Selasa, 11 Juni 2013

E-Gov_Pak Andi

BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan gaya hidup dan pola pikir masyarakat yang semakin mengharapkan efisiensi dan efektifitas sebuah proses adalah salah satu kebutuhan yang ditimbulkan akibat dari perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Kebutuhan akan efisiensi dan efektifitas dalam proses dan fungsi birokrasi dan pelayanan masyarakat adalah satu hal yang tidak bisa dipungkiri.

Electronics Government atau e-Government merupakan salah satu solusi untuk menjawab tantangan akan kebutuhan tersebut. Dengan kompleksitas jenis data dari masing-masing satuan kerja yang mempunyai hubungan saling mengisi, maka diharapkan e-Government dapat menjawab tantangan tersebut dengan menyediakan satu mekanisme otomatisasi yang terintegrasi untuk memastikan ketersediaan data serta menyediakan informasi secara cepat, akurat, handal dan aman.

Data dan informasi yang tersedia selain berguna untuk fungsi adminsitratif juga dapat dijadikan landasan penentuan arah kebijakan lembaga, karena dengan e-Government bisa diketahui apa yang telah dilakukan, sedang dilakukan dan akan dilakukan suatu satuan kerja. Untuk pembangunan e-Government diperlukan adanya Pusat Data dan Infrastruktur Jaringan Komunikasi Data sebagai jawaban atas kebutuhan akan informasi yang komprehensif.

1. E-GOVERNMENT MENURUT PEMERINTAH

Untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan meningkatkan layanan publik yang efektif dan efisien, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pengembangan e-government melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-government. Dengan menerapkan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

Ini semua dipicu oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, sehingga membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat.

Kerangka Arsitektur e-government menurut Inpres 3 tahun 2003 terdiri dari 4 lapis struktur dan ditunjang oleh 4 pilar. Keempat lapis struktur tersebut adalah
1.      Lapis akses, yaitu jaringan telekomunikasi, jaringan internet
2.      Portal pelayanan publik, yaitu situs internet penyedia layanan publik
3.      Organisasi pengelolaan & pengolahan informasi, yaitu organisasi pendukung (back office) yang mengelola, menyediakan, dan mengolah transaksi informasi dan dokumen elektronik.
4.      Infrastruktur dan aplikasi dasar, yaitu semua prasarana yang berbentuk perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan, transaksi, dan penyaluran informasi, baik antar back office, antar portal pelayanan publik dengan back office, maupun antar portal pelayanan publik dengan jaringan internet, secara aman, handal dan terpercaya.

Adapun 4 pilar penunjang adalah
1.      Penataan sistem manajemen dan proses kerja
2.      Pemahaman tentang kebutuhan publik
3.      Penguatan kerangka kebijakan
4.      Pemapaman peraturan dan perundang-undangan.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan e-government adalah :
1.      Kebijakan, termasuk didalamnya adalah master plan atau blue print e-government lembaga.
2.      Infrastruktur, termasuk di dalamnya adalah pusat data, pusat operasi jaringan, pusat pemulihan data, server, koneksi internet, jaringan komputer.
3.      Data dan Informasi, termasuk di dalamnya penyediaan repositori data dengan memperhatikan tingkatan klasifikasi datanya, mekanisme back-up/restore, mekanisme pemulihan akibat insiden/bencana. Yang termasuk data adalah file-file image, video, word processor, spreadsheet, presentasi, gambar vektor, gambar bitmap, dll. Yang termasuk informasi, salah satunya adalah isi situs web.
4.      Aplikasi, termasuk di dalamnya standarisasi aplikasi yang dibangun, sehingga saat dilakukan interoperatibilas tidak menghadapi kendala berarti. Perlu ada standar untuk bahasa script, SQL, platform sistem operasi, otentikasi akun, keamanan aplikasi, dll.
5.      SDM, termasuk di dalamnya kemampuan dan kompetensi pengelola, budaya kerja pengelola, kemampuan pengembang aplikasi, standar kompetensi, etika pengguna, peningkatan kemampuan secara berkesinambungan sesuai perkembangan teknologi.
6.      Kelembagaan, termasuk di dalamnya organisasi dan struktur yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan implementasi e-government.
7.      Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi mengikuti standar yang telah diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika. Atau bisa juga mengacu kepada standar ISO 9001:2008.
8.      Keamanan informasi mengikuti standar yang telah diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika dan juga standar ISO/IEC 27001:2005.

2. DASAR HUKUM

Pengembangan dan implementasi e-Government di BATAN perlu mengacu ke berbagai dokumen resmi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dokumen tersebut adalah :
1.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
2.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukan Informasi Publik.
3.      Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.
4.      Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional.
5.      Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 41/PER/MEN.KOMINFO/11/2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, Versi 1 2007.
6.      Pembangunan Pusat Data Pemerintah, Direktorat E-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta 2008.
7.      Pembangunan Pusat Pemulihan Data Pemerintah, Direktorat E-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta 2008.
8.      Rancangan Pusat Operasional Jaringan Pemerintah, Direktorat E-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta 2008.
9.      Kerangka Acuan dan Pedoman Interoperabilitas Sistem Informasi Instanasi Pemerintah, Direktorat Sistem Informasi, Perangkat Lunak dan Konten, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta 2008.
10.  Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 56/KEP/M.KOMINFO/12/2003 tentang Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik.
11.  Panduan Penerapan Tata Kelola Keamanan Informasi bagi Penyelenggara Pelayanan Publik, Direktorat Keamanan Informasi, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementrian Komunikasi dan Informatika, Jakarta 2011.
12.  Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.2 Tahun 2005 tentang Penggunaan Pita Frekuensi 2400 – 2483.5 Mhz. (Peraturan tentang pembebasan BHP Frekuensi untuk wireless).




BAB II
INFRASTRUKTUR E-GOVERNMENT

Salah satu dari delapan aspek e-government adalah infrastruktur. Berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika, Infrastruktur adalah perangkat keras, perangkat lunak, dan peralatan telekomunikasi, yang ketika digunakan bersama, menjadi pondasi dasar untuk mendukung pelaksanaan e-government. Untuk BATAN, infrastruktur e-govenrment ini dirinci lagi menjadi berbagai sistem :
1.      Pusat Data
2.      Pusat Operasional Jaringan
3.      Pusat Pemulihan Data
4.      Server
5.      Koneksi Internet
6.      Wide Area Network
7.      Campus Area Network
8.      Local Area Network
9.      Wireless Network

1.      PUSAT DATA

Pusat Data adalah sebuah tempat yang aman untuk peralatan komputer (server), media
penyimpanan (repositori) dan peralatan komunikasi serta jaringan yang dipergunakan untuk menyimpan, mendistribusikan dan memelihara data dalam sebuah organisasi. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa aspek dalam membangun Pusat Data (Data Center) ini. Aspek tersebut antara lain adalah :
1.      Komponen dasar ruangan komputer
2.      Penentuan lokasi
3.      Penentuan ukuran ruang
4.      Disain ruangan berbasis RLU (Rack Location Units)
5.      Keamanan fisik dan logik
6.      Struktur perkabelan dan pelabelan
7.      Parameter operasional

Yang termasuk komponen dasar sebuah Pusat Data :
1.      Power supply yang cukup dan mandiri dan mempunyai standby power supply. Ruang Pusat Data harus memiliki panel listrik tersendiri dengan daya yang memadai. Pada beberapa kasus, Pusat Data sebaiknya dilengkapi dengan Genset yang mampu dioperasikan manakala pasokan listrik PLN terputus.
2.      Cooling/pendingin dan HVAC (Heating, Ventilation, Air Condition) sesuai standarstandar yang berlaku.
3.      Kekuatan penahan beban baik secara keseluruhan gedung, ruang maupun per ubin.
4.      Bandwidth yang mencukupi dan tersedia backbone ke Pusat Operasional Jaringan.
5.      Anggaran yang tersedia, baik untuk biaya modal (Capex) maupun biaya operasi jasa (Opex).
6.      Kebutuhan ruang pendukung, misal ruang untuk operator

Lokasi sebuah Pusat Data seharusnya aman dari berbagai sumber bahaya. Pusat Data memiliki faktor keamanan lokasi yang baik, dengan sistem keamanan fisik yang memenuhi standar. Pusat Data tidak rawan bencana gempa, ancaman banjir, topan, longsor, kebakaran, polusi tinggi, polusi beracun, gangguan elektromagnetik, sumber-sumber getaran, jalur penerbangan, dll.

Penentuan besarnya ruang fisik sebuah Pusat Data biasanya tergantung pada dua pendekatan, employee based sizing method atau equipment based sizing method. Jika menggunakan pendekatan employee based sizing method, maka untuk BATAN dengan
pegawai antara 1500 – 6000, dibutuhkan ukuran pusat data 0,2 meter persegi per karyawan. Sehingga jika ada 2700 pegawai, maka menurut employee based sizing method, dibutuhkan ruang seluas 540 meter persegi. Ini setara satu lantai di Kantor Pusat BATAN.

Namun jika menggunakan pendekatan equipment based sizing method, yang diperlukan adalah perangkat apa saja yang ingin diletakkan dalam Pusat Data. Idealnya perangkat pendukung yang diletakkan adalah Power Distribution Unit (PDU), pendingin (AC), Fire Suppression, Space/Clearence Area, Lorong/Aisle. Ini tentunya harus tetap melihat peralatan utama Pusat Data, yaitu rak-rak komunikasi data itu sendiri. Karena keterbatasan ruang yang dimiliki oleh BATAN, pendekatan yang kedua inilah yang lebih pas untuk dipilih.

Standar parameter operasional ruang komputer pada Pusat Data harus memenuhi kondisi sebagai berikut :
Dry bulb temperature sebesar 20°C (68°F) hingga 25°C (77°F)
Kelembaban relatif sebesar 40% hingga 55%
Maximum dew point adalah 21°C (69°F)
Maximum rate of change adalah 5°C (9°F) per jam
Peralatan humidification dan dehumidification dapat saja dibutuhkan, tergantung dari kondisi lingkungan setempat

Pengambilan data-data diatas dilakukan setelah semua perangkat beroperasi. Pengambilan data dilakukan pada ketinggian 1,5 meter dari atas lantai pada tiap 3 sampai 6 meter di bagian tengah lorong dingin (cold aisle) dan pada lokasi-lokasi udara masuk ke ruangan.

Disain ruang komputer sebaiknya juga memperhatikan spesifikasi yang terdefinisi pada Telecordia GR-63-CORE, untuk berjaga-jaga apabila ada masalah yang timbul akibat getaran yang ditimbulkan peralatan atau sistem pengkabelan.

Sistem pentanahan atau grounding harus tersedia untuk peralatan telekomunikasi, yang mana terspesifikasi dalam ANSI/TIA/EIA-J-STD-607-A. Ruang komputer juga harus memiliki common bonding network (CBN).

Perlindungan terhadap kebakaran harus sesuai dengan NFPA-75. Sistem pemadam api (sprinkler) harus bersifat pre-action. Idealnya menggunakan gas ketimbang air untuk pemadaman. Air dikhawatirkan bisa menyebabkan hubungan pendek pada perangkat.

Untuk alasan keamanan, Pusat Data seharusnya menerapkan pengontrolan akses pintu masuk, misal menggunakan card reader, finger print, biometric, atau hanya dengan memasukkan pin tertentu melalui keypad. Kabinet-kabinet atau rak-rak komunikasi data sebaiknya selalu terkunci untuk menyediakan ekstra keamanan fisik. Kamera CCTV perlu dipasang di luar pintu masuk untuk memonitor setiap orang yang masuk ke dalam Pusat Data. Kamera CCTV juga perlu diarahkan ke server atau perangkat jaringan penting. Dan yang lebih penting adalah merekam hasil pemantauan CCTV untuk kepentingan yang akan datang.

Pusat Data yang ada di BATAN dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1.      Pusat Data Primer, yang berlokasi di Data Center milik ISP
2.      Pusat Data Sekunder, yang berlokasi di BATAN, yaitu Lantai 3A Kantor Pusat BATAN.

Yang perlu disediakan adalah Pusat Data Primer yang bersifat permanen, yang tidak bergantung kepada ISP yang menjadi pemenang lelang. Dengan adanya Pusat Data Primer
yang bersifat permanen, setiap ganti pemenang lelang, server-server utama tidak perlu dikonfigurasi ulang. Minimal IP Address dan domain tidak perlu dikonfigurasi. Untuk menghindari lelang pekerjaan, nilai total sewa Pusat Data Primer selama 1 tahun harus dibawah 100 juta rupiah, tanpa harus mengurangi spesifikasi teknis bagi penyedian jasa.

2.      PUSAT OPERASIONAL JARINGAN

Pusat Operasional Jaringan didefinisikan sebagai fasilitas penyedia data bagi organisasi
atau perusahaan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.

Spesifikasi ruangan yang dijadikan Pusat Operasional Jaringan (Network Operation Center) mirip dengan Pusat Data (Data Center). Yang berbeda adalah perangkat yang Master Plan e-Government di BATAN 10 terletak di dalamnya. Jika Pusat Data berisi server-server, maka Pusat Operasi Jaringan berisi berbagai perangkat aktif jaringan (network devices). Dari ruangan inilah seluruh koneksi ke berbagai kawasan kerja di seluruh BATAN dikendalikan. Dan dari ruangan inilah koneksi ke Internet dari seluruh kawasan kerja, baik Internasional dan maupun IIX, dikelola dan dikendalikan.

Dengan begitu pentingnya perangkat yang ada di ruangan Pusat Operasional Jaringan, redundansi setiap perangkat utama menjadi vital. Meskipun perangkat tidak dihidupkan, perangkat siap dioperasikan setiap saat. Untuk itu konfigurasi antara yang perangkat utama dan perangkat redudansinya harus identik.

Penentuan lokasi Pusat Operasional Jaringan selain faktor keamanan, kehandalan pasokan daya listrik dan faktor-faktor lain, perlu memperhatikan biaya operasi (Opex). Penentuan Pusat Data di Kawasan Nuklir Serpong akan sangat membebani biaya operasi bulanan, khususnya biaya sewa koneksi VPN. Hal ini disebabkan lokasi Serpong yang berada di luar kota dan jauh dari sentra IIX (Indonesia Internet Exchange). Dengan memilih Kantor Pusat BATAN sebagai lokasi Pusat Data BATAN, maka jika terjadi pergantian ISP akibat mekanisme lelang, proses migrasi bisa relatif lebih mudah.

Spesifikasi sebuah ruangan untuk Pusat Operasional Jaringan pada dasarnya mirip dengan ruangan untuk Pusat Data. Aspek yang harus diperhatikan adalah :
1.      Komponen-komponen kebutuhan dasar ruangan komputer
2.      Penentuan lokasi
3.      Penentuan ukuran
4.      Disain ruangan berbasis RLU (Rack Location Units)
5.      Keamana fisik dan logik
6.      Struktur perkabelan
7.      Parameter operasional
Tidak seperti Pusat Data yang hanya ada satu di BATAN, maka Pusat Operasional Jaringan ada di setiap kawasan kerja. Pusat Operasional Jaringan tingkat kawasan diperlukan sebagai pusat simpul koneksi ke berbagai gedung di dalam kawasan tersebut. Perangkatperangkat di Pusat Operasional Jaringan sebaiknya adalah perangkat yang mampu beroperasi secara mandiri bilamana pasokan listrik bermasalah dan kemudian normal kembali. Salah satu persyaratan Pusat Operasional Jaringan tingkat kawasan adalah mampu beroperasi tanpa dijaga oleh petugas, tidak tergantung kepada manusia, dapat dipantau dan dikendalikan secara jarak jauh (remote).

Untuk alasan efisien, kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan, arsitektur dan topologi Pusat Operasional Jaringan di setiap kawasan diupayakan identik dan seragam. Hal ini akan mampu meminimalkan jumlah petugas atau pengelola infrastruktur egovernment. Diharapkan jumlah SDM pengelola yang terbatas tetap bisa menangani seluruh pengguna di berbagai kawasan kerja.

Standar lain yang digunakan dalam rangka pengelolaan Pusat Operasional Jaringan di
BATAN adalah :
1.      Minimal menggunakan kabel UTP Cat. 5E yang mampu mendukung teknologi Gigabit Ethernet.
2.      Menggunakan switch yang managable dan memiliki port Gigabit Ethernet, minimal 24 port.
3.      Ukuran switch yang rackmount
4.      Setiap kabel diberi label dikedua ujungnya.
5.      Semua perangkat diberi nama, jika lebih dari satu perlu ditambahkan numerik
6.      Tanggal pemasangan alat dan installer ditulis di perangkat, ini akan memudahkan mengukur live time perangkat.
7.      Setiap pemasangan dan pembongkaran alat dicatat dalam log book Pusat Operasional Jaringan terkait.
8.      Tersedia layout perangkat di setiap rak komunikasi data.

3.      PUSAT PEMULIHAN DATA

Dalam mengimplementasikan e-Government, maka keberadaan Pusat Data sangatlah
penting. Agar Pusat Data ini mampu memberikan layanan secara optimal dan berkesinambungan termasuk dalam kondisi ada bencana maka perlu dibangun Pusat Pemulihan Data (Data Recovery Center).

Pusat Pemulihan Data adalah suatu mekanisme pemulihan data dan sistem layanan e-Governemnt pada saat terjadi bencana dengan waktu pemulihan yang seminimal mungkin sehingga layanan e-Government dapat tetap digunakan oleh semua pihak dengan resiko yang minimal.

Dalam membangun suatu data recovery, ada dua kunci sukses kritis (Critical Success Factor/CSF) : RTO (Recovery Time Objective) dan RPO (Recovery Point Objective).

RTO adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemulihan secara keseluruhan hingga sistem berjalan lagi. RPO adalah jumlah data yang boleh hilang akibat bencana yang terjadi. Pembahasan lebih detail mengenai RTO dan RPO akan dimuat dalam kajian mengenai BIA (Bussiness Impact Analysis).

Untuk mengembangkan suatu Pusat Pemulihan Data diperlukan pengertian mengenai prinsip dasar pengembangan Pemulihan Data. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang harus disadari pemilik sistem informasi pada saat memutuskan untuk mengembangkan suatu pemulihan data:
         Dukungan semua pihak terutama pihak manajemen adalah mutlak
         Perlu waktu yang cukup lama untuk mendapatkan suatu analisa resiko
         Kebijakan dan prosedur yang dikembangkan harus mendukung kebutuhan utama (visi dan misi) organisasi
         Tidak melupakan pendokumentasian yang lengkap, baik dan benar
         Harus ada mekanisme yang mengatur alur, akses dan kendali terhadap komunitas sebelumnya, saat dan sesudah bencana
         Penyebaran kebijakan informasi dan prosedur agar mencapai semua pihak yang terlibat
         Perlu pengujian dan pelatihan yang berkala
         Adanya mekanisme perencanaan dan pemeliharaan terhadap dokumen-dokumen Pemulihan Data

Setelah memutuskan untuk membangun Pusat Pemulihan Data, langkah selanjutnya
adalah :
1.      Pembentukan tim Pemulihan Data
2.      Analisa Resiko (Risk Analysis)
3.      Bussiness Impact Analysis (BIA)
4.      Strategi dan prosedur pemulihan
5.      Penyusunan operasi normal Pusat Pemulihan Data
6.      Organisasi

4.      SERVER

Standar server di BATAN yang perlu diperhatikan adalah
·         Ukuran dan bentuk, menggunakan kelas rak 19 inch
·         Pilihan vendor, saat ini menggunakan produk Hewlett Packard, baik yang seri DL maupun BL. Pemilihan vendor yang tetap akan sangat membantu proses pengelolaan. Selama ini produk HP mampu beroperasi hingga 10 tahun tanpa henti.
·         Processor, sangat bergantung pada kekritisan server tersebut. Pada server yang sangat kritis, penggunaan dua prosesor sekaligus sangat direkomendasikan.
·         Sistem Operasi Jaringan (Network Operating System = NOS) menggunakan FreeBSD, Fedora atau CentOS. Penggunaan terlalu beragamnya sistem operasi mengakibatkan kesulitan saat pemeliharaan dan pengoperasian. Secara bertahap penggunaan NOS seperti Ubuntu, SuSE, Microsoft Windows Server, OpenVMS, Novell NetWare perlu dimigrasi ke FreeBSD atau keluarga Fedora (CentOS, IGOS, RedHat).
·         Ukuran dan jenis RAM atau memori disesuaikan dengan jumlah user, kapasitas hard disk, jumlah proses yang dijalankan. Gunakan ukuran per keping yang terbesar yang ada di pasaran, dan gunakan RAM jenis ECC Register. Harga RAM jenis ECC bisa mencapai 6 x lipat dibanding dengan RAM yang biasa digunakan untuk desktop. Bahkan untuk RAM produk HP, bisa mencapai 20 x lipat dibanding RAM yang biasa digunakan untuk desktop.
·         Ukuran dan jenis hard disk disesuikan dengan jenis server yang digunakan. Untuk server HP, biasanya menggunakan ukuran kapasitas terbesar yang ada di pasaran, menggunakan jenis SAS, dan memiliki ukuran 2,5 inch. Teknologi SAS adalah kelanjutan dari teknologi SCSI. Hard disk dengan teknologi SCSI juga teruji mampu bertahan hingga 10 tahun. Tentunya hard disk SAS dibanding dengan hard disk SATA (yangh biasa dipakai oleh desktop) memiliki harga hingga 10 x lipat.
·         Interface : minimal memiliki 2 port fast ethernet, lebih baik lagi jika menggunakan 2 port gigabit ethernet. 1 port digunakan untuk IP Publik, dan 1 port lagi digunakan untuk IP Private.

Setiap server harus memiliki log book yang setidaknya berisi informasi jenis peripheral
yang digunakan, peta slot RAM, peta slot hard disk, product number (P/N) setiap peripheral yang digunakan (tidak hanya P/N yang tertera di peripheral, tetapi P/N sesuai kondisi pasar). Informasi-informasi ini sangat penting saat melakukan upgrade peripheral atau penambahan kemampuan server. Ketidakcermatan menentukan tipe dan merek peripheral tambahan akan menyebabkan tidak kompatibel dengan server. Tipe dan merek peripheral untuk server lebih sensitif dibandingkan dengan dengan tipe dan merek peripheral untuk komputer biasa.
.
Jenis-jenis server yang dioperasikan oleh BATAN :
1.      Mail Server
2.      Web Server
3.      DNS Server
4.      NMS Server
5.      VoIP Server atau IP PBX
6.      Proxy Server
7.      FTP Server atau Repositori Server
8.      Digilib Server
9.      Sistem Informasi Server
10.  NHC Server
11.  Komputasi
12.  CCTV Server
13.  AXP Server

Tidak tertutup kemungkinan jumlah dan jenis server akan bertambah atau berkurang mengikuti kondisi, seperti :
1.      NTP Server
2.      Radius Server

Layanan server yang bisa diberikan :
1.      Co-location, satker bisa menitipkan server mereka di Pusat Data
2.      Web Hosting, satker bisa meminta space untuk keperluan aplikasi mereka
3.      Virtual Server, satker bisa mendapatkan server secara mandiri

5.      KONEKSI INTERNET PRIMER

Masalah klasik yang dihadapi pengguna jaringan komputer di BATAN pada dasarnya adalah koneksi Internet, baik akses ke Internasional maupun akses ke lokal IIX. Pada tahun 2011 ini, bandwidth internasional yang dilanggan adalah 30 Mbps simetris dan bandwidth lokal IIX sebesar 9 Mbps simetris. Bandwidth tersebut dibagi kepada 1837 komputer di 5 kawasan kerja. Sehingga setiap komputer kira- kira mendapat alokasi bandwidth »17 kbps.

Kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya memiliki rasio 2 kbps per komputer. Memang tidak ada informasi yang mengatakan berapa bandwidth ideal per komputer namun nilai 64 kbps per komputer adalah cukup masuk akal.

Selain diakibatkan oleh tidak memadainya bandwidth internasional, faktor lain yang dapat memberi kontribusi terhadap kehandalan dan kecepatan akses adalah kondisi perangkat jaringan antara komputer pengguna hingga router utama di setiap kawasan kerja. Perangkat jaringan bisa berupa gateway, firewall, router, switch, proxy, transceiver, dan wireless access point. Media transmisi (kabel) juga dapat memberikan kontribusi terhadap unjuk kerja jaringan komputer secara keseluruhan. Dengan banyaknya simpul yang harus dilewati oleh data, maka revitalisasi pada beberapa perangkat saja, masih bisa menimbulkan bottle neck. Dan pada akhirnya unjuk kerja keseluruhan akan sama dengan perangkat dengan unjuk kerja terendah.

Penyediaan koneksi Internet di BATAN diselenggarakan melalui proses lelang dengan peserta lelang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BATAN. Peserta lelang setidaknya adalah Penyedia Jasa Internet (ISP = Internet Service Provider) yang sah beroperasi di wilayah hukum Indonesia untuk menjamin aspek keamanan informasi sesuai standar yang dikeluarkan pemerintah. Pada dasarnya spesifikasi koneksi Internet untuk BATAN mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1.      Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan last mile kabel serat optik.
2.      Penyedia Jasa Internet wajib memiliki koneksi ke Gateway Internet Internasional menggunakan jaringan kabel serat optik dengan perbandingan (CIR) bandwidth yang simetris 1:1 (upstream = downstream) dan menggunakan koneksi Internasional only (dedicated). Dapat dibuktikan dengan mudah.
3.      Penyedia Jasa Internet wajib memiliki beberapa backbone internet sendiri yang terhubung langsung ke Gateway Internasional. Dapat dibuktikan dengan mudah.
4.      Penyedia Jasa Internet wajib memiliki peering internasional dengan Penyedia Jasa Internet di luar negeri. Dapat dibuktikan dengan mudah.
5.      Penyedia Jasa Internet wajib memiliki koneksi ke Gateway Internet Nasional (IIX) menggunakan jaringan kabel Fiber Optic dengan perbandingan (CIR) bandwidth yang simetris 1:1 (upstream = downstream). Dapat dibuktikan dengan mudah.
6.      Penyedia Jasa Internet wajib memiliki kerjasama peering nasional dengan Penyedia Jasa Internet nasional.
7.      Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan koneksi akses lokal dedicated dari NOC BATAN ke Penyedia Jasa Internet menggunakan kabel Fiber Optic 1 hop dengan terminasi di sisi user berupa port RJ45/Ethernet. 1 port untuk koneksi Internasional dan 1 port untuk koneksi nasional.
8.      Penyedia Jasa Internet wajib melakukan uji BER untuk kabel Fiber Optic dengan hasil minimal 10-8 dalam waktu 24 jam dan error test minimal sebanyak 5 kali
9.      Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan IP Publik minimal 128 IP Address.
10.  Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan co-location di NOC Penyedia Jasa Internet dengan kapasitas 1 (satu) full rack dan kapasitas bandwidth IIX 100 Mbps (sharing) dan bandwidth internasional minimal 2 Mbps (simetris, 1:1).
11.  Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan mobile internet access (HSDPA) untuk keperluan pemantauan minimal sebanyak 5 (lima) free mobile internet access dengan volume based 3 GB/bulan selama 12 bulan pelaksanaan.
12.  Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan fasilitas pemantauan bandwidth menggunakan MRTG secara online berbasis web dengan account khusus untuk BATAN.
13.  Penyedia Jasa Internet wajib memberikan community string CPE untuk keperluan Network Monitoring System milik BATAN.
14.  Penyedia Jasa Internet wajib menunjukkan surat ijin menyelenggarakan Jaringan Tertutup (Jartup) yang dikeluarkan instansi yang berwenang dan masih berlaku.
15.  Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan surat ijin menyelenggarakan NAP (Network Access Provider) yang dikeluarkan instansi yang berwenang dan masih berlaku.
16.  16. Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan surat ijin menyelenggarakan ISP (Internet Service Provider) yang dikeluarkan instansi yang berwenang dan masih berlaku.
17.  17. Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan sertifikat manajemen mutu ISO 9001:2008 untuk lingkup layanan clear channel dan data center yang dikeluarkan instansi yang berwenang dan masih berlaku.
18.  18. Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan sertifikat keamanan informasi ISO/IEC 27001:2005 untuk lingkup clear channel dan keamanan informasi di data centeryang dikeluarkan instansi yang berwenang dan masih berlaku.
19.  19. Penyedian Jasa Internet wajib memiliki kantor di setiap kota yang menjadi lokasi kawasan kerja BATAN.
20.  20. Penyedia Jasa Internet wajib melampirkan gambar arsitektur atau diagram dan hasil traceroute dan ping time atau delay time ke situs web yang dimiliki oleh Penyedia Jasa Internet di luar negeri yang terkoneksi langsung dengan jalur backbone internasional utama dan backbone backup Penyedia Jasa Internet atau upstream provider dari Penyedia Jasa Internet.
21.  21. Penyedia Jasa Internet wajib memberikan jaminan kualitas koneksi (link) internet nasional dan internasional seperti terlampir pada Tabel 3. Technical Particular and Guarantee.
22.  22. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan Network Management System (NMS) termasuk pelatihan penggunaannya bagi administrator jaringan BATAN. Rincian NMS bisa dilihat pada Tabel 3. Technical Particular and Guarantee.
23.  23. Penyedia Jasa Internet memberikan Service Level Agreement (SLA) seperti tertera dalam Tabel 3. Technical Particular and Guarantee.
24.  24. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan dukungan dan bantuan online dan onside selama 24 jam sehari 7 hari seminggu 365 hari setahun, termasuk laporan penggunaan internet real-time yang dapat diakses langsung oleh BATAN melalui web.
25.  25. Penyedia Jasa Internet wajib memberikan laporan bulanan kepada BATAN yang mencakup utilitas rata-rata, ketersediaan bandwidth, serta unjuk kerja (performance) jaringan. Laporan mudah dicek-silang dengan utilitas tertentu yang real-time dan berbasis web.
26.  26. Penyedia Jasa Internet bisa menyediakan Rak Data Komunikasi dan UPS di seluruh lokasi terkoneksi BATAN.
27.  27. Penyedia Jasa Internet wajib memelihara sendiri seluruh perangkat CPE dan menggantinya tanpa jeda bila mengalami kerusakan.
28.  28. Penyedia Jasa Internet wajib melakukan migrasi tanpa jeda dari Penyedia Jasa Internet sebelumnya. Hal ini sudah bisa diujicobakan pada tanggal 15 Desember tahun berjalan.
29.  29. Peningkatan kapasitas bandwith dari minimum harus dilakukan secara proporsional diluar bandwith koneksi internet lokal, co-location dan DSL.

Jenis Koneksi Internet Bandwidth

Minimum Last Mile CPE
Internasional 48 Mbps Fiber Optic Compatible Router Nasional/domestik/IIX 48 Mbps Fiber Optic Compatible Router


6.      KONEKSI INTERNET SEKUNDER

Koneksi Internet sekunder perlu disediakan untuk mem-back-up koneksi Internet primer.
Penyedia koneksi Internet primer dan sekunder haruslah berbeda. Penyediaan koneksi Internet sekunder diperlukan manakala manajemen menganggap koneksi Internet sudah menjadi kritis. Spesifikasi koneksi Internet sekunder sama dengan koneksi Internet primer, hanya besaran bandwidth yang berbeda. Bandwidth koneksi Internet sekunder cukup 25% s/d 50% dibanding dengan bandwidth koneksi Internet primer. Dengan teknik routing tertentu, koneksi Internet sekunder akan dialokasikan untuk kepentingan vital saja.

7.      WIDE AREA NETWORK

Wide Area Network (WAN) adalah jaringan komputer yang menjangkau antar kawasan
kerja. WAN di BATAN memiliki pusat koneksi di NOC yang berada di Kantor Pusat BATAN. Mengingat kawasan kerja di BATAN berada di berbagai kota, adalah tidak mungkin untuk menyediakan sendiri interkoneksi antar kawasan dengan sarana milik BATAN sendiri. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun dan mengoperasikan interkoneksi antar kawasan kerja akan lebih besar dibanding menyewa dari Penyedia Jasa Akses atau Network Access Provider (NAP).

Secara teknologi, wide area network dapat menggunakan salah satu atau kombinasi berbagai media transmisi yang tersedia saat ini, misalnya :
1. Kabel serat optik
2. Radio Link dengan frekuensi komersial
3. Satelit (VSAT)

Radio Link praktis dalam instalasi namun tidak handal terhadap perubahan cuaca. Jika hujan turun, bandwidth bisa ikut menurun. VSAT memiliki rata-rata round trip delay hingga 600 ms, padahal jika menggunakan kabel serat optik rata-rata round trip delay bisa di bawah 300 ms. VSAT dipilih manakala jaringan kabel serat optik memang tidak tersedia di kawasan kerja BATAN. Karena semua kawasan kerja BATAN berada di daerah perkotaan, pilihan kabel serat optik menjadi sangat dimungkinkan.

Penyediaan interkoneksi antar kawasan kerja di BATAN diselenggarakan melalui proses lelang dengan peserta lelang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BATAN. Peserta lelang setidaknya adalah Penyedia Jasa Akses yang sah beroperasi di wilayah hukum Indonesia untuk menjamin aspek keamanan informasi sesuai standar yang dikeluarkan pemerintah. Pada dasarnya spesifikasi koneksi data point to point (P2P) untuk BATAN mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1.      Penyedia Jasa wajib menyediakan koneksi data point to point Jakarta – Pasar Jum'at, Jakarta – Serpong, Jakarta – Bandung dan Jakarta – Yogyakarta menggunakan jaringan kabel serat optik melalui clear channel. Koneksi kabel serat optik tidak dicampur dengan pelanggan lain.
2.      Besaran bandwidth koneksi data point to point pada masing-masing jalur dapat dilihat pada Tabel 4. Kebutuhan Bandwidth Minimum Koneksi Data Point to Point.
3.      Penyedia Jasa wajib menyediakan last mile menggunakan kabel serat optik
4.      Topologi jaringan yang digunakan untuk interkoneksi antar kawasan kerja BATAN adalah Point to Point (P2P).
5.      Interface di kedua sisi P2P menggunakan ethernet.
6.      Penyedia Jasa wajib memberikan laporan bulanan kepada BATAN yang mencakup utilitas rata-rata, ketersediaan bandwidth, serta unjuk kerja (performance) jaringan. Laporan mudah dicek-silang dengan utilitas tertentu yang real-time dan berbasis web.
7.      Penyedia Jasa wajib memberikan Service Level Agreement sbb :
a.       Test and Commisioning (ITU-T G. 821) : Error Free Second = 100% : 15' dan 99,97% : 24 jam
b.      Availability P2P network : 99,96%
c.       Customer Service : 24 jam sehari, 7 hari seminggu
d.      Short Mean Time To Repair (MTTR)
8.      Penyedia Jasa wajib menyediakan Network Management System (NMS) termasuk pelatihan penggunaannya bagi administrator jaringan BATAN. Rincian NMS sbb :
a.       Manajemen Kerusakan
1)      Memonitor keseluruhan elemen jaringan
2)      Memonitor terjadinya kerusakan
3)      iii.Merinci kerusakan
b.      Manajemen Konfigurasi
1)      Konfigurasi elemen jaringan
2)      Memetakan jaringan ke dalam sistem
c.       Manajemen Unjuk Kerja
1)      Mengukur unjuk kerja jaringan
2)      Pelaporan unjuk kerja jaringan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar