BAB
I
PENDAHULUAN
Perubahan gaya hidup dan pola pikir masyarakat yang
semakin mengharapkan efisiensi dan efektifitas sebuah proses adalah salah satu
kebutuhan yang ditimbulkan akibat dari perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Kebutuhan akan efisiensi dan efektifitas dalam proses dan fungsi
birokrasi dan pelayanan masyarakat adalah satu hal yang tidak bisa dipungkiri.
Electronics
Government atau e-Government merupakan salah satu solusi untuk
menjawab tantangan akan kebutuhan tersebut. Dengan kompleksitas jenis data dari
masing-masing satuan kerja yang mempunyai hubungan saling mengisi, maka
diharapkan e-Government dapat menjawab tantangan tersebut dengan menyediakan
satu mekanisme otomatisasi yang terintegrasi untuk memastikan ketersediaan data
serta menyediakan informasi secara cepat, akurat, handal dan aman.
Data dan informasi yang tersedia selain berguna untuk
fungsi adminsitratif juga dapat dijadikan landasan penentuan arah kebijakan
lembaga, karena dengan e-Government bisa diketahui apa yang telah dilakukan,
sedang dilakukan dan akan dilakukan suatu satuan kerja. Untuk pembangunan
e-Government diperlukan adanya Pusat Data dan Infrastruktur Jaringan Komunikasi
Data sebagai jawaban atas kebutuhan akan informasi yang komprehensif.
1. E-GOVERNMENT
MENURUT PEMERINTAH
Untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan
meningkatkan layanan publik yang efektif dan efisien, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan pengembangan e-government melalui Instruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan
e-government. Dengan menerapkan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses
pemerintahan (e-government) akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas,
transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.
Ini semua dipicu oleh kemajuan teknologi komunikasi dan
informasi yang sangat pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, sehingga
membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi
dalam volume yang besar secara cepat dan akurat.
Kerangka Arsitektur e-government menurut Inpres 3 tahun
2003 terdiri dari 4 lapis struktur dan ditunjang oleh 4 pilar. Keempat lapis
struktur tersebut adalah
1. Lapis akses, yaitu jaringan telekomunikasi, jaringan internet
2. Portal pelayanan publik, yaitu situs internet penyedia layanan publik
3. Organisasi pengelolaan & pengolahan informasi, yaitu organisasi
pendukung (back office) yang mengelola, menyediakan, dan mengolah transaksi
informasi dan dokumen elektronik.
4. Infrastruktur dan aplikasi dasar, yaitu semua prasarana yang berbentuk
perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung
pengelolaan, pengolahan, transaksi, dan penyaluran informasi, baik antar back
office, antar portal pelayanan publik dengan back office, maupun antar portal pelayanan
publik dengan jaringan internet, secara aman, handal dan terpercaya.
Adapun 4 pilar penunjang adalah
1. Penataan sistem manajemen dan proses kerja
2. Pemahaman tentang kebutuhan publik
3. Penguatan kerangka kebijakan
4. Pemapaman peraturan dan perundang-undangan.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan e-government
adalah :
1. Kebijakan, termasuk didalamnya adalah master plan atau blue
print e-government lembaga.
2. Infrastruktur, termasuk di dalamnya adalah pusat data, pusat operasi
jaringan, pusat pemulihan data, server, koneksi internet, jaringan komputer.
3. Data dan Informasi, termasuk di dalamnya penyediaan repositori data dengan
memperhatikan tingkatan klasifikasi datanya, mekanisme back-up/restore,
mekanisme pemulihan akibat insiden/bencana. Yang termasuk data adalah file-file
image, video, word processor, spreadsheet, presentasi, gambar vektor, gambar
bitmap, dll. Yang termasuk informasi, salah satunya adalah isi situs web.
4. Aplikasi, termasuk di dalamnya standarisasi aplikasi yang dibangun,
sehingga saat dilakukan interoperatibilas tidak menghadapi kendala berarti.
Perlu ada standar untuk bahasa script, SQL, platform sistem operasi, otentikasi
akun, keamanan aplikasi, dll.
5. SDM, termasuk di dalamnya kemampuan dan kompetensi pengelola, budaya kerja
pengelola, kemampuan pengembang aplikasi, standar kompetensi, etika pengguna,
peningkatan kemampuan secara berkesinambungan sesuai perkembangan teknologi.
6. Kelembagaan, termasuk di dalamnya organisasi dan struktur yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan dan implementasi e-government.
7. Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi mengikuti standar yang telah
diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika.
Atau bisa juga mengacu kepada standar ISO 9001:2008.
8. Keamanan informasi mengikuti standar yang telah diatur oleh pemerintah,
dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika dan juga standar ISO/IEC
27001:2005.
2. DASAR HUKUM
Pengembangan dan implementasi e-Government di BATAN perlu mengacu ke
berbagai dokumen resmi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Dokumen tersebut adalah :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukan
Informasi Publik.
3. Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan e-Government.
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Dewan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional.
5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
41/PER/MEN.KOMINFO/11/2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi
dan Komunikasi Nasional, Versi 1 2007.
6. Pembangunan
Pusat Data Pemerintah, Direktorat E-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi
Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta 2008.
7. Pembangunan
Pusat Pemulihan Data Pemerintah, Direktorat
E-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi
dan Informatika, Jakarta 2008.
8. Rancangan Pusat
Operasional Jaringan Pemerintah, Direktorat
E-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi
dan Informatika, Jakarta 2008.
9.
Kerangka Acuan dan Pedoman Interoperabilitas Sistem
Informasi Instanasi Pemerintah, Direktorat Sistem
Informasi, Perangkat Lunak dan Konten, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika,
Jakarta
2008.
10. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 56/KEP/M.KOMINFO/12/2003
tentang Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik.
11.
Panduan Penerapan Tata Kelola Keamanan Informasi
bagi Penyelenggara Pelayanan Publik, Direktorat
Keamanan Informasi, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementrian Komunikasi dan Informatika, Jakarta 2011.
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.2 Tahun 2005 tentang Penggunaan
Pita Frekuensi 2400 – 2483.5 Mhz. (Peraturan tentang pembebasan BHP Frekuensi
untuk wireless).
BAB II
INFRASTRUKTUR E-GOVERNMENT
Salah satu dari delapan aspek e-government
adalah infrastruktur. Berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh Kementrian
Komunikasi dan Informatika, Infrastruktur adalah perangkat keras, perangkat
lunak, dan peralatan telekomunikasi, yang ketika digunakan bersama, menjadi
pondasi dasar untuk mendukung pelaksanaan e-government. Untuk BATAN, infrastruktur
e-govenrment ini dirinci lagi menjadi berbagai sistem :
1. Pusat Data
2. Pusat Operasional Jaringan
3. Pusat Pemulihan Data
4. Server
5. Koneksi Internet
6. Wide Area Network
7. Campus Area Network
8. Local Area Network
9. Wireless Network
1. PUSAT
DATA
Pusat Data adalah sebuah tempat yang aman
untuk peralatan komputer (server), media
penyimpanan (repositori) dan peralatan komunikasi serta
jaringan yang dipergunakan untuk menyimpan, mendistribusikan dan memelihara
data dalam sebuah organisasi. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa aspek dalam
membangun Pusat Data (Data Center) ini. Aspek
tersebut antara lain adalah :
1. Komponen dasar ruangan komputer
2. Penentuan lokasi
3. Penentuan ukuran ruang
4. Disain ruangan berbasis RLU (Rack
Location Units)
5. Keamanan fisik dan logik
6. Struktur perkabelan dan pelabelan
7. Parameter operasional
Yang termasuk komponen dasar sebuah Pusat Data :
1. Power
supply yang cukup dan mandiri dan mempunyai standby
power supply. Ruang Pusat Data harus memiliki panel
listrik tersendiri dengan daya yang memadai. Pada beberapa kasus, Pusat Data
sebaiknya dilengkapi dengan Genset yang mampu dioperasikan manakala pasokan
listrik PLN terputus.
2. Cooling/pendingin dan HVAC (Heating, Ventilation,
Air Condition) sesuai standarstandar yang berlaku.
3. Kekuatan penahan beban baik secara keseluruhan gedung,
ruang maupun per ubin.
4. Bandwidth
yang mencukupi dan tersedia backbone
ke Pusat Operasional Jaringan.
5. Anggaran yang tersedia, baik untuk biaya modal (Capex)
maupun biaya operasi jasa (Opex).
6. Kebutuhan ruang pendukung, misal ruang untuk operator
Lokasi sebuah Pusat Data seharusnya aman dari
berbagai sumber bahaya. Pusat Data memiliki faktor keamanan lokasi yang baik,
dengan sistem keamanan fisik yang memenuhi standar. Pusat Data tidak rawan
bencana gempa, ancaman banjir, topan, longsor, kebakaran, polusi tinggi, polusi
beracun, gangguan elektromagnetik, sumber-sumber getaran, jalur penerbangan,
dll.
Penentuan besarnya ruang fisik sebuah Pusat
Data biasanya tergantung pada dua pendekatan, employee based sizing
method atau equipment based sizing
method. Jika menggunakan pendekatan employee
based sizing method, maka untuk BATAN dengan
pegawai antara 1500 – 6000, dibutuhkan ukuran pusat data
0,2 meter persegi per karyawan. Sehingga jika ada 2700 pegawai, maka menurut employee
based sizing method, dibutuhkan ruang seluas 540 meter persegi.
Ini setara satu lantai di Kantor Pusat BATAN.
Namun jika menggunakan pendekatan equipment
based sizing method, yang diperlukan adalah perangkat apa saja
yang ingin diletakkan dalam Pusat Data. Idealnya perangkat pendukung yang
diletakkan adalah Power Distribution Unit (PDU),
pendingin (AC), Fire Suppression, Space/Clearence Area, Lorong/Aisle. Ini tentunya harus tetap melihat peralatan utama Pusat
Data, yaitu rak-rak komunikasi data itu sendiri. Karena keterbatasan ruang yang
dimiliki oleh BATAN, pendekatan yang kedua inilah yang lebih pas untuk dipilih.
Standar parameter operasional ruang komputer
pada Pusat Data harus memenuhi kondisi sebagai berikut :
• Dry
bulb temperature sebesar 20°C (68°F)
hingga 25°C (77°F)
• Kelembaban relatif sebesar 40% hingga 55%
• Maximum
dew point adalah 21°C (69°F)
• Maximum
rate of change adalah 5°C (9°F) per
jam
• Peralatan humidification dan dehumidification dapat saja dibutuhkan, tergantung dari kondisi lingkungan
setempat
Pengambilan data-data diatas dilakukan
setelah semua perangkat beroperasi. Pengambilan data dilakukan pada ketinggian
1,5 meter dari atas lantai pada tiap 3 sampai 6 meter di bagian tengah lorong
dingin (cold aisle) dan pada
lokasi-lokasi udara masuk ke ruangan.
Disain ruang komputer sebaiknya juga
memperhatikan spesifikasi yang terdefinisi pada Telecordia GR-63-CORE, untuk
berjaga-jaga apabila ada masalah yang timbul akibat getaran yang ditimbulkan
peralatan atau sistem pengkabelan.
Sistem pentanahan atau grounding harus
tersedia untuk peralatan telekomunikasi, yang mana terspesifikasi dalam
ANSI/TIA/EIA-J-STD-607-A. Ruang komputer juga harus memiliki common
bonding network (CBN).
Perlindungan terhadap kebakaran harus sesuai
dengan NFPA-75. Sistem pemadam api (sprinkler) harus bersifat pre-action. Idealnya menggunakan gas
ketimbang air untuk pemadaman. Air dikhawatirkan bisa menyebabkan hubungan
pendek pada perangkat.
Untuk alasan keamanan, Pusat Data seharusnya
menerapkan pengontrolan akses pintu masuk, misal menggunakan card reader,
finger print, biometric, atau hanya dengan memasukkan pin tertentu melalui keypad. Kabinet-kabinet atau rak-rak komunikasi data sebaiknya
selalu terkunci untuk menyediakan ekstra keamanan fisik. Kamera CCTV perlu dipasang
di luar pintu masuk untuk memonitor setiap orang yang masuk ke dalam Pusat Data.
Kamera CCTV juga perlu diarahkan ke server atau perangkat jaringan penting. Dan
yang lebih penting adalah merekam hasil pemantauan CCTV untuk kepentingan yang
akan datang.
Pusat Data yang ada di BATAN dapat dibagi menjadi 2,
yaitu :
1. Pusat Data Primer, yang berlokasi di Data Center milik
ISP
2. Pusat Data Sekunder, yang berlokasi di BATAN, yaitu
Lantai 3A Kantor Pusat BATAN.
Yang perlu disediakan adalah Pusat Data
Primer yang bersifat permanen, yang tidak bergantung kepada ISP yang menjadi
pemenang lelang. Dengan adanya Pusat Data Primer
yang bersifat permanen, setiap ganti pemenang lelang,
server-server utama tidak perlu dikonfigurasi ulang. Minimal IP Address dan
domain tidak perlu dikonfigurasi. Untuk menghindari lelang pekerjaan, nilai
total sewa Pusat Data Primer selama 1 tahun harus dibawah 100 juta rupiah,
tanpa harus mengurangi spesifikasi teknis bagi penyedian jasa.
2. PUSAT
OPERASIONAL JARINGAN
Pusat Operasional Jaringan didefinisikan
sebagai fasilitas penyedia data bagi organisasi
atau perusahaan untuk meningkatkan pelayanan kepada
pelanggan.
Spesifikasi ruangan yang dijadikan Pusat
Operasional Jaringan (Network Operation Center) mirip dengan Pusat Data (Data
Center). Yang berbeda adalah perangkat yang Master
Plan e-Government di BATAN 10 terletak di
dalamnya. Jika Pusat Data berisi server-server, maka Pusat Operasi Jaringan berisi
berbagai perangkat aktif jaringan (network devices). Dari ruangan inilah seluruh koneksi ke berbagai
kawasan kerja di seluruh BATAN dikendalikan. Dan dari ruangan inilah koneksi ke
Internet dari seluruh kawasan kerja, baik Internasional dan maupun IIX, dikelola
dan dikendalikan.
Dengan begitu pentingnya perangkat yang ada
di ruangan Pusat Operasional Jaringan, redundansi setiap perangkat utama
menjadi vital. Meskipun perangkat tidak dihidupkan, perangkat siap dioperasikan
setiap saat. Untuk itu konfigurasi antara yang perangkat utama dan perangkat
redudansinya harus identik.
Penentuan lokasi Pusat Operasional Jaringan
selain faktor keamanan, kehandalan pasokan daya listrik dan faktor-faktor lain,
perlu memperhatikan biaya operasi (Opex). Penentuan Pusat Data di Kawasan
Nuklir Serpong akan sangat membebani biaya operasi bulanan, khususnya biaya
sewa koneksi VPN. Hal ini disebabkan lokasi Serpong yang berada di luar kota
dan jauh dari sentra IIX (Indonesia Internet Exchange). Dengan memilih Kantor Pusat BATAN sebagai lokasi Pusat
Data BATAN, maka jika terjadi pergantian ISP akibat mekanisme lelang, proses
migrasi bisa relatif lebih mudah.
Spesifikasi sebuah ruangan untuk Pusat
Operasional Jaringan pada dasarnya mirip dengan ruangan untuk Pusat Data. Aspek
yang harus diperhatikan adalah :
1. Komponen-komponen kebutuhan dasar ruangan komputer
2. Penentuan lokasi
3. Penentuan ukuran
4. Disain ruangan berbasis RLU (Rack
Location Units)
5. Keamana fisik dan logik
6. Struktur perkabelan
7. Parameter operasional
Tidak seperti Pusat Data yang hanya ada satu
di BATAN, maka Pusat Operasional Jaringan ada di setiap kawasan kerja. Pusat
Operasional Jaringan tingkat kawasan diperlukan sebagai pusat simpul koneksi ke
berbagai gedung di dalam kawasan tersebut. Perangkatperangkat di Pusat
Operasional Jaringan sebaiknya adalah perangkat yang mampu beroperasi secara
mandiri bilamana pasokan listrik bermasalah dan kemudian normal kembali. Salah
satu persyaratan Pusat Operasional Jaringan tingkat kawasan adalah mampu beroperasi
tanpa dijaga oleh petugas, tidak tergantung kepada manusia, dapat dipantau dan dikendalikan
secara jarak jauh (remote).
Untuk alasan efisien, kemudahan dalam
pengoperasian dan pemeliharaan, arsitektur dan topologi Pusat Operasional
Jaringan di setiap kawasan diupayakan identik dan seragam. Hal ini akan mampu
meminimalkan jumlah petugas atau pengelola infrastruktur egovernment. Diharapkan
jumlah SDM pengelola yang terbatas tetap bisa menangani seluruh pengguna di
berbagai kawasan kerja.
Standar lain yang digunakan dalam rangka pengelolaan
Pusat Operasional Jaringan di
BATAN adalah :
1. Minimal menggunakan kabel UTP Cat. 5E yang mampu
mendukung teknologi Gigabit Ethernet.
2. Menggunakan switch yang managable dan memiliki port
Gigabit Ethernet, minimal 24 port.
3. Ukuran switch yang rackmount
4. Setiap kabel diberi label dikedua ujungnya.
5. Semua perangkat diberi nama, jika lebih dari satu perlu
ditambahkan numerik
6. Tanggal pemasangan alat dan installer ditulis di
perangkat, ini akan memudahkan mengukur live time perangkat.
7. Setiap pemasangan dan pembongkaran alat dicatat dalam log
book Pusat Operasional Jaringan terkait.
8. Tersedia layout perangkat di setiap rak komunikasi data.
3. PUSAT
PEMULIHAN DATA
Dalam mengimplementasikan e-Government, maka
keberadaan Pusat Data sangatlah
penting. Agar Pusat Data ini mampu memberikan layanan
secara optimal dan berkesinambungan termasuk dalam kondisi ada bencana maka
perlu dibangun Pusat Pemulihan Data (Data Recovery Center).
Pusat Pemulihan Data adalah suatu mekanisme
pemulihan data dan sistem layanan e-Governemnt pada saat terjadi bencana dengan
waktu pemulihan yang seminimal mungkin sehingga layanan e-Government dapat
tetap digunakan oleh semua pihak dengan resiko yang minimal.
Dalam membangun suatu data recovery, ada dua
kunci sukses kritis (Critical Success Factor/CSF) : RTO (Recovery Time Objective) dan RPO (Recovery Point Objective).
RTO adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pemulihan secara keseluruhan hingga sistem berjalan lagi. RPO adalah
jumlah data yang boleh hilang akibat bencana yang terjadi. Pembahasan lebih
detail mengenai RTO dan RPO akan dimuat dalam kajian mengenai BIA (Bussiness
Impact Analysis).
Untuk mengembangkan suatu Pusat Pemulihan
Data diperlukan pengertian mengenai prinsip dasar pengembangan Pemulihan Data.
Berikut ini adalah beberapa prinsip yang harus disadari pemilik sistem
informasi pada saat memutuskan untuk mengembangkan suatu pemulihan data:
•
Dukungan semua pihak terutama pihak manajemen
adalah mutlak
•
Perlu waktu yang cukup lama untuk mendapatkan
suatu analisa resiko
•
Kebijakan dan prosedur yang dikembangkan
harus mendukung kebutuhan utama (visi dan misi) organisasi
•
Tidak melupakan pendokumentasian yang
lengkap, baik dan benar
•
Harus ada mekanisme yang mengatur alur, akses
dan kendali terhadap komunitas sebelumnya, saat dan sesudah bencana
•
Penyebaran kebijakan informasi dan prosedur
agar mencapai semua pihak yang terlibat
•
Perlu pengujian dan pelatihan yang berkala
•
Adanya mekanisme perencanaan dan pemeliharaan
terhadap dokumen-dokumen Pemulihan Data
Setelah memutuskan untuk membangun Pusat Pemulihan Data,
langkah selanjutnya
adalah :
1. Pembentukan tim Pemulihan Data
2. Analisa Resiko (Risk Analysis)
3. Bussiness
Impact Analysis (BIA)
4. Strategi dan prosedur pemulihan
5. Penyusunan operasi normal Pusat Pemulihan Data
6. Organisasi
4. SERVER
Standar server di BATAN yang perlu diperhatikan adalah
·
Ukuran dan bentuk, menggunakan kelas rak 19
inch
·
Pilihan vendor, saat ini menggunakan produk
Hewlett Packard, baik yang seri DL maupun BL. Pemilihan vendor yang tetap akan
sangat membantu proses pengelolaan. Selama ini produk HP mampu beroperasi
hingga 10 tahun tanpa henti.
·
Processor, sangat bergantung pada kekritisan
server tersebut. Pada server yang sangat kritis, penggunaan dua prosesor
sekaligus sangat direkomendasikan.
·
Sistem Operasi Jaringan (Network
Operating System = NOS) menggunakan FreeBSD, Fedora atau
CentOS. Penggunaan terlalu beragamnya sistem operasi mengakibatkan kesulitan
saat pemeliharaan dan pengoperasian. Secara bertahap penggunaan NOS seperti
Ubuntu, SuSE, Microsoft Windows Server, OpenVMS, Novell NetWare perlu dimigrasi
ke FreeBSD atau keluarga Fedora (CentOS, IGOS, RedHat).
·
Ukuran dan jenis RAM atau memori disesuaikan
dengan jumlah user, kapasitas hard disk, jumlah proses yang dijalankan. Gunakan
ukuran per keping yang terbesar yang ada di pasaran, dan gunakan RAM jenis ECC
Register. Harga RAM jenis ECC bisa mencapai 6 x lipat dibanding dengan RAM yang
biasa digunakan untuk desktop. Bahkan untuk RAM produk HP, bisa mencapai 20 x
lipat dibanding RAM yang biasa digunakan untuk desktop.
·
Ukuran dan jenis hard disk disesuikan dengan
jenis server yang digunakan. Untuk server HP, biasanya menggunakan ukuran
kapasitas terbesar yang ada di pasaran, menggunakan jenis SAS, dan memiliki
ukuran 2,5 inch. Teknologi SAS adalah kelanjutan dari teknologi SCSI. Hard disk
dengan teknologi SCSI juga teruji mampu bertahan hingga 10 tahun. Tentunya hard
disk SAS dibanding dengan hard disk SATA (yangh biasa dipakai oleh desktop)
memiliki harga hingga 10 x lipat.
·
Interface : minimal memiliki 2 port fast
ethernet, lebih baik lagi jika menggunakan 2 port gigabit ethernet. 1 port digunakan
untuk IP Publik, dan 1 port lagi digunakan untuk IP Private.
Setiap server harus memiliki log
book yang setidaknya berisi informasi jenis
peripheral
yang digunakan, peta slot RAM, peta slot hard disk, product
number (P/N) setiap peripheral yang digunakan (tidak
hanya P/N yang tertera di peripheral, tetapi P/N sesuai kondisi pasar).
Informasi-informasi ini sangat penting saat melakukan upgrade
peripheral atau penambahan kemampuan server.
Ketidakcermatan menentukan tipe dan merek peripheral tambahan akan menyebabkan
tidak kompatibel dengan server. Tipe dan merek peripheral untuk server lebih
sensitif dibandingkan dengan dengan tipe dan merek peripheral untuk komputer
biasa.
.
Jenis-jenis server yang dioperasikan oleh BATAN :
1. Mail Server
2. Web Server
3. DNS Server
4. NMS Server
5. VoIP Server atau IP PBX
6. Proxy Server
7. FTP Server atau Repositori Server
8. Digilib Server
9. Sistem Informasi Server
10. NHC Server
11. Komputasi
12. CCTV Server
13. AXP Server
Tidak tertutup kemungkinan jumlah dan jenis server akan
bertambah atau berkurang mengikuti kondisi, seperti :
1. NTP Server
2. Radius Server
Layanan server yang bisa diberikan :
1. Co-location, satker bisa menitipkan server mereka di
Pusat Data
2. Web Hosting, satker bisa meminta space untuk keperluan
aplikasi mereka
3. Virtual Server, satker bisa mendapatkan server secara
mandiri
5. KONEKSI
INTERNET PRIMER
Masalah klasik yang dihadapi pengguna
jaringan komputer di BATAN pada dasarnya adalah koneksi Internet, baik akses ke
Internasional maupun akses ke lokal IIX. Pada tahun 2011 ini, bandwidth
internasional yang dilanggan adalah 30 Mbps simetris dan bandwidth lokal IIX
sebesar 9 Mbps simetris. Bandwidth tersebut dibagi kepada 1837 komputer di 5 kawasan
kerja. Sehingga setiap komputer kira- kira mendapat alokasi bandwidth »17 kbps.
Kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan
tahun 2010 yang hanya memiliki rasio 2 kbps per komputer. Memang tidak ada
informasi yang mengatakan berapa bandwidth ideal per komputer namun nilai 64
kbps per komputer adalah cukup masuk akal.
Selain diakibatkan oleh tidak memadainya
bandwidth internasional, faktor lain yang dapat memberi kontribusi terhadap
kehandalan dan kecepatan akses adalah kondisi perangkat jaringan antara
komputer pengguna hingga router utama di setiap kawasan kerja. Perangkat jaringan
bisa berupa gateway, firewall, router, switch, proxy, transceiver, dan wireless
access point. Media transmisi (kabel) juga dapat memberikan kontribusi terhadap
unjuk kerja jaringan komputer secara keseluruhan. Dengan banyaknya simpul yang
harus dilewati oleh data, maka revitalisasi pada beberapa perangkat saja, masih
bisa menimbulkan bottle neck. Dan pada akhirnya
unjuk kerja keseluruhan akan sama dengan perangkat dengan unjuk kerja terendah.
Penyediaan koneksi Internet di BATAN
diselenggarakan melalui proses lelang dengan peserta lelang sesuai dengan
ketentuan yang dikeluarkan oleh BATAN. Peserta lelang setidaknya adalah
Penyedia Jasa Internet (ISP = Internet Service Provider) yang sah beroperasi di wilayah hukum Indonesia untuk
menjamin aspek keamanan informasi sesuai standar yang dikeluarkan pemerintah.
Pada dasarnya spesifikasi koneksi Internet untuk BATAN mengikuti ketentuan
sebagai berikut :
1. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan last
mile kabel serat optik.
2. Penyedia Jasa Internet wajib memiliki koneksi ke Gateway
Internet Internasional menggunakan jaringan kabel serat optik dengan
perbandingan (CIR) bandwidth yang simetris 1:1 (upstream = downstream) dan
menggunakan koneksi Internasional only (dedicated). Dapat dibuktikan dengan mudah.
3. Penyedia Jasa Internet wajib memiliki beberapa backbone
internet sendiri yang terhubung langsung ke Gateway Internasional. Dapat
dibuktikan dengan mudah.
4. Penyedia Jasa Internet wajib memiliki peering
internasional dengan Penyedia Jasa Internet di luar negeri. Dapat dibuktikan
dengan mudah.
5. Penyedia Jasa Internet wajib memiliki koneksi ke Gateway
Internet Nasional (IIX) menggunakan jaringan kabel Fiber Optic dengan
perbandingan (CIR) bandwidth yang simetris 1:1 (upstream = downstream). Dapat
dibuktikan dengan mudah.
6. Penyedia Jasa Internet wajib memiliki kerjasama peering
nasional dengan Penyedia Jasa Internet nasional.
7. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan koneksi akses
lokal dedicated dari NOC BATAN ke Penyedia Jasa Internet menggunakan kabel
Fiber Optic 1 hop dengan terminasi di sisi user berupa port RJ45/Ethernet. 1
port untuk koneksi Internasional dan 1 port untuk koneksi nasional.
8. Penyedia Jasa Internet wajib melakukan uji BER untuk
kabel Fiber Optic dengan hasil minimal 10-8 dalam waktu 24 jam dan error test
minimal sebanyak 5 kali
9. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan IP Publik
minimal 128 IP Address.
10. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan co-location di
NOC Penyedia Jasa Internet dengan kapasitas 1 (satu) full rack dan kapasitas
bandwidth IIX 100 Mbps (sharing) dan bandwidth internasional minimal 2 Mbps
(simetris, 1:1).
11. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan mobile internet
access (HSDPA) untuk keperluan pemantauan minimal sebanyak 5 (lima) free mobile
internet access dengan volume based 3 GB/bulan selama 12 bulan pelaksanaan.
12. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan fasilitas
pemantauan bandwidth menggunakan MRTG secara online berbasis web dengan account
khusus untuk BATAN.
13. Penyedia Jasa Internet wajib memberikan community string
CPE untuk keperluan Network Monitoring System milik BATAN.
14. Penyedia Jasa Internet wajib menunjukkan surat ijin
menyelenggarakan Jaringan Tertutup (Jartup) yang dikeluarkan instansi yang
berwenang dan masih berlaku.
15. Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan surat ijin
menyelenggarakan NAP (Network Access Provider) yang
dikeluarkan instansi yang berwenang dan masih berlaku.
16. 16. Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan surat ijin
menyelenggarakan ISP (Internet Service Provider) yang
dikeluarkan instansi yang berwenang dan masih berlaku.
17. 17. Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan sertifikat
manajemen mutu ISO 9001:2008 untuk lingkup layanan clear
channel dan data center yang dikeluarkan instansi
yang berwenang dan masih berlaku.
18. 18. Penyedian Jasa Internet wajib menunjukkan sertifikat
keamanan informasi ISO/IEC 27001:2005 untuk lingkup clear
channel dan keamanan informasi di data centeryang dikeluarkan
instansi yang berwenang dan masih berlaku.
19. 19. Penyedian Jasa Internet wajib memiliki kantor di
setiap kota yang menjadi lokasi kawasan kerja BATAN.
20. 20. Penyedia Jasa Internet wajib melampirkan gambar
arsitektur atau diagram dan hasil traceroute dan ping time atau delay time ke
situs web yang dimiliki oleh Penyedia Jasa Internet di luar negeri yang
terkoneksi langsung dengan jalur backbone internasional utama dan backbone
backup Penyedia Jasa Internet atau upstream provider dari Penyedia Jasa
Internet.
21. 21. Penyedia Jasa Internet wajib memberikan jaminan
kualitas koneksi (link) internet nasional dan internasional seperti
terlampir pada Tabel 3.
Technical Particular and Guarantee.
22. 22. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan Network
Management System (NMS) termasuk pelatihan penggunaannya bagi administrator
jaringan BATAN. Rincian NMS bisa dilihat pada Tabel 3. Technical Particular and
Guarantee.
23. 23. Penyedia Jasa Internet memberikan Service
Level Agreement (SLA) seperti tertera dalam Tabel 3.
Technical Particular and Guarantee.
24. 24. Penyedia Jasa Internet wajib menyediakan dukungan dan
bantuan online dan onside selama 24 jam sehari 7 hari seminggu 365 hari
setahun, termasuk laporan penggunaan internet real-time yang dapat diakses
langsung oleh BATAN melalui web.
25. 25. Penyedia Jasa Internet wajib memberikan laporan
bulanan kepada BATAN yang mencakup utilitas rata-rata, ketersediaan bandwidth,
serta unjuk kerja (performance) jaringan. Laporan mudah dicek-silang dengan
utilitas tertentu yang real-time dan berbasis web.
26. 26. Penyedia Jasa Internet bisa menyediakan Rak Data
Komunikasi dan UPS di seluruh lokasi terkoneksi BATAN.
27. 27. Penyedia Jasa Internet wajib memelihara sendiri
seluruh perangkat CPE dan menggantinya tanpa jeda bila mengalami kerusakan.
28. 28. Penyedia Jasa Internet wajib melakukan migrasi tanpa
jeda dari Penyedia Jasa Internet sebelumnya. Hal ini sudah bisa diujicobakan
pada tanggal 15 Desember tahun berjalan.
29. 29. Peningkatan kapasitas bandwith dari minimum harus
dilakukan secara proporsional diluar bandwith koneksi internet lokal,
co-location dan DSL.
Jenis
Koneksi Internet Bandwidth
Minimum
Last Mile CPE
Internasional 48 Mbps Fiber Optic Compatible Router Nasional/domestik/IIX
48 Mbps Fiber Optic Compatible Router
6. KONEKSI
INTERNET SEKUNDER
Koneksi Internet sekunder perlu disediakan
untuk mem-back-up koneksi Internet primer.
Penyedia koneksi Internet primer dan sekunder haruslah
berbeda. Penyediaan koneksi Internet sekunder diperlukan manakala manajemen
menganggap koneksi Internet sudah menjadi kritis. Spesifikasi koneksi Internet
sekunder sama dengan koneksi Internet primer, hanya besaran bandwidth yang
berbeda. Bandwidth koneksi Internet sekunder cukup 25% s/d 50% dibanding dengan
bandwidth koneksi Internet primer. Dengan teknik routing tertentu, koneksi
Internet sekunder akan dialokasikan untuk kepentingan vital saja.
7. WIDE
AREA NETWORK
Wide Area Network (WAN)
adalah jaringan komputer yang menjangkau antar kawasan
kerja. WAN di BATAN memiliki pusat koneksi di NOC yang
berada di Kantor Pusat BATAN. Mengingat kawasan kerja di BATAN berada di
berbagai kota, adalah tidak mungkin untuk menyediakan sendiri interkoneksi
antar kawasan dengan sarana milik BATAN sendiri. Biaya yang dikeluarkan untuk
membangun dan mengoperasikan interkoneksi antar kawasan kerja akan lebih besar
dibanding menyewa dari Penyedia Jasa Akses atau Network
Access Provider (NAP).
Secara teknologi, wide area network dapat
menggunakan salah satu atau kombinasi berbagai media transmisi yang tersedia
saat ini, misalnya :
1. Kabel serat optik
2. Radio Link dengan frekuensi komersial
3. Satelit (VSAT)
Radio Link praktis dalam instalasi namun
tidak handal terhadap perubahan cuaca. Jika hujan turun, bandwidth bisa ikut
menurun. VSAT memiliki rata-rata round trip delay hingga 600 ms, padahal jika menggunakan kabel serat
optik rata-rata round trip delay bisa di
bawah 300 ms. VSAT dipilih manakala jaringan kabel serat optik memang tidak
tersedia di kawasan kerja BATAN. Karena semua kawasan kerja BATAN berada di
daerah perkotaan, pilihan kabel serat optik menjadi sangat dimungkinkan.
Penyediaan interkoneksi antar kawasan kerja
di BATAN diselenggarakan melalui proses lelang dengan peserta lelang sesuai
dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BATAN. Peserta lelang setidaknya adalah
Penyedia Jasa Akses yang sah beroperasi di wilayah hukum Indonesia untuk
menjamin aspek keamanan informasi sesuai standar yang dikeluarkan pemerintah.
Pada dasarnya spesifikasi koneksi data point to point (P2P) untuk BATAN mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1. Penyedia Jasa wajib menyediakan koneksi data point to
point Jakarta – Pasar Jum'at, Jakarta – Serpong, Jakarta – Bandung dan Jakarta
– Yogyakarta menggunakan jaringan kabel serat optik melalui clear
channel. Koneksi kabel serat optik tidak dicampur
dengan pelanggan lain.
2. Besaran bandwidth koneksi data point to point pada
masing-masing jalur dapat dilihat pada Tabel 4. Kebutuhan Bandwidth Minimum
Koneksi Data Point to Point.
3. Penyedia Jasa wajib menyediakan last
mile menggunakan kabel serat optik
4. Topologi jaringan yang digunakan untuk interkoneksi antar
kawasan kerja BATAN adalah Point to Point (P2P).
5. Interface di kedua sisi P2P menggunakan ethernet.
6. Penyedia Jasa wajib memberikan laporan bulanan kepada
BATAN yang mencakup utilitas rata-rata, ketersediaan bandwidth, serta unjuk
kerja (performance) jaringan. Laporan
mudah dicek-silang dengan utilitas tertentu yang real-time
dan berbasis web.
7. Penyedia Jasa wajib memberikan Service Level Agreement
sbb :
a.
Test and Commisioning (ITU-T G. 821) : Error
Free Second = 100% : 15' dan 99,97% : 24 jam
b.
Availability P2P network : 99,96%
c.
Customer Service : 24 jam sehari, 7 hari
seminggu
d.
Short Mean Time To Repair (MTTR)
8. Penyedia Jasa wajib menyediakan Network Management System
(NMS) termasuk pelatihan penggunaannya bagi administrator jaringan BATAN.
Rincian NMS sbb :
a. Manajemen Kerusakan
1) Memonitor keseluruhan elemen jaringan
2) Memonitor terjadinya kerusakan
3) iii.Merinci kerusakan
b. Manajemen Konfigurasi
1) Konfigurasi elemen jaringan
2) Memetakan jaringan ke dalam sistem
c. Manajemen Unjuk Kerja
1) Mengukur unjuk kerja jaringan
2) Pelaporan unjuk kerja jaringan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar