Senin, 10 Juni 2013

ANJAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan klasik yang timbul di kota-kota besar adalah masalah kependudukan, sekaligus aspek-aspek yang menyertainya, seperti pemukiman, pendidikan, layanan sosial, dan lain sebagainya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui jumlah penduduk datang meningkat dari 32.685 jiwa pada tahun 2007 menjadi 50.300 jiwa pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 berjumlah 70.995 jiwa. Mereka yang nekat datang ke kota tanpa dibekali oleh kemampuan dan potensi diri yang cukup akan tersisihkandan harus mencari jalan keluar dari permasalahannya dengan melakukan berbagai cara, selain itu ditambah dengan situasi krisis ekonomi yang meledak pada tahun 1998 dimana marak terjadi pengangguran dan masalah sosial lainnya. Hal itulah yang memicu timbulnya salah satu permasalahan kependudukan di kota-kota besar, yakni munculnya fenomena anak-anak jalanan, sebagian dari mereka terpaksa menggantungkan hidupnya pada penghasilan yang mereka peroleh dari jalanan dengan melakukan berbagai kegiatan yang sekiranya dapat mendatangkan uang. (Hakiki,1999) Jumlah anak jalanan di berbagai kota besar dengan mudah dapat diperhatikan dengan jelassebab terus tumbuh dan berkembang, meskipun sudah cukup banyak upaya dilakukan,baik oleh pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), untuk mengurangi jumlah anak yang hidup di jalanan. Jumlah anak jalanan di Jawa Timur sendiri dari data Dinas Sosial, meningkat dari tahun 2009 yaitu 5.224 orang menjadi 5.324 orang
pada tahun 2010, dimana sebagian besar berada di kota Surabaya, dan sisanya tersebar di berbagai pelosok kota lainnya. Meskipun berdasarkan data dari Dinas Sosial menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan di Surabaya menurun dari 795 orang pada tahun 2009 menjadi 790 orang pada tahun 2010, tetapi hal itu belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan pada penyelesaian permasalahan anak jalanan karena penurunannya relatif sedikit. Sejumlah kajian menyebutkan munculnya masalah anak jalanan inisangat terkait dengan faktor kemiskinan, selain itu akibat ketidakharmonisan keluargadan juga adanya kemalasan dan kurang bertanggung jawab orang tua terhadap keluarga (Sanituti, 2002). Jumlah pengangguran di Kota Surabaya berdasar data Dinas Kependudukan tahun 2010, sebanyak 802.568 orang, dari jumlah tersebut baru 12 persen atau 96.309 pengangguran yang mampu ditangani. Hal itulah yang memicu timbulnya kemiskinan dimana kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya yang kemudian memunculkan fenomena anak jalanan untuk membantu pemenuhan hidup dirinya dan keluarganya.
Selama iniupaya yang telah dilakukan untuk menangani anak-anak jalanan adalah berusaha mengeluarkan mereka dari jalanan,yaitu adanya kegiatan untuk mengarahkan anak jalanan tersebut melalui pembinaan dengan memasukkan ke rumah singgah, tempat-tempat pelatihan dan sejenisnya. Akan tetapi dalam pelaksanaanya perlu diperhatikan banyak faktor yang akan
memberikan pengaruh pada hasil pembinaan tersebut, terutama pada perilaku anak jalanan. Faktor-faktor tersebut dapat merupakan faktor eksternal maupun internal yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku anak jalanan dalam menjalani kehidupannya, dimana pengaruh tersebut dapat membawa kebaikan atau keburukan. (Sanituti, 2002) Penelitian yang berkaitan dengan anak jalanan, antara lain Tugas Akhir (Nur Wulan, 2002) yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembinaan pada anak jalanan dan perbedaan perilaku antara anak jalanan binaan dan non binaan. Dari hasil analisis didapatkan bahwa pembinaan yang dilakukan berhasil memberikan pengaruh yang signifikan pada perilaku anak jalanan, kemudian juga diketahui adanya perbedaan perilaku antara anak jalanan binaan dan non binaan berdasarkan variabel interaksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain itu ada penelitian (Astutik, 2004) yang berupaya secara komprehensif menggabungkan antara karakteristik anak jalanan, latar belakang dan faktor pendorong keberadaan anak jalanan, analisa potensi, peluang anak jalanan serta kelemahan-kelemahan anak jalanan. Dengan menggunakan pendekatan model rumah singgah diharapkan mendapatkan model pembinaan anak jalanan yang tepat, efektif dan efisien sesuai kebutuhan anak jalanan. Pembinaan yang dilakukan terhadap anak jalanan diharapkan dapat memberikan pengaruh pada perilaku anak
jalanan, dimana anak jalanan yang mendapatkan pembinaan bisa memiliki perilaku yang lebih baik dan positif. Dengan demikian dapat diteliti kecenderungan karakteristik anak jalanan berdasarkan faktor sosial ekonomi dengan perilaku anak jalanan binaan.Dikarenakan data yang digunakan bersifat kategorikal maka metode yang digunakan adalah pemodelan log linear, dimana dengan pendekatan log linier dapat diketahui level atau kelas mana yang cenderung menimbulkan adanya hubungan atau dependensi antar variabel dengan data yang bersifat kualitatif. Pada penelitian ini variabel yang akan diteliti yaitu karakteristik anak jalanan berdasarkan faktor sosial ekonomi dan perilaku anak jalanan binaan berdasarkan interaksinya dengan lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik dan perilaku anak jalanan binaan berdasarkan faktor sosial dan ekonomi ?
2. Bagaimana hubungan antara faktor sosial dan ekonomi dengan perilaku anak jalanan binaan?

1.3 Batasan Masalah
Batasan masalahdalam penelitian Tugas Akhir ini adalah :
1. Objek penelitian yaitu anak jalanan usia 7-18 tahun yang selanjutnya disebut anak dan belum menikah.
2. Anak jalanan yang diteliti adalah anak binaan Yayasan Arek Lintang (ALIT) yang mengakses rumah singgah (shelter) atau di ALIT disebut Save Play Area (SPA).
3. Variabel yang diteliti adalah faktor sosial ekonomi dan kecenderungan perilaku pada anak jalanan binaan.

1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik dan perilaku anak jalanan binaan berdasarkan faktor sosial dan ekonomi.
2. Mengkaji hubungan antara faktor sosial dan ekonomi dengan perilaku anak jalanan binaan.

1.5 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi bagi pihak terkait yang bergerak dalam bidang pemberdayaan anak jalanan dalam mengembangkan program pembinaan yang dapat membawa perubahan perilaku anak jalanan ke arah yang lebih baik.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku anak jalanan binaan di Surabaya.

3. Sebagai bahan kajian bagi pemerintah kota Surabaya agar dapat dilakukan upaya intervensi untuk mencegah dan mengatasi masalah anak jalanan.


Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh Departemen Sosial untuk mengatasi masalah tersebut antara lain adalah melakukan asesment yang bekerjasama dengan berbagai lembaga masyarakat, Dinas Sosial dan kepolisian yang bertujuan untuk mengurangi populasi anak jalanan. Asesment yang dilakukan berupa pendataan anak jalanan, mengindentifikasi korban kekerasanmelalui teknik wawancara secara persuasif, menarik anak jalanan yang terspaksa bekerja dijalan dengan tetap memperhatikan hak anak-anak, melakukan penegakan hukum terhadap anak jalanan, melakukan program pemberdayaan keluarga secara efektif untuk mengurangi kemiskinan. Assesmement ini dilakukan untuk memperoleh data identitas populasi anak jalanan di wilayah DKI Jakarta dan mengetahui secara rinci masalah, penyebab, akibat dan kebutuhan anak jalanan. Pelaksanaan kebijakan tersebut lebih mengedepankan langkah persuasif terhadap anak jalanan agar pada saat pendataan mereka tidak mengalami tarauma atau ketakutan.
Kebijakan lain yang telah dilakukan oleh Departemen Sosial adalah menyiapkan anggaran Rp 184 miliar bagi penanganan 140.000 anak jalanan pada tahun 2010. Anggaran tersebut digunakan untuk membangun rumah-rumah panti sosial dan panti anak dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah serta lembaga sosial masyarakat di bidang anak jalanan. Selain itu, pemerintah juga telah menyediakan lebih dari 400 rumah singgah yang berguna untuk menampung anak-anak jalanan di seluruh Indonesia. Langkah strategis lain yang ditempuh Departemen Sosial dalam melakukan perlindungan terhadap anak jalanan adalah dengan melakukan berbagai kerjasama dengan institusi-institusi sosial lain seperti Save The Children.
Kerjasama tersebut meliputi pemulangan, pemulihan dan reintegrasi korban eksploitasi anak. Kesepakatan lain adalah antara Departemen Sosial dan Kepolisian Republik Indonesia tentang perlindungan dan rehabilitasi anak yang dihadapkan dengan hokum. Departemen Sosial juga menyelenggarakan berbagai rapat koordinasi nasional tentang perlindungan anak jalanan. Rapat koordinasi perlindungan anak jalanan dihadiri berbagai perwakilan pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga internasional dibidang anak diantaranya Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama RI, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Save The Children, UNICEF, ILO, KPAI, Komnas PA, Komnas HAM, Kepolisian dan Dinas Sosial di masing-masing daerah di seluruh Indonesia. Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah berharap pada tahun 2011 nanti, Indonesia bisa bebas anak jalanan.

Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, tantangan dan penderitaan yang dialami anak-anak jalanan masih belum berakhir. Masalah eksploitasi anak jalanan bukan merupakan masalah internal dalam keluarga yang tidak boleh diikutcampuri oleh masyarakat dan pemerintah. Semua komponen negara yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan LSM juga harus turut berperan serta dalam menyelesaikan masalahan eksploitasi anak jalanan. Upaya penanganan masalah harus secara profesional, terorganisir, dan berkesinambungan. Penanganan yang dilakukan harus menggunakan metode yang tepat, misalnya dengan cara persuasif, manusiawi, serta memahami karakteristik mereka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar