Senin, 22 Oktober 2012

LEADERSHIP CONTINUUM NEW


LEADERSHIP CONTINUUM (OTOKRATIS-DEMOKRATIS)
Leadership continuum merupakan gaya kepemimpinan yang menggabungkan tipe pemimpin otokratis dan demokratis. Gaya kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert Tannenbaun dan Warren Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994). Awalnya gaya kepemimpinan kontinum ini ditulis pada tahun 1958 oleh Tannenbaum dan Warren Schimdt dan kemudian diperbarui pada tahun 1973.  Kedua ahli ini menggambarkan gagasannya bahwa ada dua pengaruh yang ekstrem pemimpim memengaruhi bawahannya. Pertama, pemimpin menonjolkan sisi ekstrem memengaruhi bawahannya dengan perilaku otokrasi. Kedua, pemimpin menonjolkan memengaruhi bawahannya dengan perilaku demokratis.
Pada sisi ektrem yang pertama pemimpin menonjolkan perilaku otokrasi yaitu dengan memengaruhi bawahan menggunakan kekuasaan dan wewenang yang dimilikinya. Sedangkan pada sisi ekstrem yang kedua, pemimpin menonjolkan perilaku demokratis yaitu dengan memengaruhi bawahan menggunakan kebebasan bawahan. Gaya kepemimpinan Leadeship Continuum ini berpusat yang berada di antara boss-centered dan sub-ordinate-centered. Jarak antaranya tergantung pada keadaan situasi organisasi dan pemimpin menyesuaikan perilaku bawahan agar sesuai dengan situasi organisasi.
p
















Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pengaruh antara wewenang dan kekuasaan pemimpin serta kebebasan bawahan dipergunakan seorang pemimpin dalam melakukan aktivitas pembuatan keputusan. Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin seperti bagan di atas, yaitu:
1.        Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali. Hal ini terlihat dari sikap pemimpin yang langsung membuat keputusan tanpa melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Model ini merupakan titik ekstrem penggunaan otoritas pemimpin dalam pengambilan keputusan.
2.        Pemimpin menjual keputusan. Dalam model pengambilan keputusan ini, pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya. Pada model yang kedua ini masih sama dengan model pengambilan keputusan yang pertama karena bawahan masih belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3.        Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan sikap terbuka dengan membatasi otoritasnya dan memberi kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaann-pertanyaan. Pada model pengambilan keputusan yang ketiga ini, bawahan sudah sedikit terlibat dalam rangka pengambilan keputusan.
4.        Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat dirubah. Pada model pengambilan keputusan yang keempat ini, bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan. sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunannya.
5.        Pemimpin menjelaskan masalah atau persoalan, meminta saran-saran, dan membuat keputusan. Model pengambilan keputusan ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin. Sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.
6.        Pemimpin merumuskan batas-batasannya dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam model keenam ini lebih besar dibandingkan dengan model-model yang sebelumnya.
7.        Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pemimpin. Model ini terletak padda titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan di mana partisipasi bawahan sudah sangat besar dibandingkan dengan model pengambilan keputusan yang sebelumnya.
Berdasarkan Teori Kontinuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
1.      Berorientasi kepada pemimpin
2.      Berorientasi kepada bawahan
Stogdill menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi (Bernard M. Bassl, Stogdill’s Handbook of Leadership). Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dengan pengikutnya dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personel yang dibutuhkan oleh pemimpn yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikansinya sangat rendah.
Perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas oraang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat  menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi. Sejalan dengan itu diharapkan seorang pemimpin mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasaan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002: 181).
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasaan. Umumnya kepuasaan dapat ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka (Robbins, 2002: 181)
Menurut Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt dalam bukunya How to Choose Leadership Pattern,  gaya kepemimpinan kontinum menjelaskan pembagian kekuasaan antara pemimpin dan bawahannya. Gaya kepemimpinan kontinum membagi tujuh daerah mulai dari otokratis sampai dengan titik demokratis seperti yang dijelaskan di atas. Demokratis (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan. Otokratis (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai dengan penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional. Sehingga untuk memilih model dan wewenang yang paling tepat dalam pengambilan keputusan, pemimpin yang gaya kepemimpinannya kontinum harus mempertimbangkan:
1.        Kekuatan di manajer: kepercayaan pada partisipasi anggota tim dan kepercayaan diri dalam kemampuan angota.
2.        Kekuatan di bawahan: bawahan yang mandiri, toleran terhadap ambiguitas, kompeten, mengidentifikasi dengan tujuan organisasi.
3.        Kekuatan dalam situasi: tim memiliki pengetahuan yang diperlukan, tim memegang nilai-nilai dan tradisi organisasi, tim bekerja efektif.
4.        Sisa tekanan: perlu untuk segera mengambil keputusan di bawah tekanan mitigates terhadap partisipasi.

CIRI-CIRI LEADERSHIP CONTINUUM
Seperti dijelaskan di atas bahwa kepemimpinan kontinum (Leadership continuum) merupakan gabungan dari tipe pemimpin yang otokratis dan demokratis. Sehingga ciri dari gaya kepimpinan ini merupakan gabungan antara tipe pemimpin yang otokratis dan demokratis.
Tipe pemimpin yang otokratis cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan membatasi inisiatif maupun daya pikir tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat mereka. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh pemimpin tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Ciri-ciri tipe pemimpin yang otokratis adalah sebagai berikut: a) Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin; b) Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas; c) Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota; d) Pemimpin kurang memperhatikan bawahan; e) Komunikasi hanya satu arah yaitu ke bawah saja; f) Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota; g) Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya.
Banyak akibat negatif yang ditimbulkan jika pemimpin otoktatis ini dijalankan diantaranya adalah perasaan takut dan ketegangan selalu terdapat pada orang-orang yang dipimpin karena selalu dibayangi oleh ancaman dan hukuan, akibat rasa takut maka orang yang dipimpin tidak berani mengambil inisiatif dan keputusan maka kreatifitas akan tidak pernah tersalurkan, timbul sikap apatis, dan kegiatan yang berlangsung adalah kegiatan teknis dan rutin sifatnya statis karena mengulangi sesuatu yang dianggap sudah benar.
Dalam praktek walaupun sudah diketahui kelemahan tipe pemimpin yang otokratis ini tapi orang masih menerima dan tunduk kepada pemimpin, hal itu disebabkan oleh:
1.        Orang yang dipimpin percaya bahwa tujuan yang digariskan oleh pimpinan adalah untuk kepemimpinan umum dan kepentingan bersama.
2.        Ada kepercayaan akan kecakapan dan kemampuan pemimpin dalam mencapai tujuan yang telah digariskan itu.
3.        Orang yang dipimpin tidak banyak mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan keputusan ysng diambil oleh pimpinan.
4.        Takut terhadap sanksi-sanksi yang setiap saat dapat dijatuhkan oleh pimpinan.
Kemudian tipe pemimpin yang ditimbulkan dari gaya kepemimpinan kontinum adalah tipe demokratis. Demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Tipe pemimpin yang demokratis cenderung mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi bawahan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagaimana suatu kesempatan untuk melatih bawahan. Ciri-ciri tipe pemimpin yang demokratis adalah sebagai berikut: a) Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin; b) Kegiatan-kegiatan diskusi, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih; c) Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok; d) Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi; e) Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.
Namun, pada kenyataanya gaya kepemimpinan kontinum ini tidak mengacu pada dua tipe pemimpin yang ekstrem seperti di atas. Melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrem dari tipe pemimpin yang otokratis dan demokratis.

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN LEADERSHIP CONTINUUM  
            Tidak ada gaya atau karakteristik kepemimpinan yang dapat dikatakan efektif tanpa mempertimbangkan situasi kultural,  situasi kerja, dan  kebutuhan  kinerja yang terus-menerus berubah dari waktu ke waktu. Bennis mengatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1.        Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia.
2.        Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.
3.        Mempunyai kemampuan menjalin hubungan antar manusia.
4.        Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan untuk mengenal orang lain dengan baik.
Meskipun gaya kepemimpinan kontinum menggabungkan antara tipe pemimpin yang otokratis dan memberi sisi ekstrem bagi bawahan dengan memberikan sikap demokratis bagi bawahan,  namun gaya kepemimpinan ini memiliki beberapa kelemahan yaitu:
1.        Pemimpin hanya melibatkan langkah awal menetapkan suatu tugas kepada bawahan, bukan melibatkan bawahan pada proses yang dapat menentukan efektivitas hasilnya.
2.        Gaya kepemimpinan ini mengasumsikan bahwa seorang pemimpin memiliki informasi yang cukup untuk menentukan disposidi untuk diri sendiri maupun tim.
3.        Menganggap lingkungan di sekitar ‘netral’, tidak terikat ikatan sosial maupun politik. Padahal lingkungan antara pemimpin dan bawahan terdapat ikatan sosial dan politik di dalamnya.
4.        Keputusan yang dibuat untuk menyederhanakan dua kutub dimensi terasa kompleks. Padahal keputusan tersebut seharusnya bisa lebih sederhana daripada yang telah diputuskan.
Selain memiliki kelemahan seperti yang dijelaskan di atas, gaya kepemimpinan kontinum juga memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1.        Pemimpin memberikan berbagai pilihan keterlibatan bagi bawahan dalam pengambilan keputusan.
2.        Gaya kepemimpinan ini menyajikan kriteria untuk keterlibatadan dan delegasi dalam pengambilan keputusan.
3.        Pembuat keputusan berfokus pada kriteria yang relevan misalnya, gaya dan waktu.
4.        Menekankan pengembangan dan pemberdayaan karyawan dengan melibatkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan.
5.        Gaya kepemimpinan ini melihat bagaimana delegasi dari seorang pemimpin kepada bawahan memberi sifat efektif bagi pengambilan keputusan.
6.        Pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan bagi pemimpin serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan.
7.        Orientasi utama dari perilaku otokratis seorang pemimpin adalah pada tugas.
8.        Perilaku demokratis dari seorang pemimpin ini memperoleh sumber kekuasaan atau wewenang yang berasal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana pemimpin senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.

KESIMPULAN
Dalam gaya kepemimpinan kontinum pemimpin mempengaruhi bawahannya melalui beberapa cara yaitu, cara yang menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku otokrasi sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrem lainnya yaitu disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, tipe pemimpin yang otokratis ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan ketentaram bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah tugas.
Perilaku demokratis, perilaku pemimpin ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berasal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya.
Pada kenyataanya, perilaku kepemimpinan kontinum ini tidak mengacu pada dua tipe kepemimpinan yang ekstrem si atas melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara dua sisi ekstrem tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar