LEADERSHIP
CONTINUUM (OTOKRATIS-DEMOKRATIS)
Leadership
continuum merupakan gaya kepemimpinan yang menggabungkan tipe
pemimpin otokratis dan demokratis. Gaya kepemimpinan ini dipopulerkan oleh
Robert Tannenbaun dan Warren Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994). Awalnya
gaya kepemimpinan kontinum ini ditulis pada tahun 1958 oleh Tannenbaum dan
Warren Schimdt dan kemudian diperbarui pada tahun 1973. Kedua ahli ini menggambarkan gagasannya bahwa
ada dua pengaruh yang ekstrem pemimpim memengaruhi bawahannya. Pertama,
pemimpin menonjolkan sisi ekstrem memengaruhi bawahannya dengan perilaku
otokrasi. Kedua, pemimpin menonjolkan memengaruhi bawahannya dengan perilaku
demokratis.
Pada sisi ektrem yang
pertama pemimpin menonjolkan perilaku otokrasi yaitu dengan memengaruhi bawahan
menggunakan kekuasaan dan wewenang yang dimilikinya. Sedangkan pada sisi
ekstrem yang kedua, pemimpin menonjolkan perilaku demokratis yaitu dengan
memengaruhi bawahan menggunakan kebebasan bawahan. Gaya kepemimpinan Leadeship Continuum ini berpusat yang
berada di antara boss-centered dan sub-ordinate-centered. Jarak antaranya
tergantung pada keadaan situasi organisasi dan pemimpin menyesuaikan perilaku
bawahan agar sesuai dengan situasi organisasi.
p
Dari bagan di atas dapat
dilihat bahwa pengaruh antara wewenang dan kekuasaan pemimpin serta kebebasan
bawahan dipergunakan seorang pemimpin dalam melakukan aktivitas pembuatan
keputusan. Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan oleh seorang
pemimpin seperti bagan di atas, yaitu:
1.
Pemimpin membuat keputusan dan kemudian
mengumumkan kepada bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang
dipergunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit
sekali. Hal ini terlihat dari sikap pemimpin yang langsung membuat keputusan
tanpa melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Model ini merupakan titik
ekstrem penggunaan otoritas pemimpin dalam pengambilan keputusan.
2.
Pemimpin menjual keputusan. Dalam model
pengambilan keputusan ini, pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas
yang ada padanya. Pada model yang kedua ini masih sama dengan model pengambilan
keputusan yang pertama karena bawahan masih belum banyak terlibat dalam
pembuatan keputusan.
3.
Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran
atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin
sudah menunjukkan sikap terbuka dengan membatasi otoritasnya dan memberi
kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaann-pertanyaan. Pada model
pengambilan keputusan yang ketiga ini, bawahan sudah sedikit terlibat dalam
rangka pengambilan keputusan.
4.
Pemimpin memberikan keputusan bersifat
sementara yang kemungkinan dapat dirubah. Pada model pengambilan keputusan yang
keempat ini, bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.
sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunannya.
5.
Pemimpin menjelaskan masalah atau
persoalan, meminta saran-saran, dan membuat keputusan. Model pengambilan
keputusan ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin. Sebaliknya
kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak
dipergunakan.
6.
Pemimpin merumuskan batas-batasannya dan
meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam
model keenam ini lebih besar dibandingkan dengan model-model yang sebelumnya.
7.
Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan
fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pemimpin. Model
ini terletak padda titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan di mana
partisipasi bawahan sudah sangat besar dibandingkan dengan model pengambilan
keputusan yang sebelumnya.
Berdasarkan
Teori Kontinuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua
pandangan dasar:
1. Berorientasi
kepada pemimpin
2. Berorientasi
kepada bawahan
Stogdill
menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara
pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi,
status dan situasi (Bernard M. Bassl,
Stogdill’s Handbook of Leadership). Namun demikian banyak studi yang
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dengan
pengikutnya dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan
hasil-hasil studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat
personel yang dibutuhkan oleh pemimpn yang baik, dan dari studi-studi tersebut
dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas
kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikansinya sangat rendah.
Perusahaan
merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas oraang-orang, maka pimpinan
seharusnya dapat menyelaraskan antara
kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh
hubungan manusiawi. Sejalan dengan itu diharapkan seorang pemimpin mampu
memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan
sehingga tercapainya kepuasaan kerja karyawan yang berimplikasi pada
meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002: 181).
Perilaku
atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasaan. Umumnya kepuasaan dapat
ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan memahami, menawarkan pujian untuk
kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat
pribadi pada mereka (Robbins, 2002: 181)
Menurut Robert
Tannenbaum dan Warren Schmidt dalam bukunya How
to Choose Leadership Pattern, gaya
kepemimpinan kontinum menjelaskan pembagian kekuasaan antara pemimpin dan
bawahannya. Gaya kepemimpinan kontinum membagi tujuh daerah mulai dari
otokratis sampai dengan titik demokratis seperti yang dijelaskan di atas.
Demokratis (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh
penggunaan wewenang oleh bawahan. Otokratis (tugas berorientasi) pola
kepemimpinan yang ditandai dengan penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan
bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis)
penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional. Sehingga untuk
memilih model dan wewenang yang paling tepat dalam pengambilan keputusan,
pemimpin yang gaya kepemimpinannya kontinum harus mempertimbangkan:
1.
Kekuatan di manajer: kepercayaan pada
partisipasi anggota tim dan kepercayaan diri dalam kemampuan angota.
2.
Kekuatan di bawahan: bawahan yang
mandiri, toleran terhadap ambiguitas, kompeten, mengidentifikasi dengan tujuan
organisasi.
3.
Kekuatan dalam situasi: tim memiliki
pengetahuan yang diperlukan, tim memegang nilai-nilai dan tradisi organisasi,
tim bekerja efektif.
4.
Sisa tekanan: perlu untuk segera
mengambil keputusan di bawah tekanan mitigates terhadap partisipasi.
CIRI-CIRI
LEADERSHIP CONTINUUM
Seperti dijelaskan di
atas bahwa kepemimpinan kontinum (Leadership
continuum) merupakan gabungan dari tipe pemimpin yang otokratis dan
demokratis. Sehingga ciri dari gaya kepimpinan ini merupakan gabungan antara tipe pemimpin yang
otokratis dan demokratis.
Tipe pemimpin yang
otokratis cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte
bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan
membatasi inisiatif maupun daya pikir tidak diberi kesempatan untuk
mengeluarkan pendapat mereka. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab
dipegang oleh pemimpin tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan
tugas yang telah diberikan. Ciri-ciri tipe pemimpin yang otokratis adalah
sebagai berikut: a) Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin; b) Teknik dan
langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga
langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas;
c) Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota;
d) Pemimpin kurang memperhatikan bawahan; e) Komunikasi hanya satu arah yaitu
ke bawah saja; f) Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan
kecamannya terhadap kerja setiap anggota; g) Pemimpin mengambil jarak dari
partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya.
Banyak akibat negatif
yang ditimbulkan jika pemimpin otoktatis ini dijalankan diantaranya adalah perasaan
takut dan ketegangan selalu terdapat pada orang-orang yang dipimpin karena
selalu dibayangi oleh ancaman dan hukuan, akibat rasa takut maka orang yang
dipimpin tidak berani mengambil inisiatif dan keputusan maka kreatifitas akan
tidak pernah tersalurkan, timbul sikap apatis, dan kegiatan yang berlangsung
adalah kegiatan teknis dan rutin sifatnya statis karena mengulangi sesuatu yang
dianggap sudah benar.
Dalam praktek walaupun
sudah diketahui kelemahan tipe pemimpin yang otokratis ini tapi orang masih
menerima dan tunduk kepada pemimpin, hal itu disebabkan oleh:
1.
Orang yang dipimpin percaya bahwa tujuan
yang digariskan oleh pimpinan adalah untuk kepemimpinan umum dan kepentingan
bersama.
2.
Ada kepercayaan akan kecakapan dan
kemampuan pemimpin dalam mencapai tujuan yang telah digariskan itu.
3.
Orang yang dipimpin tidak banyak
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan keputusan ysng
diambil oleh pimpinan.
4.
Takut terhadap sanksi-sanksi yang setiap
saat dapat dijatuhkan oleh pimpinan.
Kemudian tipe pemimpin
yang ditimbulkan dari gaya kepemimpinan kontinum adalah tipe demokratis.
Demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya
menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Tipe pemimpin
yang demokratis cenderung mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan,
mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi bawahan dalam menentukan
bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik
sebagaimana suatu kesempatan untuk melatih bawahan. Ciri-ciri tipe pemimpin
yang demokratis adalah sebagai berikut: a) Semua kebijakan terjadi pada
kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari
pemimpin; b) Kegiatan-kegiatan diskusi, langkah-langkah umum untuk tujuan
kelompok dibuat dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin
menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih; c) Para anggota
bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas
ditentukan oleh kelompok; d) Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi; e) Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.
Namun, pada kenyataanya
gaya kepemimpinan kontinum ini tidak mengacu pada dua tipe pemimpin yang
ekstrem seperti di atas. Melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di
antara dua sisi ekstrem dari tipe pemimpin yang otokratis dan demokratis.
KELEMAHAN
DAN KELEBIHAN LEADERSHIP CONTINUUM
Tidak
ada gaya atau karakteristik kepemimpinan yang dapat dikatakan efektif tanpa
mempertimbangkan situasi kultural,
situasi kerja, dan kebutuhan kinerja yang terus-menerus berubah dari waktu
ke waktu. Bennis mengatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1.
Mempunyai pengetahuan yang luas dan
kompleks tentang sistem manusia.
2.
Menerapkan pengetahuan tentang
pengembangan dan pembinaan bawahan.
3.
Mempunyai kemampuan menjalin hubungan
antar manusia.
4.
Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan
yang memungkinkan untuk mengenal orang lain dengan baik.
Meskipun gaya kepemimpinan
kontinum menggabungkan antara tipe pemimpin yang otokratis dan memberi sisi
ekstrem bagi bawahan dengan memberikan sikap demokratis bagi bawahan, namun gaya kepemimpinan ini memiliki beberapa
kelemahan yaitu:
1.
Pemimpin hanya melibatkan langkah awal
menetapkan suatu tugas kepada bawahan, bukan melibatkan bawahan pada proses
yang dapat menentukan efektivitas hasilnya.
2.
Gaya kepemimpinan ini mengasumsikan bahwa
seorang pemimpin memiliki informasi yang cukup untuk menentukan disposidi untuk
diri sendiri maupun tim.
3.
Menganggap lingkungan di sekitar
‘netral’, tidak terikat ikatan sosial maupun politik. Padahal lingkungan antara
pemimpin dan bawahan terdapat ikatan sosial dan politik di dalamnya.
4.
Keputusan yang dibuat untuk
menyederhanakan dua kutub dimensi terasa kompleks. Padahal keputusan tersebut
seharusnya bisa lebih sederhana daripada yang telah diputuskan.
Selain memiliki
kelemahan seperti yang dijelaskan di atas, gaya kepemimpinan kontinum juga
memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1.
Pemimpin memberikan berbagai pilihan
keterlibatan bagi bawahan dalam pengambilan keputusan.
2.
Gaya kepemimpinan ini menyajikan
kriteria untuk keterlibatadan dan delegasi dalam pengambilan keputusan.
3.
Pembuat keputusan berfokus pada kriteria
yang relevan misalnya, gaya dan waktu.
4.
Menekankan pengembangan dan pemberdayaan
karyawan dengan melibatkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan.
5.
Gaya kepemimpinan ini melihat bagaimana
delegasi dari seorang pemimpin kepada bawahan memberi sifat efektif bagi
pengambilan keputusan.
6.
Pengambilan keputusan cepat, dapat
memberikan kepuasan bagi pemimpin serta memberikan rasa aman dan keteraturan
bagi bawahan.
7.
Orientasi utama dari perilaku otokratis
seorang pemimpin adalah pada tugas.
8.
Perilaku demokratis dari seorang
pemimpin ini memperoleh sumber kekuasaan atau wewenang yang berasal dari
bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan
dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana
pemimpin senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya.
Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
KESIMPULAN
Dalam gaya kepemimpinan
kontinum pemimpin mempengaruhi bawahannya melalui beberapa cara yaitu, cara
yang menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku otokrasi sampai
dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrem lainnya yaitu disebut dengan perilaku
demokratis.
Perilaku otokratis,
pada umumnya dinilai bersifat negatif di mana sumber kuasa atau wewenang
berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin
karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta
memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman
dan hukuman. Selain bersifat negatif, tipe pemimpin yang otokratis ini
mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan
kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan ketentaram bagi bawahan.
Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah tugas.
Perilaku demokratis,
perilaku pemimpin ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berasal dari
bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan
dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana
si pemimpin senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya.
Pada kenyataanya,
perilaku kepemimpinan kontinum ini tidak mengacu pada dua tipe kepemimpinan
yang ekstrem si atas melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara
dua sisi ekstrem tersebut.
Mantap gan thank's materinya...Jazzakumullahu khoiru jaza'
BalasHapus