnya. Meskipun berdasarkan data dari Dinas Sosial menunjukkan
bahwa jumlah anak jalanan di Surabaya menurun dari 795 orang pada tahun 2009
menjadi 790 orang pada tahun 2010, tetapi hal itu belum dapat menunjukkan hasil
yang memuaskan pada penyelesaian permasalahan anak jalanan karena penurunannya
relatif sedikit. Sejumlah kajian menyebutkan munculnya masalah anak jalanan
inisangat terkait dengan faktor kemiskinan, selain itu akibat ketidakharmonisan
keluargadan juga adanya kemalasan dan kurang bertanggung jawab orang tua
terhadap keluarga (Sanituti, 2002). Jumlah pengangguran di Kota Surabaya
berdasar data Dinas Kependudukan tahun 2010, sebanyak 802.568 orang, dari
jumlah tersebut baru 12 persen atau 96.309 pengangguran yang mampu ditangani.
Hal itulah yang memicu timbulnya kemiskinan dimana kepala keluarga tidak mampu
memenuhi kebutuhan keluarganya yang kemudian memunculkan fenomena anak jalanan
untuk membantu pemenuhan hidup dirinya dan keluarganya.
Selama iniupaya
yang telah dilakukan untuk menangani anak-anak jalanan adalah berusaha
mengeluarkan mereka dari jalanan,yaitu adanya kegiatan untuk mengarahkan anak
jalanan tersebut melalui pembinaan dengan memasukkan ke rumah singgah,
tempat-tempat pelatihan dan sejenisnya. Akan tetapi dalam pelaksanaanya perlu
diperhatikan banyak faktor yang akan
memberikan
pengaruh pada hasil pembinaan tersebut, terutama pada perilaku anak jalanan.
Faktor-faktor tersebut dapat merupakan faktor eksternal maupun internal yang
dapat mempengaruhi sikap dan perilaku anak jalanan dalam menjalani kehidupannya,
dimana pengaruh tersebut dapat membawa kebaikan atau keburukan. (Sanituti,
2002) Penelitian yang berkaitan dengan anak jalanan, antara lain Tugas Akhir
(Nur Wulan, 2002) yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembinaan pada anak
jalanan dan perbedaan perilaku antara anak jalanan binaan dan non binaan. Dari
hasil analisis didapatkan bahwa pembinaan yang dilakukan berhasil memberikan
pengaruh yang signifikan pada perilaku anak jalanan, kemudian juga diketahui
adanya perbedaan perilaku antara anak jalanan binaan dan non binaan berdasarkan
variabel interaksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain itu ada
penelitian (Astutik, 2004) yang berupaya secara komprehensif menggabungkan
antara karakteristik anak jalanan, latar belakang dan faktor pendorong
keberadaan anak jalanan, analisa potensi, peluang anak jalanan serta
kelemahan-kelemahan anak jalanan. Dengan menggunakan pendekatan model rumah
singgah diharapkan mendapatkan model pembinaan anak jalanan yang tepat, efektif
dan efisien sesuai kebutuhan anak jalanan. Pembinaan yang dilakukan terhadap
anak jalanan diharapkan dapat memberikan pengaruh pada perilaku anak
jalanan, dimana
anak jalanan yang mendapatkan pembinaan bisa memiliki perilaku yang lebih baik
dan positif. Dengan demikian dapat diteliti kecenderungan karakteristik anak
jalanan berdasarkan faktor sosial ekonomi dengan perilaku anak jalanan binaan.Dikarenakan
data yang digunakan bersifat kategorikal maka metode yang digunakan adalah
pemodelan log linear, dimana dengan pendekatan log linier dapat diketahui level
atau kelas mana yang cenderung menimbulkan adanya hubungan atau dependensi
antar variabel dengan data yang bersifat kualitatif. Pada penelitian ini
variabel yang akan diteliti yaitu karakteristik anak jalanan berdasarkan faktor
sosial ekonomi dan perilaku anak jalanan binaan berdasarkan interaksinya dengan
lingkungan.
1.2 Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana
karakteristik dan perilaku anak jalanan binaan berdasarkan faktor sosial dan
ekonomi ?
2. Bagaimana
hubungan antara faktor sosial dan ekonomi dengan perilaku anak jalanan binaan?
1.3 Batasan
Masalah
Batasan
masalahdalam penelitian Tugas Akhir ini adalah :
1. Objek
penelitian yaitu anak jalanan usia 7-18 tahun yang selanjutnya disebut anak dan
belum menikah.
2. Anak jalanan
yang diteliti adalah anak binaan Yayasan Arek Lintang (ALIT) yang mengakses
rumah singgah (shelter) atau di ALIT disebut Save Play Area (SPA).
3. Variabel yang
diteliti adalah faktor sosial ekonomi dan kecenderungan perilaku pada anak
jalanan binaan.
1.4 Tujuan
Tujuan dari
penelitian Tugas Akhir ini adalah :
1. Mengetahui
karakteristik dan perilaku anak jalanan binaan berdasarkan faktor sosial dan
ekonomi.
2. Mengkaji
hubungan antara faktor sosial dan ekonomi dengan perilaku anak jalanan binaan.
1.5 Manfaat
Manfaat yang
diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai
informasi bagi pihak terkait yang bergerak dalam bidang pemberdayaan anak
jalanan dalam mengembangkan program pembinaan yang dapat membawa perubahan
perilaku anak jalanan ke arah yang lebih baik.
2. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku anak jalanan
binaan di Surabaya.
3. Sebagai bahan
kajian bagi pemerintah kota Surabaya agar dapat dilakukan upaya intervensi
untuk mencegah dan mengatasi masalah anak jalanan.
Kebijakan-kebijakan
yang telah dilakukan oleh Departemen Sosial untuk mengatasi masalah tersebut
antara lain adalah melakukan asesment yang bekerjasama dengan berbagai lembaga
masyarakat, Dinas Sosial dan kepolisian yang bertujuan untuk mengurangi
populasi anak jalanan. Asesment yang dilakukan berupa pendataan anak jalanan,
mengindentifikasi korban kekerasanmelalui teknik wawancara secara persuasif,
menarik anak jalanan yang terspaksa bekerja dijalan dengan tetap memperhatikan
hak anak-anak, melakukan penegakan hukum terhadap anak jalanan, melakukan
program pemberdayaan keluarga secara efektif untuk mengurangi kemiskinan.
Assesmement ini dilakukan untuk memperoleh data identitas populasi anak jalanan
di wilayah DKI Jakarta dan mengetahui secara rinci masalah, penyebab, akibat
dan kebutuhan anak jalanan. Pelaksanaan kebijakan tersebut lebih mengedepankan
langkah persuasif terhadap anak jalanan agar pada saat pendataan mereka tidak
mengalami tarauma atau ketakutan.
Kebijakan
lain yang telah dilakukan oleh Departemen Sosial adalah menyiapkan anggaran Rp
184 miliar bagi penanganan 140.000 anak jalanan pada tahun 2010. Anggaran
tersebut digunakan untuk membangun rumah-rumah panti sosial dan panti anak
dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah serta lembaga sosial
masyarakat di bidang anak jalanan. Selain itu, pemerintah juga telah
menyediakan lebih dari 400 rumah singgah yang berguna untuk menampung anak-anak
jalanan di seluruh Indonesia. Langkah strategis lain yang ditempuh Departemen
Sosial dalam melakukan perlindungan terhadap anak jalanan adalah dengan
melakukan berbagai kerjasama dengan institusi-institusi sosial lain seperti
Save The Children.
Kerjasama
tersebut meliputi pemulangan, pemulihan dan reintegrasi korban eksploitasi
anak. Kesepakatan lain adalah antara Departemen Sosial dan Kepolisian Republik
Indonesia tentang perlindungan dan rehabilitasi anak yang dihadapkan dengan
hokum. Departemen Sosial juga menyelenggarakan berbagai rapat koordinasi
nasional tentang perlindungan anak jalanan. Rapat koordinasi perlindungan anak
jalanan dihadiri berbagai perwakilan pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan lembaga internasional dibidang anak diantaranya Kementerian
Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama RI, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Save The Children, UNICEF, ILO, KPAI, Komnas PA, Komnas HAM,
Kepolisian dan Dinas Sosial di masing-masing daerah di seluruh Indonesia.
Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah berharap pada tahun 2011
nanti, Indonesia bisa bebas anak jalanan.
Meskipun pemerintah telah melakukan
berbagai kebijakan, tantangan dan penderitaan yang dialami anak-anak jalanan
masih belum berakhir. Masalah eksploitasi anak jalanan bukan merupakan masalah
internal dalam keluarga yang tidak boleh diikutcampuri oleh masyarakat dan
pemerintah. Semua komponen negara yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan
LSM juga harus turut berperan serta dalam menyelesaikan masalahan eksploitasi
anak jalanan. Upaya penanganan masalah harus secara profesional, terorganisir,
dan berkesinambungan. Penanganan yang dilakukan harus menggunakan metode
yang tepat, misalnya dengan cara persuasif, manusiawi, serta memahami
karakteristik mereka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar